Acar pemakaman di langsungkan dengan perasaan haru dan sedih.
Sebagian penduduk kerajaan Arnawarman berduka di hari itu.Raja-raja penguasa dunia persilatan juga turut hadir bersama para putra mahkota mereka.Para klan pendekar juga tidak melewatkan hal ini.Saking banyaknya orang yang datang. Upacara pemakaman sampai harus dipindah tempatkan.Awalnya akan dilangsungkan depan aula istana kerjaan Arnawarman.Berpindah menjadi di tanah lapang area belakang istana.Selama upacara berlangsung, Nalini mulai mengawasi gerak-gerik dari para tamu yang hadir disana.Dia jadi berpikir, jiwa murni yang seperti apa sehingga pantas mendapatkan pedang legendaris Danadyaksa.Sayangnya, Nalini malah mendengar cemoohan dan rencana jahat untuk merebut paksa pedang legendaris.Walau mereka tidak mengetahui sama sekali keberadaan pedang tersebut.Emosi Nalini mulai menaik mendengarnya."Kakak tertua--""Diam dan pura-pura tidak mendengar saja." Bisik kakak seperguruan yang tertua."Sekarang Nona sedang menjadi pusat perhatian mereka."Nalini mati-matian menekan emosinya. Dia tetap tenang sampai upacara pemakaman selesai.Sesuai janjinya selesai upacara pemakaman, Raja Arnawarman yang menyambut mereka.Posisi kerjaan Arnawarman merupakan kedua tertinggi dari keempat kerjaan.Tentu saja Istana yang megah nan luas mampu menampung dan menjamu para tamu dengan sangat baik.Setelah beramah tamah dengan para tamu, Raja Arnawarman mengundang Nalini dan juga kakak tertua mereka ke kediaman pribadi Raja.Disana sudah ada jamuan khusus untuk mereka. Bahkan permasuri dan putra mahkota telah menunggu."Silahkan duduk, bukankah kita sudah seperti keluarga sendiri." Ucap permasuri membuka percakapan."Bahkan Raja sendiri yang menyuruh menyiapkan jamuan khusus ini. Untuk menghibur dan memisahkan mu dari hiruk pikuk tamu.""Terima kasih atas kebaikan Paduka." Jawab kakak tertua mewakili."Untuk sementara tinggallah disini bersma para tamu yang lainnya." Titah Raja Arnawarman disela-sela menyantap hidangan."Saya kurang setuju, sebaiknya Nona pulang bersama kami."Permasuri jelas tidak suka jika kakak tertua ini yang terus menjawab dan malah menentang titah sang Raja.Dia merasa bahwa orang luar tidak sepantasnya mencampuri urusan keluarga kerajaan.Namun Raja Arnawarman berdeham, tujuannya untuk menenangkan permasuri yang sudah menggulirkan bola matanya kesana kemari."Ada beberapa hal yang harus dibereskan terlebih dahulu, masalah perguruan Danadyaksa."Lanjut kakak tertua yang merasa harus memberikan alasan yang jelas pada keluarga kerjaan."Hm... ada benarnya juga ucapmu. Ditambah status Nalini yang belum jelas bagi keluarga kerajaan.""Jika tidak ada masa berkabung, mungkin pernikahan kalian akan sesuai dengan rencana awal."Putra mahkota seperti curi-curi pandang pada Nalini, saat Raja berkata.Namun pikiran Nalini yang kacau, tidak menyadari hal itu.Bahkan pembicaraan ini pun, Nalini tidak menangkap sama sekali.Dia sedikit bersyukur karena kakak tertua ikut bersamanya.Nalini hanya tersenyum saja untuk menanggapi setiap perkataan yang keluar dari mulut mereka."Ah, iya. Sebelumnya saya mau meminta maaf. Tapi ada hal yang mengganggu pikiran selama ini."Permasuri seperti menunggu respon dari Raja Arnawrman dan juga Nalini."Silahkan katakan saja, apa yang mengganggu pikiranmu itu.""Seperti yang kita tahu, Nalini merupakan satu-satunya keturunan klan Danadyaksa.""Tidak mungkin seorang wanita memimpinnya. Pasti perguruan akan