Berbulan-bulan mereka pergi. Tidak ada satu pun yang mencari mereka. Hidup mereka seakan terasa indah. Dosa yang mereka lakukan selama ini, seolah tidak berarti apa-apa.
Mereka pergi ke wilayah yang sangat terpencil. Hanya Albert yang tahu tempat itu, karena Albert sudah sering pergi ke banyak wilayah selama ikut berperang.
Perut Maria semakin membesar. Albert semakin protective menjaga Maria dan juga calon anaknya. Penelitian yang menjadi tujuan dalam hidup Maria, masih di kerjakannya bersama Albert. Dan penelitian itu sudah hampir selasai, hanya tinggal uji coba saja.
“Aku tidak ingin kau pergi, Maria.” Albert tidak berdaya melihat Maria yang menangis seperti itu.“Nyawa kalian lebih berharga. Tolong jaga Stevani dengan baik,” ucap Maria.“Kau sudah memberinya nama tanpa seijinku, Maria,” Albert tertawa kecil. Egonya runtuh begitu saja.Dia saja belum memikirkan untuk memeberi nama anaknya. Tapi Maria dengan spontan langsung memberi nama. Maria ikut tertawa. Semua itu tidak luput dari perhatian Darren.“Mari kita pergi sekarang! Ucapan selamat tinggalnya sudah cukup!”Darren menatap keduanya dengan dingin. Dia langsung menarik tangan Maria untuk mengikutinya. Albert mengikuti dari belakang. Tatapannya tetap tertuju ke arah Maria.Maria berjalan terseok-seok. Dia masih merasakan ngilu akibat melahirkan anaknya. Namun dia menahannya. Sesekali dia meringis kecil. Darren yang menyadarinya dengan cepat mengendong Maria. Dan Maria yang kaget langsung mengalungkan
Tergambar dengan jelas di mata Maria. Anak kecil yang ada di dekapan seorang wanita setengah baya, membuat jantungnya berdetak dengan cepat. Senyumnya terukir jelas. Darren menyaksikan hal itu tanpa terusik sedikitpun. Dengan ke hadiran Stevani, Darren berharap bisa mendapatkan Maria seutuhnya. Bayi itu bergerak tidak tenang, dia mulai menangis dengan sangat kencang. Maria yang ingin menenangkannya dan menggendongnya, langsung di halangi oleh Darran.“Kau tidak perlu mengurusnya. Ada pelayan yang akan melakukan itu un
Selama di rumahnya Maria merawat bayinya sebaik mungkin. Sebentar lagi dia akan kembali ke kediaman Darren. Jika bisa memilih, dia lebih senang tinggal di rumahnya dengan orang tua dan juga Albert.Sekarang dia seperti tidak memiliki pilihan. Semuanya sudah di atur, untuk melindungi orang-orang yang di sayanginya Maria harus bisa melepaskan kenyamanan itu.“Stev, selama Mommy tidak di sini, kau jangan nakal ya. Jangan membuat Ayahmu susah, oke!” Maria mengajak ngobrol bayinya.Dia sangat senang melihat wajah Stevani yang tenang. Kadang wajah itu menggemaskan. Sayang untuk beberapa waktu, dia tidak akan bisa melihat wajah anaknya.Albert menghampiri Maria yang sedang berada di taman. Dia sangat merindukannya. Semua yang ada pada Maria sangat dia rindukan. Senyumannya, gerak-geriknya, sikap lembutnya.Di peluknya tubuh itu dari belakang. Maria menegang, namun tidak mencoba untuk lepas dari pelukan itu. Dia tahu wangi itu adalah wangi dari
Persiapan pernikahan sudah semakin matang. Maria semakin melancarkan rencananya. Penjahat yang sewaktu itu di jadikan objek penelitian sudah semakin membaik. Dia sudah bisa mengendalikan dirinya sendiri. Hanya tinggal mengujinya di luaran. Darren yang masih sibuk dengan persiapan pernikahan, belum mengetahui tentang orang yang menjadi objek penelitian Maria untuk mengancam hidupnya. beberapa hari Maria tidak keluar dari tempat penelitiannya. Dia juga melarang semua orang memasuki tempatnya. Termasuk Darren yang ingin melihat wajah Maria.
