Sementara itu di gua di dalam sebuah hutan belantara, Dewi Sekargalih dan Dwi Sulaksmi duduk terikat dengan mulut yang juga tertutup.
"Ayahmu pasti akan segera datang kemari,dan aku akan melepaskan kalian jika dia mau memberitahu aku di mana keris milikku dia simpan."
Dewi Sekargalih berusaha melepaskan ikatan di tangannya.
"Kau mau bicara? Baik, aku lepaskan," kata Surya Wisesa sambil melepaskan penutup mulut Dewi Sekargalih.
"Senjata itu sudah dimusnahkan, ia bawa ke tempatnya bersemedi untuk menghancurkan senjata itu," ujar Dewi Sekargalih.
"Kau pikir aku akan percaya begitu saja?!"
"Kau sudah menggeledah semua sudut rumah kan, apakah ada?"
"Tentu saja tidak, karena suamimu pasti sudah membawanya entah ke mana."
"Dia bawa senjata itu ke pantai selatan untuk dimusnahkan!" seru Dewi Sekargalih.
Surya Wisesa hanya menyeringai,"Aku tidak akan percaya,kita tunggu saja suamimu di sini. Aku sudah meninggalkan jejak dan dia pasti akan sampai ke tempat ini cepat atau lambat.Jika dia tidak mau memberi tahu di mana senjata itu,kalian akan aku bunuh. Kecuali anak gadismu ini, dia sangat cantik dan sangat menggoda, sayang untuk aku lewatkan," ujarnya.
"Jangan harap kau bisa menyentuh putriku, jika suamiku datang kau pasti akan dimusnahkan!"
"Tanpa senjata itu ia tidak akan bisa memusnahkan aku," jawab Surya Wisesa.
"Cih ... Sombong sekali kau ini," kata Dewi Sekargalih. Surya Wisesa tidak peduli, dia kembali menutup mulut Sekargalih.
Seperti yang sudah diprediksi oleh Surya Wisesa dihari ke-7 Mpu Badingga pun tiba di tempat ia menyekap Sekargalih dan Sulaksmi.
"Lepaskan anak dan istriku!" seru Mpu Badingga dari mulut goa. Mendengar suara suaminya, tampak wajah Dewi Sekargalih lega dan sumringah. Ia dan Dewi Sulaksmi saling berpandangan penuh arti.
"Kau pikir aku akan melepaskan anak dan istrimu begitu saja?"
Tanpa menunggu lebih lama, Mpu Badingga langsung menyerang Surya Wisesa. Namun, karena kelelahan ia tidak bisa menyerang dengan kekuatan yang penuh sehingga dalam beberapa jurus saja ia sudah terkalahkan.
"Sekarang katakan di mana senjata milikku?!"
"Sss-sen ... senjata itu sudah hilang."
Surya Wisesa menyeret Mpu Badingga masuk ke dalam gua, lalu membanting tubuhnya ke lantai goa. Hal itu tentu saja membuat Dewi Sekargalih dan Sulaksmi terkejut. Kondisi Mpu Badingga tampak parah, Surya Wisesa yang tidak puas kembali menendang Mpu Badingga tepat di dada sehingga pria tua itu memuntahkan darah segar.
Melihat musuhnya sudah tak berdaya, Surya Wisesa beranjak menghampiri Dewi Sekargalih. Lalu mencekik wanita itu, "Aku tanya sekali lagi, di mana senjata itu?!"
"Ti-tidak ada, ketika aku bersemedi senjata itu menghilang dengan sendirinya," jawab Mpu Badingga dengan suara lirih.
"Tidak mungkin!" teriak Surya Wisesa.
"Kalau kau tidak percaya ya sudah, aku tidak berbohong," jawab Mpu Badingga lagi.
Surya Wisesa menyeringai,"Baik, kalau bagitu kau terpaksa harus menyaksikan kematian istrimu keduamu," ujar Surya Wisesa. Tanpa ragu ia menusuk tepat di bagian pembuluh darah arteri vertebralis, sehingga Dewi Sekargalih seperti ikan yang bernapas di darat menggelepar sambil memegangi lehernya. Dan tak lama kemudian wanita itu mengembuskan napas terakhirnya.
Mpu Badingga merasakan sakit, ia hanya bisa meneteskan air matanya. Kini, dadanya makin berdebar kencang,ia melirik ke arah putrinya yang tampak meringkuk ketakutan. Mpu Badingga bertambah panik saat Surya Wisesa dengan sengaja menotok jalan darahnya sehingga kini bukan hanya terluka dalam, ia juga tidak dapat bergerak.
Kini Surya Wisesa dengan leluasa mendekati Dewi Sulaksmi.
"Putrimu ini terlalu cantik untuk dilewatkan," kata Surya Wisesa. Dengan sekali sentak, ia merobek pakaian Dewi Sulaksmi tepat di dada sehingga kulit putih mulus dan dada indah milik Dewi Sulaksmi terlihat jelas. Dan, tanpa ragu lagi, Surya Wisesa menyetubuhi Dewi Sulaksmi. Mpu Badingga hanya bisa menahan kepedihan di dadanya.