jatuh ke tangan mu. Murid kesayangan Guru Besar."Permasuri menunjuk kakak tertua."Ibunda, pertanyaan macam apa itu?" Sergah putra mahkota."Tidak apa Putra Mahkota, saya mengerti kehawatiran Permasuri.""Betul apa yang dikatakan oleh Permasuri. Saya sudah mendapatkan mandat dari Guru Besar sebelum meninggal.""Tapi, saya akan mendedikasikan hidup saya untuk perguran dan juga perdamaian dunia. Serperti yang sudah diajarkan oleh Guru Besar."Kakak tertua masih setenang itu setelah permasuri mencoba menyudutkannya."Setelah kalian menikah apakah bisa Pedang Legendaris milik keluarga Danadyaksa menjadi milik Putra Mahkota kami."Inilah tujuan utama permasuri merengek pada Raja untuk mengadakan perjamuan khusus.Nalini langsung saja terkejut dengan permintaan permasuri."Apakah sebelumnya memang ada perjanjian seperti ini dengan Kakek?"Ada sedikit nada tinggi terselip diantara kalimat Nalini.Dia mulai lelah dengan orang-orang yang menginginkan pedang legendaris Danadyaksa."Tentu tidak ada hal seperti itu, kami menjodohkan kalian murni karena jasa Guru Besar pada kerajaan ini."Hal itu langsung dibantah oleh Raja Arnawarman. Permintaan permasuri juga bukan hal yang aneh.Terlebih lagi, Nalini akan menjadi calon putri mahkota setelah masa berkabung.Status putra mahkota mereka akan jadi lebih unggul dibanding tiga kerajaan lainnya, jika pedang legendaris itu menjadi miliknya.Ditambah Raja Arnawarman juga tidak tahu apa-apa tentang perjanjian Nalini dan Guru Besar."Ada cerita lain yang tersimpan pada pedang legendaris tersebut."Kakak tertua pun, menceritakan tentang kutukan keluarga Danadyakasa.Jika putra mahkota menjadi suami Nalini, statusnya tetap akan menjadi menantu keluarga Danadyaksa.Dia tidak bisa memilikinya, berpotensi mati dan juga menimbulkan pertumpahan darah yang baru.Informasi yang disampaikan oleh kakak tertua memberikan kejutan terbesar bagi keluarga kerajaan.Permasuri bahkan mulai memandang Nalini dengan berbeda.Dia takut, bahwa masuknya Nalini ke keluarga kerajaan akan membawa kutukan dan petaka.Putra mahkota yang sudah terlanjur cinta pada Nalini karena perjodohan mereka sejak kecil.Akan sangat sulit untuk menghasutnya membatalkan pernikahan.Apalagi ekspresi sang Raja juga tidak terlalu terganggu dengan hal tersebut.Permasuri mulai memikirkan cara untuk membatalkan pertunangan mereka dan mengusir Nalini jauh dari kerajaan Arnawarman.Tiga tahun berlalu. Beberapa hari lagi putra mahkota kerajaan timur akan berulang tahun. Semua warga menyambut dengan suka cita, bahkan hari itu dijadikan sebagai hari perayaan kerajaan timur oleh Raja Arnawarman. Karena dunia persilatan mencapai kesepakatan damai, bertepatan dengan hari kelahiran putra mahkota kerjaan Arnawarman. Setiap tahun memang Permasuri akan mengadakan pertemuan dengan para putri bangsawan dan putri para pendekar.Tahun ini, dia juga melibatkan Nalini untuk menghadiri pertemuan. Semasa guru besar hidup, Nalini tidak pernah ikut pertemuan-pertemuan yang dia tidak suka. Nalini bebas menentukan apa yang dia mau. Apalagi acara resmi kerjaan, itu membuatnya bosan. Terlalu banyak tatakrama.Memasang wajah palsu, untuk mendengarkan dan harus bersikap ramah tamah demi menjaga nama baik sang kakek.Sementara isi pertemuan itu sendiri memuakan Nalini.Pasti akan banyak adu siapa yang paling unggul diantara mereka. Dari mulai adu kekayaan, adu kekuatan serta adu n
