Permintaan Maaf Laura "Apa? La-lalu siapa yang mencelakai Lerina?" Laura terkejut sekaligus senang mendengar cerita dari suaminya, tapi juga penasaran, siapa sebenarnya yang menabrak menantunya tersebut.Philip memilih menyesap kopinya lebih dulu hingga membuat Laura yang tak sabar berucap kembali, "Philip, aku yakin itu kecelakaan yang di sengaja." Laura dengan jelas melihat kejadian waktu itu saat mereka berdebat dengan Sween di dalam mobil. "Pamannya sendiri, Robin Smith," jawab Philip.Matanya menyipit, "Kenapa dia melakukannya?" Laura cukup heran."Harta. Lerina berhasil mengambil perusahaan mendiang ayahnya dan Robin tidak terima, lagi pula hubungan mereka selama ini tidak pernah baik. Lerina di usir dan harus berjuang di luar untuk bisa makan dan kuliah." Sedikit cerita tentang Lerina ia ketahui. "Astaga! Seberat itu perjuangannya?" Lagi-lagi Laura tidak percaya dengan apa yang di dengarnya.Philip mengangkat kedua alisnya, lalu bersandar dan menyampirkan tangan di bahu sa
Bisakah Tidak Membahas Hal Itu?Lerina sudah di bawa pulang oleh Han. Kondisinya sudah lebih baik sekarang, rambut yang mulai tumbuh dan luka yang semakin menipis, tinggal menyembuhkan tulang lengan kirinya yang patah. Meski begitu Han tidak membiarkan istrinya berjalan memasuki rumah, dia menyediakan kursi roda untuknya."Mommy!" "Hati-hati, Sean! Lihat tangan mommy!" tegur Han saat anaknya itu berhambur kepelukan Lerina yang sedikit meringis, namun tetap membalas pelukan itu. "Sorry, mommy! Sean terlalu bahagia bisa melihat mommy setiap hari," ucap pria kecil itu lalu tersenyum. "Oh, Sayang, manis sekali!" Lerina mencubit pipi Sean gemas, melupakan rasa sakitnya karena bahagia melihat putranya lagi. CupSean mengecup pipinya hingga menimbulkan rona merah di pipi sang mommy.Han membawa Lerina ke kamar dan jadilah mereka berkurung seharian, bahkan Sean pun sama, selalu ada yang ia kisahkan pada Lerina tentang sekolahnya dan tidak pergi ke taman bermain lagi.Lerina begitu antusi
Bab 73Kisah Yang Hampir Serupa"Tidurlah, aku akan membersihkan diri sebentar!" Han tersenyum seraya mengusap pipi sang istri yang setengah terbaring di ranjang."Maafkan aku!" Dengan menyentuh tangan suaminya yang masih berada di pipi, "Karena keadaanku ...,""Stttt! Tidak ada yang menginginkan hal seperti ini, aku hanya bercanda, Sayang," menempelkan jarinya di bibir sang istri."Tapi, Kau tersiksa'kan?""Tidak, bila jauh darimu yang akan membuatku tersiksa, hal seperti itu masih bisa ku kendalikan, Kau lupa? Aku bahkan tidak pernah berniat untuk menikah, karena seks tidak ada di dalam daftar hidupku.""Saat bersama ibu Sean?" Lerina cukup penasaran seperti apa kisah Han dulu, adakah sama seperti dirinya. Han mengingat waktu itu. Saat sang kakek menuntutnya untuk menikah. "Sebenarnya apa yang kakek inginkan?" Karena tidak tahan dengan desakan sang kakek, Han mendatangi Zoku ke kediamannya."Penerus, apa lagi!" jawab Zoku cepat. Dia hanya memiliki Philip dan anaknya itu memiliki
Lepaskan Tangan Mommyku!. Barbara mengadukan hal itu pada suaminya, kini dia dan Jack tengah menjenguk Robin di penjara."Robin, uangku sudah habis, aku akan menjual rumah kita," keluh Barbara."Lalu kita akan tinggal dimana? Jangan konyol Barbara, aku tetap akan berusaha untuk mengambil alih perusahaan itu.""Dengan berada di penjara, apa yang bisa Kau lakukan? Robin, lawanmu bukan keponakan lugu itu, tapi Han, Han Zoku, Robin." Barbara menekan setiap kata-kata terakhirnya.Robin diam, yang di katakan istrinya memang benar. Dia tidak akan mampu melawan Han Zoku."Tuan, saya punya kenalan di rumah, Han, dia bekerja sebagai pelayan di sana." Tetiba Jack teringan dengan Fusultemannya."Ini bisa menjadi jalan untuk kita, Jack." Binar tak bisa di sembunyikan dari wajah Robin.Mereka bertiga sulit untuk menggunakan teman Jack itu. Keduanya memutuskan pulang karena jam besuk sudah usai.Di dalam mobil Jack, Barbara enggan turun, dia melingkarkan tangannya di lengan kurus Jack. "Jack, ayol