Ia sama sekali tidak bisa berbuat banyak melihat putrinya meronta kesakitan. Ia pun berusaha fokus mengerahkan tenaga dalamnya untuk membuka totokan. Tepat saat Surya Wisesa melepaskan benihnya di rahim Dewi Sulaksmi, totokan di tubuhnya terbuka. Mpu Badingga mengeluarkan sisa bahan senjata yang ia simpan di balik pakaiannya lalu ia bergeraj cepat menusuk dada Surya Wisesa yang masih berada di atas tubuh Dewi Sulaksmi.
Surya Wisesa mendelik, dengan kekuatan terakhir ia melepaskan satu pukulan yang membuat Mpu Badingga mengembuskan napas terakhirnya. Tetapi hal itu juga yang terjadi dengan Surya Wisesa. Lelaki itu tersungkur dan tiba-tiba selarik sinar keluar dari tubuh Surya Wisesa, sinar itu meredup namun sebelum hilang sinar itu menyatu ke dalam tubuh Dewi Sulaksmi yang jatuh pingsan seketika itu juga.
Sehari kemudian, jasad Mpu Badingga ditemukan oleh warga yang secara diam-diam mengikuti sang Mpu. Para warga segera membawa dewi Sulaksmi dan menguburkan jenazah Dewi Sekargalih dan Mpu Badingga.
Hampir satu pekan Dewi Sulaksmi tidak sadarkan diri dan berada di rumah seorang tabib. Saat ia sadar, yang pertama ia lakukan adalah menangisi nasibnya. Ia berteriak dan meraung bahkan berusaha untuk melakukan bunuh diri. Gadis itu merasa sudah tidak ada gunanya lagi ia hidup. Kedua orangtuanya sudah tidak ada dan kesuciannya sebagai seorang wanita juga sudah terenggut begitu saja. Namun tabib Kawuni, tabib wanita yang mengobati Dewi Sulaksmi berhasil menenangkan gadis cantik itu. Dewi Sulaksmi tak lagi berusaha melakukan aksi bunuh diri, tetapi gadis itu selalu ketakutan jika bertemu dengan lelaki, baik tua mau pun muda. Dewi Sulaksmi akan lari bersembunyi di sudut ruangan sambil memeluk kedua lututnya. Ia juga akan berteriak histeris jika ada yang memaksa untuk mendekatinya, padahal ia sudah hampir satu bulan berada di rumah tabib Kawuni. Gadis itu juga hanya mau bicara dengan tabib Kawuni. Pun bicaranya hanya sepatah dua
Tabib Kawuni tidak menunggu lebih lama untuk menikahkan Dewi Sulaksmi dan Seta Palwa. Makin cepat makin baik, ia tidak ingin Dewi Sulaksmi menyadari bahwa sudah ada kehidupan di dalam rahimnya. Dengan disaksikan pemuka adat setempat pernihakahan Dewi Sulaksmi dan Seta Palwa pun digelar. Warga sekitar tidak ada yang berani untuk mengusik Dewi Sulaksmi, karena Mpu Badingga adalah salah satu orang para pembesar di Mataram, Mpu Badingga juga sangat murah hati dan suka menolong mereka yang kesusahan. Mereka justru membantu proses pemakaman Mpu Badingga dan Dewi Sekargalih. Tidak ada satu pun yang mencela Dewi Sulaksmi atas apa yang ia alami. Tabib Kawuni merasa sangat lega setelah melihat Dewi Sulaksmi resmi menjadi menantunya."Kau akan membawanya ke Mataram?" tanya Kawuni pada Seta Palwa."Tentu saja, Bu. Aku pikir, ibu juga le
Keanehan demi keanehan terjadi setelah Seta Palwa menikahi Dewi Sulaksmi. Kehamilan yang seharusnya hanya sembilan bulan saja, bahkan memasuki bulan ke sebelas, bayi yang dikandung oleh Dewi Sulaksmi belum juga lahir. Tetapi, Seta Palwa tidak ingin mengatakan keanehan itu kepada istrinya. Ia hanya menyimpan dalam hati, karena bagi Dewi Sulaksmi ia memang baru mengandung saat ia sudah menikah dengan Seta Palwa."Saya bingung sekali, eyang guru. Kenapa ketika saya menikahi istri saya, saat malam pertama kami, saya mendapati keadaannya yang masih perawan.Padahal jelas-jelas ibu saya mengatakan bahwa dia sudah dinodai dan tengah mengandung. Dan yang kedua, usia kandungannya hampir sebelas bulan ....""Tetapi, di mata orang banyak , kandungan istrimu memang baru menginjak sembilan bulan, Palwa," sanggah Argalepa guru Seta Palwa. Lelaki tua yang sudah berusia lanjut itu menghela napas panjang.