Semua mengenakan pakaian terbaik mereka hari ini. Dari mulai rakyat biasa yang bersuka cita di setiap jalan kerajaan Arnawarman. Sampai para tamu kehormatan yang menghadiri undangan di aula kerajaan. "Nalini dan Arkana Danadyaksa tiba..." Pelayan mengumumkan satu persatu undangan saat memasuki aula istana.Mereka akan mengucapkan dan memberikan hadiah kepada putra mahkota secara berurutan sesuai jabatan, kekayaan dan juga hak istimewa lainnya. Untuk selanjutnya hadiah-hadiah itu akan diterima dan dibawa oleh pelayan ke ruangan penyimpanan. Sementara pertujukan para putri akan di mulai saat para tetua selesai beramah tamah.Ada yang membawakan puisi, memainkan alat musik dan bernyanyi. Tidak ada yang menampilkan tarian. Selain pertunjukan khusus untuk Nalini. Penampilan Nalini juga sengaja disimpan paling akhir, sebagai penutup pertunjukan. Kehadiran Nalini saja di tahun ini mengejutkan beberapa pihak. Mereka jadi beranggapan kalau pihak kerjaan mulai memamerkan Nalini sebagai
Angin sepoi-sepoi menerbangkan anak rambut di wajah Nalini. Menggelitik pipi, membuat dia terbangun. "Ah, apakah ini surga?" Ucap Nalini dalam hati.Dirinya tengah terbangun di sebuah pondok kecil yang menghadap hamparan padang rumput sejuk. Seingat Nalini siang tadi terkena tusukan pedang pengawal putra mahkota. Begitu dia hendak bangun, seluruh badanya terasa sakit. Apalagi pada bagian dada sebelah kiri. "Eh, kamu jangan bangun dulu!" Seorang pria asing membantu Nalini untuk tetap berbaring diatas ranjangnya. "Akhirnya sadar juga. Sudah lima hari sejak aku menemukan mu di pinggir sungai." Penjelasan pria tersebut membuat Nalini terkejut. "Racun di luka mu juga semakin membaik."Otomatis Nalini melotot pada pria itu. Jika dia mengobati lukanya berarti dia juga membuka baju Nalini. *Ah, maaf kurang ajar. Tapi kalau enggak diobati, kamu akan demam dan luka itu menimbulkan infeksi.""Heh, apa kamu juga bisu? Dari tadi aku ngomong sendirian." "Apa kamu tidak punya tatakrama k
"Jadi ini pedang yang menyakitimu atau milikmu?"Saking bersemangatnya Nalini melupakan kalau dia sedang sakit dan ada Janu disana."Ini satu-satunya harta peninggalan keluargaku." "Itu artinya kamu berasal dari kelurga pendekar."Kini giliran Janu yang bersemangat. Matanya berbinar-binar menatap Nalini. "Kamu tahu sesuatu tentang pendekar?" Nalini bertanya dengan penuh selidik."Kakekku pernah bercerita tentang perang dunia persilatan dimasa lalu.""Katanya ada seorang pendekar sakti yang enggak bisa di kalahkan siapapun." "Dia memiliki sebuah pedang yang selalu dibawanya, dia juga yang akhirnya mendamaikan peperangan dunia persilatan." "Jadi aku sangat kagum saat melihat pedang itu. Makannya kusimpan baik-baik." Nalini jadi penasaran ingin bertemu dengan kakek Janu. Mungkin dia salah satu pendekar yang mengenali dirinya sebagai keluarga Danadyaksa. Bisa gawat kalau identitas aslinya terbongkar bersama pedang legendaris. "Oh iya, keliatannya kamu sudah sehat. Besok aku ajak p
"Ingatanku belum pulih jadi--""Kamu mungkin salah satu pendekar diluar sana." Janu memotong perkataan Nalini. "Walau kamu seorang wanita, tapi aku bisa merasakan tangan yang sering menggunakan pedang. Sama seperti tangan Kakek." Saat memikirkan jawaban yang harus diberikan pada Janu. Ranting yang berada ditangan Nalini bergerak. Membuat tubuhnya tertarik kearah sungai karena lengah. Jika tidak ditahan oleh Janu, mungkin Nalini akan jatuh kedalam sungai yang dingin. Takut terjatuh, Nalini juga membalas mengenggam tangan Janu agar tidak melepaskan dirinya. Dengan menggenggam tangan Janu, Nalini bisa merasakan denyut nadi Janu. Tenaga dalam yang sangat hebat mengalir disana. Bahkan melebihi dari milik kakak tertua perguruan Danadyaksa. Tubuh Janu akan sangat mudah untuk dilatih jurus apapun."Dalam hitungan ketiga, kita tarik bersama-sama" Ucapan Janu, mengembalikan Nalini dari pikirannya sendiri. "Satu.. dua.. tiga!" Janu menarik tangan Nalini kearahnya. Begitu pula Nalini
