Share

Bab 4 - Kenapa Aku?

Happy Reading Semuanya!

Bad day saling bersinggungan dengan kesialan dalam hidupnya, ia masih tidak bisa menerima takdirnya. Bukan dambaannya menikah dan menjadi rahim pengganti dari kakak iparnya, ia tidak mau dan mendadak membenci dirinya sendiri karena tidak bisa begitu tegas.

Irene tampak termenung di taman belakang rumahnya. Keadaan rumahnya sangat kacau sekarang ini, karena masalah yang terus berdatangan di rumahnya. Meskipun jam sudah menunjukkan pukul 21.00 malam, ia tidak ada niatan untuk masuk ke dalam rumah atau apapun itu. Kepalanya masih terasa panas.

“Apa kamu mau tidur di luar? Udara malam semakin dingin,”

Tidak ada jawaban.

“Irene,” panggil lelaki yang kini berhadapan dengannya.

“Bisa tinggalkan saya sendirian!” suara itu tampak dingin.

“Kamu perlu bicara dengan saya,”

“Enggak ada yang perlu di bicarakan, pergi!” usir Irene.

Rangga tidak menghiraukan sang adik ipar saat ini, tentu saja ini menjadi hal yang buruk dan penuh kesialan yang dihadapi oleh Irene. Hampir 90 persen dari kehidupannya, semua di atur oleh orang tua dan kakaknya. Irene bekerja di kantornya karena suruhan, dan kuliah sesuai dengan keinginan kedua orang tuanya. Mungkin Irene menganggap dirinya sebagai anak pungut.

Apalagi saat ini Mira terus mendesak Irene untuk menikah dengannya, orang tuanya menyetujui untuk melakukan itu dan persetan dengan agama yang mereka anut.

“Irene,” panggil Rangga.

Rahang Irene tampak mengeras seakan tengah memikirkan sesuatu yang lain. Hubungannya dengan Risky tidak boleh kandas begitu saja, hanya lelaki itu yang mengerti dirinya dan begitupun sebaliknya. Semuanya hancur karena realita yang ia hadapi.

“Ini minum,”

Irene menatap gelas berisi teh susu buatan dari kakak iparnya, minuman ini kesukaannya tetapi kondisinya membuat Irene tidak tertarik. Tatapannya berpaling ke arah tanaman di depannya. Kepalanya saat ini sudah penuh dengan drama yang sedang terjadi.

“Saya tahu ini berat,”

“Sudah tahu berat pakai tanya segala,” gerutu Irene

“Apa kamu enggak bisa turuti saja kemauan dari Kakak kamu?” tanya Rangga.

Tawa sumbang dari Irene memecah suasana kaku pembicaraan mereka saat ini, “Jangan gila! Bukan cita-cita aku menjadi seorang yang mengorbankan dirinya untuk melakukan sesuatu yang seharusnya enggak aku lakukan. Apa kata orang kantor kalau berita ini tersebar nantinya? Lagian aku punya kekasih mapan dan cinta dengan tulus, kenapa aku harus mengorbankan diri aku sendiri demi keegoisan kalian? Dan lebih parahnya aku harus menjadi rahim pengganti? Sumpah ini bukan keinginan aku,” kilatan marah terlihat sangat jelas disana.

Rangga paham tentang Irene saat ini, sangat mengerti. Lelaki dengan wajah tampan itu hanya menghela napasnya pelan sembari mengamati Irene dan wajah frustasinya. Tingkat frustasi Irene sepertinya sudah melebihi rata-rata sampai bisa ia lihat dengan sangat jelas disana dan membuatnya tidak bisa berkutik apapun.

“Kamu tahu alasan Mas pada akhirnya mengikuti semua keinginan Mami dan Kakak Kamu?” Irene menatap Rangga di sebelahnya tidak mengerti.

Apakah hal seperti ini harus di jelaskan? Buktinya sudah ada di depan mata.

“Karena Mas mata keranjang, sana sini mau! Terus enggak punya pendirian, tukang selingkuh. Double paket komplit,” ejek Irene.

Rangga menyesap teh buatannya dan menatap amarah perempuan muda di sebelahnya itu. Tarik nafas dan hembuskan. Bukan ini solusi untuk menghadapi orang yang sedang emosi.