Hari yang paling di tunggu oleh Darren datang juga. Semua hal untuk pesta pernikahannya bersama Maria sudah di buat semewah mungkin. Namun Maria tidak pernah sekali pun menanyakan segala persiapan untuk pernikahannya. Tidak masalah untuk Darren, yang penting Maria tetap berada di sisinya.Pesta pernikahan di adakan di rumahnya. Hanya untuk berjaga – jaga, agar tidak ada kejadian buruk yang menimpanya atau pun Maria. Semua ke mungkinan yang akan menghambat prosesi acara, sudah di pertimbangkannya.Penjagaan di luar rumahnya jangan di tanya lagi. Darren khusus menambah penjagaan besar – besaran hanya untuk acara pernikahannya. Walau pun acara itu hanya untuk satu hari satu malam saja.Orang tua Maria dan Darren sudah datang dan duduk di meja terdepan yang sudah di tata serapih mungkin. Tamu undangan dari bangsawan sampai pemimpin daerah tetangga sudah mulai berdatangan.Darren yang sudah siap sejak tadi, tidak dapat merasa tenang. Dia takut ada
“Kau bisa mencobanya,” ucap Maria. Perlahan dia mengusap leher Darren lalu ke dahinya. Menelusuri urat yang menghitam.Darren belum menyadari yang terjadi kepada Maria. Dia memandangnya dengan tatapan memohon. Memohon agar rasa panas itu di hilangkan saja.Darren melihat bola mata Maria yang berubah, dia hanya berpikir itu adalah reaksi dari penelitian yang Maria lakukan kepadanya.“Kau boleh mencobanya!” perintah Maria, namun matanya tertuju kepada beberapa tamu yang ada di lantai bawah. Dagu Maria menunjuk ke lantai bawah.Darren tidak menjawab, pikirannya sudah buntu. Di pikirannya hanya ada pertanyaan bagaimana mengendalikan dirinya yang mulai bereaksi sendiri.“Pergilah,” ucap Maria lagi. mendorong perlahan agar Darren segera turun dari lantai atas.Insting Darren langsung tertuju kepada salah seorang perempuan di dekatnya. Dia bisa mencium bau amis dari dirinya. Darren terus menatapnya dengan l
Semakin hari keadaan semakin memburuk. Orang yang Maria rubah menjadi drakula mulai berulah. Lebih parah dari Darren yang sudah bisa mengontrol dirinya sendiri.Kadang mereka bisa sewenang-wenang kepada manusia. Bahkan ada beberapa keluarga bangsawan yang menjadikan manusia sebagai kantong darah, di beri makan dengan layak, kamar yang nyaman. Lalu di ambil darahnya.“Darren, apa kau sudah puas?” tanya Maria.“Apa maksudmu?” Dar
Pikiran Maria sudah di penuhi oleh rencana. Saat ini, kehidupan manusia di pertaruhkan. Sedangkan Maria sendiri tidak di ijinkan untuk memasuki ruang penelitiannya. Dia ingin menghentikan semua ini. Bagaimana caranya?Maria mengeluarkan sebuah photo yang selalu dia simpan. Photo Albert, kenangan terakhirnya bersama Albert. Ketika dia kebingungan dia akan memandang photo itu dan berbicara sendiri, layaknya dia mengobrol dengan Albert.“Albert, apa yang harus aku lakukan? beri aku jawaban Albert,” racau Maria tidak karuan.Pintu kamarnya terbuka, Darren melangkah mendekati Maria. Darren membaringkan kepalanya di pangkuan Maria. dia menatap wajah Maria yang juga sedang menatapnya.“Kau masih kesal? Apa kau ingin jalan – jalan?” tanya Darren dengan suara lembut. dia mengusap wajah Maria.“Jika aku mau, aku akan jalan – jalan sendiri.” Wajah acuh Maria masih terpasang. Tidak ada senyum yang biasanya menghi