Keadaan di dalam memang tidak terlalu gelap. Ada beberapa celah yang membuat cahaya masuk. Walau begitu, Nalini masih belum terbiasa dengan pencahayaan yang minim. Dalam beberapa persimpangan jalan juga terdapat genangan air. Bahkan ada satu sisi yang cahaya tidak ada sama sekali, yang terdengar hanya suara air yang turun. Entah dari mana, mata Nalini tidak bisa menangkap keberadaan air tersebut. Janu juga bisa tahu kalau Nalini ragu dan ketakutan. Beberapa kali Janu merasakan tangannya dipeluk dengan kencang. Karena tubuh mereka sangat dekat. Degup jantung milik Janu mulai memacu dengan cepat. "Janu kenapa berhenti?" Nalini berpikir bahwa Janu mungkin tidak sesering itu untuk turun ke ruang bawah tanah. Mereka tersesat. Nalini seperti menebak Janu yang sedang berpikir untuk memilih jalan yang mana.Karena mereka cukup lama berdiri di persimpangan jalan. Sebenarnya yang terjadi, Janu mulai resah dengan reaksi tubuh yang sebelumnya tidak pernah seperti ini. Ruang bawah t
Nalini terbangun saat kepalanya terjungkal. Tertidur saat mengawasi Janu belajar menulis. Dilihatnya Janu juga tengah tertidur dengan posisi telungkup diatas meja. "Iya, lebih baik kita istirahat sejenak."Perhatian Nalini langsung teralihkan begitu melihat buku-buku kuno terbuka disekitar Janu. Tidak mungkin Janu bisa membaca buku-buku itu hanya dengan seharian belajar mengenal huruf.Nalini pun tergerak untuk membereskan terlebih dahulu benda-benda yang berserakan lainnya. Setelah itu, dia juga mengambil selimut untuk membalut tubuh Janu. Selesai semuanya, Nalini mulai membaringkan diri di ranjang yang sudah ditempatnya beberapa minggu. Nalini sudah menyamankan dirinya dan menganggap pondok sederhana ini seperti rumahnya sendiri. Beberapa jam kedepan.Seperti biasa, Janu sudah terbangun sebelum matahari terbit. Janu terkejut dengan dirinya berbalut selimut. Padahal semalam dirinya berniat memindahankan Nalini yang tertidur dihadapannya. Malah dia yang diurus oleh Nalini.
Satu bulan kemudian."Perbanyak latihan pernapasan. Kamu kesulitan bernapas." Ucap Janu sambil menyodorkan air minum. Nalini benar-benar tertinggal.Sejak menyadari potensi tenaga dalam yang dimiliki Janu. Seharusnya Nalini bisa mengukur kemampuan dirinya sangat jauh dengan Janu. Dia hanya membatu Janu mengenal huruf dan membaca. Hasilnya Janu maju lebih pesat. Sekali diberi pemahaman suatu gerakan jurus.Janu langsung mengerti dan berlatih dengan sempurna. Sedangkan Nalini harus beberapa kali berlatih untuk menguasai satu jurus saja. Nalini dan Janu kelelahan, mereka gunakan waktu dari pagi hingga siang untuk berlatih. "Aku akan isi air dan membawa beberapa makanan." Nalini hanya mengangguk sebagai jawabannya.Untuk sarapan, mereka akan memetik dedaunan atau buah yang mereka temui di hutan. Dalam tumpukan buku yang berisi jurus-jurus langka. Ada satu buku yang berisikan ilmu pengetahuan tentang dunia pengobatan. Serta informasi tumbuh-tumbuhan yang berkhasiat. Sayang buku