Dyandra terkejut setengah mati dengan jawaban itu. Akan tetapi, ia tidak ingin menjawab atau meladeni ucapan Skylar. Hati wanita tersebut masih terus berdebar kencang. Entah karena turbulensi yang membuatnya ketakutan, ataukah karena kenyataan bahwa ia baru saja berada sangat dekat dengan tubuh Skylar? Sesuatu yang terus menyesakkan dari peristiwa ini adalah … saat ia begitu ketakutan sewaktu turbulensi tadi, hal pertama yang terlintas di dalam batinnya adalah sosok Arka serta kenangan akan malam pertama mereka. Hamparan kelopak bunga mawar di atas ranjang beserta sebuah kalung berlian disiapkan Arka di kamar pengantin. Saat itu suaminya begitu lembut membelai tubuhnya dengan mesra. Berbagai kecupan dan cumbuan ia berikan sebelum keduanya menjadi satu dalam ikatan cinta. Kenangan inilah yang membuat air mata Dyandra sedikit tertumpah saat kepanikan melanda beberapa menit sebelumnya. Air mata yang kemudian dilihat oleh Skylar. Benarlah kata mereka, saat kematian dirasa begitu dek
Beberapa pekerja dan seorang lelaki tergopoh menghampiri saat mereka melihat Dyandra berjalan mendekati. “Selamat pagi, Bu Dyandra,” salam lelaki tersebut sedikit membungkuk dengan hormat. “Pagi, Pak Bondan,” jawab Dyandra tersenyum dan menganggukkan kepala. Skylar menatap pada Pak Bondan, demikian pula sebaliknya. “Oh ya, Skylar, ini Pak Bondan. Beliau adalah senior manajer di cabang ini,” ucap Dyandra memperkenalkan keduanya. “Skylar adalah … ehm … konsultan baru di pusat,” tutup Dyandra pada bab berkenalan mereka. Bingung hendak mengenalkan Skylar sebagai apa.Lelaki itu langsung mendelik mendengar ia disebut konsultan. “Sejak kapan aku jadi konsultan?” gerutunya protes sambil berbisik.Dyandra hanya mengangkat bahu dan menahan tawa. “Aku harus bilang apa? Bahwa kamu yang akan melakukan merger denganku? Kata-kata merger biasa membuat karyawan khawatir. Aku tidak mau menambah masalah mereka di situasi seperti sekarang ini,” jelas Dyandra diselingi terkekeh. Tak lama se
“Kamu gila, Skylar!” tukas Dyandra ketus. Ia semakin kesal karena sejak pagi sampai siang, lelaki berparas bak dewa di sebelahnya selalu menggoda. Namun, sesuatu terus menggelitik dalam tubuh. Mulai tidak ingin perasaan itu berhenti. Perasaan yang membuatnya semakin bingung dengan diri sendiri.Skylar tertawa melihat Dyandra cemberut. Ia berkata, “Ah, ayolah! Aku suka bergurau. Jangan terlalu serius,” jelasnya menyenggol siku Dyandra dengan sikunya sendiri. “Tersenyumlah supaya tetap cantik. Nanti kamu cepat berkeriput kalau jarang tersenyum,” ucapnya kembali bernada penuh rayuan. “Apa kata istrimu, kalau dia tahu kamu mengatakan aku cantik?” balas Dyandra memicingkan mata. Seketika itu wajah Skylar berubah. Matanya tajam menatap. Tidak ada lagi senyum di sana. Ia mendengus dan langsung berubah kembali dingin. “Jangan berbicara tentang istriku. Aku tidak suka.”Dyandra mulai membaca pola pada sikap Skylar. Sikapnya akan langsung berubah bila ia membahas masalah pernikahan. Seper
“Lelaki mesum! Sekali mesum, tetap saja mesum!” sentak Dyandra terus cemberut.“Tapi, meski aku mesum, kamu butuh aku, ‘kan?” tanggap Skylar menahan tawa. Wajah Dyandra salah tingkah baginya seperti sebuah hiburan.“Amit-amit! Kapan aku butuh kamu?”“Waktu di pesawat? Kamu peluk aku!”“Itu aku ketakutan!”“Ya, berarti butuh aku, ‘kan? Di saat kamu takut, kamu butuh kejantanan dan perlindungan dariku?” Skylar menaikkan kedua lengan ke atas. Membuat gerakan seperti seorang binaragawan. Membuat mata dan mulut Dyandra terbelalak lebar.“Kamu gila? Sudah! Aku tidak mau berdebat! Tunggu, aku ambil tas dulu!” Dyandra bersungut-sungut. ***Restoran mewah dengan segala menu terbaik menjadi pilihan mereka untuk makan siang. Semua ini tidak membuat Dyandra merasa lebih baik. Pikiran terus melayang pasa sosok Arka dan Cersey. Dibukanya ponsel, melihat apakah suaminya sedang online atau tidak. Ternyata, Arka sedang online. Kini, ia berganti melihat akun Cersey. Wanita perebut suaminya j