“Bukan itu,” ucap Rangga lembut.

Bohong kalau Irene bisa menyembunyikan kesedihannya sekarang ini, gadis berusia 23 tahun itu tampak murung dan tidak tertarik dengan perkataan dari kakak ipar yang berada di sebelahnya. saat ini di dalam pikirannya hanya kekasihnya dan tidak ada yang lain.

Irene menekuk kakinya dan memeluknya, menyandarkan dagunya tepat diatas dengkulnya sendiri.  Posisi seperti ini adalah tempat ternyaman untuk memikirkan segala macam kehidupan.

“Mami sama Papi sudah semakin tua, dari dulu yang diharapkan dari sebuah pernikahan adalah cucu. Mami menyukai anak kecil dan berharap untuk saya segera memiliki anak tapi kenyataan hari ini adalah fakta yang seperti itu. Jadi...” ucapan Rangga tampak menggantung.

“Jadi alasannya enggak aku bisa terima, kalau Mami nya Mas memang menyukai anak kecil. Kenapa enggak tinggal di panti asuhan saja dan mengurus mereka? Atau bisa adopsi satu atau lima anak sekaligus untuk di rawat di rumah. Kenapa harus aku yang mengorbankan semuanya?” Irene tidak bisa membendung perasannya lagi.

Tatapan matanya mengarah pada Rangga yang kini lebih banyak diam, “Hubungan aku sama Mas Risky bukan hubungan main-main, aku juga mau serius sama dia! Cuman waktunya saja yang belum tepat. Mas Risky masih harus banyak dinas agar naik pangkat dan enggak perlu jauh dari aku,” lanjut Irene membuat Rangga menarik nafasnya pelan mendengar penuturan dari adik iparnya itu.

Keduanya terdiam membiarkan jam terus berdenting pelan, dan menunjukkan perubahan waktu yang semakin malam. Rangga harus membuat Irene mau melakukannya.

“Irene, kamu bisa enggak sih menuruti permintaan kakak kamu? Hanya menjadi seorang rahim pengganti, mas janji satu anak saja cukup.”

Irene menggeleng mendengar perkataan dari Rangga barusan, sudah paket komplit sekali ia menghadapi orang gila seperti dia.

“Kenapa aku yang harus berkorban dalam masalah kalian? Mas paham enggak sih jadi aku? Pinjam rahim? Memangnya rahim aku koperasi sampai simpan pinjam? Jangan gila! Mas cari perempuan lain saja untuk melakukan ini! kenapa harus aku? Ada milyaran perempuan di dunia ini,” nada suara marah terdengar disana.

“Mas enggak bisa melakukan itu karena kamu yang paling bisa di percaya Irene,” ucap Rangga sembari berlutut di hadapan perempuan yang menjadi adik iparnya itu.

Jadi Rangga juga putus asa, ia sudah tidak bisa berpikiran jernih lagi untuk membujuk Irene. Kakak dari gadis yang tengah menangis di sebelahnya terus menyuruhnya ikut mendesak agar ingin menikah dengannya dengan dalih konyol seperti memperbaiki kelakuan Irene.

“Irene, saya mencintai kamu.”

Raut wajah kecewa terlihat sangat jelas disana, apa ini? Mendadak menyatakan cinta. Sangat konyol dan sukar untuk dipahami olehnya, pembicaraan gila apa yang sedang berlangsung saat ini.

“Irene Karina Mardiana,  ayo menikah dengan saya dengan dalih mengabulkan permintaan Kakak kamu. Sungguh sebenarnya saya mencintai kamu sebelum saya bertemu dengan kakak kamu, saya akan mencintai dan menyayangi kamu setulus hati saya.”

Omong kosong macam apa ini. Dasar orang gila!

Irene menampar wajah tampan dari lelaki di depannya itu dengan rahang mengeras menahan marah dan murkanya. Sepertinya dunia memang tidak waras lagi dan Kkaka iparnya yang ia anggap sedikit normal kini sudah sama tidak warasnya dengan Mira, kenapa di keluarga ini tidak ada yang berpihak pada dirinya sama sekali.

Bunuh saja dirinya jika harus mengurusi kehidupan pelik seperti ini, siapa yang menikah dengan lelaki seperti Rangga. Siapa yang ingin melakukan itu?

To be continued...

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status