Kembalinya SelenaHan menghampiri keduanya dan menarik satu kursi yang sempat di duduki oleh Sam tadi."Stop! Daddy tidak boleh duduk di situ, kursi itu bekas paman genit yang menyentuh tangan mommy." Sean melontarkan larangan kepada Han, yang nyaris menempelkan bokongnya di kursi bekas Sam."Paman genit?" Kerutan muncul di kening Han. Memilih pura-pura tidak tahu."Em, itu, tidak ada Han. Sean hanya bercanda tadi, iya kan, Sayang?" Lerina menjawab lebih dulu.CkSean menepuk jidatnya pelan, "Astaga! Mommy ini tidak jujur. Apa Mommy tidak tahu, kata miss di sekolah Sean, kita harus berkata jujur." Sean menerapkan ajaran gurunya di hadapan kedua orang tuanya.Lerina tertohok dengan ucapan Sean sekaligus geli juga bangga. Itu artinya Sean telah belajar dengan baik dan mengingat pesan kebaikan dari gurunya.Han menutup mulutnya dengan satu tangan menyembunyikan senyumnya melihat reaksi sang istri yang di protes oleh Sean. Tentu saja ia cemburu melihat tangan istrinya di sentuh, tapi sepe
Aku Merasa Seperti RatuRumah sudah terjual dengan harga sesuai keinginan Barbara, lalu ia membeli rumah yang lebih kecil untuknya dan Selena."Nenek kenapa belum bersiap, hari ini kita akan pindah dari sini, Nek," ucap Selena yang mengejutkan Manda. Dia tidak tahu sama sekali kalau rumah yang mereka tempati sudah laku terjual."Tidak perlu mengajak wanita tua itu, biarkan dia mencari tempat tinggalnya sendiri." Belum sempat Manda menjawab, Barbara menyahut dari dalam sambil menyeret satu koper besar."Tapi, Bu, nenek akan tinggal dimana? Kasihan, hanya kita keluarganya," tutur Selena. Meskipun ibunya tidak menyukainya, tapi Selena lumayan dekat dengan Manda, karena wanita tua itu selalu memanjakannya sejak kecil."Sudah, tidak perlu memikirkan dia yang sudah tidak berguna lagi," ketus Barbara tidak peduli bagaimana nasib Manda dan perasaan wanita yang berstatus ibu mertuanya itu."Apa yang akan ku katakan bila ayah bertanya tentang nenek?" Selena merasa berat meninggalkan Manda apala
Dasar Ceroboh! Han menarik napas lalu menghembuskannya kasar. Lerina baru saja mengomelinya karena aktivitas yang tidak cukup sekali mereka lakukan.Tubuhnya terbaring di sofa, terlalu malas untuk bangkit, selain itu dia juga sangat lelah."Aku berpikir untuk merenovasi kantormu ini, satu kamar tidur sepertinya bagus," usul Han sambil menatap sekeliling ruangan. "Jangan!" tolak Lerina cepat. Kalau sampai itu terjadi maka kemungkinan ruangannya ini akan di penuhi dengan aroma cinta dan itu tidak baik untuk pekerjaannya ke depan. "Kenapa, apa Kau tidak ingin bisa istirahat dengan tenang, apa lagi kehamilanmu semakin besar, Kau butuh tempat nyaman, Sayang."Lerina menarik napas pelan. Memang benar yang di katakan oleh suaminya tersebut. "Lalu Kau akan sering mengunjungiku, bukan?" Han mengangkat jempolnya, "of course!""Sudah ku duga." Lerina mencelos.Han mendekat lalu berjongkok di hadapan sang istri yang masih berbaring, "Ada apa denganmu, Kau tidak menyukai kehadiranku? Hem!" Men
Mommy, Dia Pasti Laki-Laki! Sesekali Lerina masih tertawa bila mengingatnya, sedangkan Han merasa malu pada putranya.Lerina menjulurkan lidahnya mengejek Han yang gagal menjamah tubuhnya, dan pria itu mendengkus kesal.Malam itu seperti biasa Sean selalu tidur di tengah-tengah, menjadi jarak bagi kedua orang tuanya.Pagi menyapa. Lerina bangun lebih dulu, dia ingin membuat sarapan untuk kedua pria kesayangannya. Hal itu memang sering dia lakukan agar peran ibu rumah tangga tidak lekang dari sosoknya, karena setelah nanti Lerina akan sibuk seharian di kantor.Keduanya bangun saat sarapan telah tersaji di meja, mereka bersiap untuk aktivitas masing-masing."Sepertinya aku harus membeli baju baru, Han. Ini sudah terasa sesak di perut." Lerina menyentuh pinggang rok yang ia kenakan."Siang nanti kita belanja, aku sedikit longgar hari ini," sahut Han yang sedang memakai kaus kakinya."Sean juga ingin ikut." Sean tiba-tiba saja muncul."Jangan, Kau harus belajar bukan? Guru privatmu aka