“Siapa? Siapa apa? Apa maksudmu?” Dyandra berusaha menutupi keberadaan Skylar. “Kamu sedang bersama orang laki, Dya? Heh? Jawab!” desak Arka mulai kalap. “Siapa lelaki yang di sampingmu? Aku tidak tuli!”“Ti-tidak! Aku sendiri!” Dyandra mencubit pinggang Skylar.“Aduh!” seru Skylar kaget karena merasa celekit kecil di pinggang. Ia melihat pada Dyandra yang sudah mendelik dan memberi kode untuk menutup mulut atau tologlah pergi menjauh. “Aku sendiri! Ini aku sedang menunggu taksi untuk kembali ke hotel!” Dyandra mengeraskan suaranya. Memperjelas pada Skylar agar mengerti situasi genting yang sedang terjadi.“Kamu bohong! Kamu bersama siapa? Jawab, Dya! Jawab!” Arka makin berteriak.“Aku sendiri!” kilah Dyandra tetap bersikeras. Menutupi keadaan yang sebenarnya.Skylar merasa serba salah. Ia memutuskan untuk membantu Dyandra, daripada wanita itu menangis lagi. Tombol untuk mematikan telepon ditekan olehnya. Mode silent juga ia aktifkan. “Awas kalau kamu sampai ada laki-laki l
Masih duduk berdampingan. Dyandra dan Skylar menundukkan wajah apabila tanpa sengaja bersilang pandang. Dyandra sampai berpikir apakah efek alkohol yang baru saja ia tenggak atau memang wajahnya menjadi panas akibat berdekatan dengan lelaki itu?“Sudah makan malam?” tanya Skylar lalu meminta menu makanan pada bartender.“Belum. Bangun tidur langsung mandi dan ke sini. Makan di sini saja setelah ini.”“Belum makan, tapi minum Kahlua? Awas mabuk, Dya!” ingat Skylar tertawa.“Seret saja aku ke atas kalau nanti mabuk.”Tertawa bersama. Berpikir malam ini mungkin malam paling rileks yang pernah mereka alami. Dyandra dengan beban Arka dan Cersey dalam pikirannya. Sementara Skylar dengan … entah ada apa dengan dia dan istrinya.Seorang wanita bertubuh tinggi dan seksi memasuki bar. Memakai tank top kulit berwarna hitam. Memamerkan sembulan dada yang besar. Kaki dibalut celana kulit ketat dan sepatu berhak sembilan sentimeter.Semua mata lelaki terpukau melihat keindahan alam di depan
Teman mengobrol yang asik ditambah masalah rumah tangga berat dan beberapa gelas alkohol memang pasangan paling serasi untuk membuat seseorang lupa diri.Begitu pula dengan Dyandra malam ini. Jevon membuatnya sangat nyaman. Mereka bergurau sepanjang malam hingga tawa tidak berhenti mengalir dari bibir merahnya.Wajah Jevon yang tampan dengan harum parfum maskulin makin menambah nikmat suasana berbincang. Satu hal yang tidak disadarin oleh Dyandra adalah berapa gelas minuman beralkohol yang sudah ia habiskan.Berbeda dengan Dyandra, Jevon sadar betul berapa gelas yang sudah dihabiskan. Membuatnya bertanya, “Sepertinya kamu sudah mabuk, Dya? Bagaimana kalau kita naik ke kamar agar kamu bisa istirahat?” Dyandra yang makin sulit untuk membuka mata dan berpikir jernih hanya bisa tertawa dan mengangguk saja. Sama sekali tidak peduli dengan sekitar dan apa yang mungkin terjadi pada dirinya dengan mengiyakan ajakn tersebut.“Berapa nomor kamarmu? Mana kunci hotelmu?” tanya Jevon lagi.
Suasana pagi ini menjadi sangat kacau. Dyandra menjerit sekeras mungkin dan menendangi Skylar hingga pemuda itu terjatuh dari ranjang.Mengamuk sampai mengancam akan melaporkan Skylar pada polisi. Dikira Dyandra, lelaki itu baru saja berbuat tidak senonoh padanya semalam. “Apa kamu sudah gila? Mau apa panggil polisi?” jengah Skylar bangkit dari atas karpet hotel sambil mengusap tulang ekor yang nyeri. “Kamu tiduri aku semalam saat aku mabuk! Iya, kan?” jerit Dyandra mulai menangis. Skylar tertegun. Lucu sekali! Batinnya tertawa. Dyandra menangisi sesuatu yang tidak terjadi. Bukannya menenangkan, Skylar justru semakin menggoda.“Ehm, bukankah semalam kamu yang memaksa aku agar jangan kembali ke kamarku?” celetuknya duduk di atas kasur. “Aku kira kamu memang menginginkan semua ini untuk terjadi?”Sedikit mendorong tubuh ke belakang agar bisa meletakkan punggung di sandaran ranjang. Menaikkan tangan, menekuk dan memposisikannya ke belakang kepala. Kaki ia silangkan di atas ranja