Buana dan Yongseng saling pandang, mereka hanya bisa menghela napas panjang. "Aku jadi tertarik menyelidiki tentang kasus ini, ini kasus yang benar-benar luar biasa." "Apa yang membuatmu tertarik?" Buana menghela napas panjang, "Setahun terakhir ini, aku sering sekali bermimpi. Mimpi yang sama, tempat yang sama, orang yang sama. Anehnya, dalam mimpi itu aku seperti tengah berada di masa lalu." Yongseng mengerutkan dahinya, "Kau serius?" "Iya." "Sepertinya memang kita ditakdirkan untuk menangani kasus ini, asal kau tau aku sering bermimpi yang sama juga akhir-akhir ini. Sekarang, ceritakan isi mimpimu kepadaku," tukas Yongseng. Buana menarik napas panjang, untuk sejenak ia memejamkan matanya."Aku seperti menjadi orang lain dalam mimpiku itu, menjadi orang yang berbeda. Aku memakai pakaian seperti bangsawan di ker
Pagi sekali setelah sarapan, Buana langsung membawa Yongseng dan Takeda menghadap kepada atasannya. Yongseng membawa serta surat dinas dan surat penting lainnya untuk ia berikan kepada perwira menengah kepolisan AKBP Bayu Laksono. Buana yang turut mendampingi melihat perubahan ekspresi dari wajah AKBP Bayu. Lelaki berusia 40 tahun itu berkali-kali mengerutkan dahinya."Kasus yang amat sangat unik, bagaimana bisa kasus pembunuhan dengan motif operasi yang sama bisa berlangsung di beberapa negara sekaligus. Rasanya sukar dipercaya, tapi ini benar-benar nyata," kata AKBP Bayu. Lelaki itu menoleh ke arah Buana."Buana, sebenarnya kemarin beberapa orang dari kedutaan besar Amerika menghubungiku.Kemungkinan besar perwakilan dari CIA dan FBI akan datang juga ke Indonesia. Mereka dalam misi yang sama yaitu menyelidiki pengusaha muda terkenal Genta Segara Putra. &
"Maksudmu, kita mengunjungi rumah keluarga Genta?" tanya AKBP Bayu. Buana menganggukkan kepalanya, "Bukan sebagai polisi, kita manfaatkan Takeda yang tidak bisa berbahasa Indonesia untuk berakting." Mendengar Buana yang menyebutkan namanya, Takeda yang sedari awal hanya menyimak tanpa mengerti sedikit pun apa yang dibicarakan langsung mengerutkan dahi."Me? What happen?" Yongseng seolah tersadar akan kehadiran Takeda di tengah mereka. Ia pun tertawa, "Maafkan aku. Makanya, belajar bahasa Indonesia, supaya kau bisa mengerti apa yang kami bicarakan," ujar Yongseng dalam bahasa Inggris kepada Takeda. Pemuda keturunan Jepang itu hanya mengerucutkan bibirnya persis seperti wanita yang sedang marah pada kekasihnya hingga membuat Buana mengulum senyuman."Dia tidak bisa bahasa Indonesia?" tanya AKBP Bayu pada Buana. Buana langsung m
Buana hanya menghela napas mendengar perkataan Yongseng. Ia tau betul bahwa sepupunya ini memang amat sangat kehilangan sang ayah. Ayah Yongseng orang yang sangat baik dan juga jujur. Sifat itu yang menurun kepada sepupunya ini. "Genta ... Maksudku keluarganya tinggal di mana?" tanya Yongseng mengalihkan pembicaraan."Di Bandung. Keluarganya tinggal di Bandung yang aku tau. Perusahaan mereka memang sangat banyak, tetapi alih-alih tinggal di Jakarta mereka memilih untuk tinggal di Bandung. Seingatku dulu ayahnya Genta yang memegang perusahaan, tetapi sekarang urusan bisnis di luar negeri memang lebih banyak ditangani oleh Genta.""Oh, aku penasaran seperti apa keluarganya. Atasanmu mengatakan bahwa ayah Genta dulu ad
Maharani terbelalak saat Gendis pulang bersama seorang pemuda. Ia langsung menarik tangan putri sulungnya itu."Itu siapa?" tanya Maharani sedikit berbisik."Dia pacarku, Ma.""Hah?! Anak mana? Kerja di mana? Orangtuanya? itu ada perempuan? Aduh, kamu jangan main-main!""Ma, itu pacarku. Nino namanya dan yang perempuan itu adik Nino, namanya Nindia. Udah, aku mau ajak mereka masuk." Maharani hanya bisa mengelus dada melihat tingkah putri sulungnya itu. Ia sebenarnya bahagia jika memang benar dia adalah kekasih Gendis, tapi .... Maharani pun berusaha untuk mengesampingkan dulu urusan Gendis, ia langsung menyambut beberapa anggota keluarga mereka yang sudah datang. Sementara itu, Nino menatap rumah di hadapannya tanpa kedip. Ia tau jika Gendis adalah anak orang berada