“Kenapa Oliver belum pulang? Tadi di kantor, sekretarisnya bilang Oliver pulang lebih awal? Tapi kenapa malah dia tidak ada di mansion-nya?” Shania mencerca sang pelayan untuk segera menjawab pertanyaannya. Nadanya menuntut agar sang pelayan segera menjawab pertanyaannyaSaat ini Shania berada di mansion Oliver. Sebelum mendatangi mansion calon suaminya itu; Shania sempat mendatangi kantor Oliver, namun hasil yang Shania dapatkan adalah Oliver tidak ada di kantornya. Sekretaris calon suami mengatakan bahwa Oliver pulang lebih awal. Tapi ketika Shania mendatangi mansion Oliver—kenyataan yang didapatkan adalah Oliver belum juga pulang.“Nona Shania, Tuan Oliver belum pulang. Lebih baik Anda menghubungi beliau, Nona. Mungkin Tuan Oliver menemui client-nya,” ujar sang pelayan memberikan saran untuk Shania. Tujuan utamanya agar Shania tak merasakan kelelahan menunggu Oliver terlalu lama. Shania mengembuskan napas kesal dan jengkel. “Oliver tidak menjawab teleponku! Itu kenapa aku langsun
“Shawn, terima kasih banyak sudah membantuku. Jika saja tadi malam kau tidak ada, aku tidak tahu bagaimana dengan nasibku.” Nicole menatap Shawn dengan tatapan penuh rasa terima kasih. Sungguh, wanita itu tak bisa membayangkan apa yang terjadi padanya, jika sampai Shawn tidak datang tepat waktu.Ya, di kala pagi menyapa, Nicole mendapati Shawn ada di kamar hotelnya. Ingatan Nicole pun tergali akan kejadian tadi malam. Kejadian di mana dirinya hampir menjadi korban kejahatan. Beruntung, semesta masih baik pada Nicole dengan mengirimkan Shawn. Andai tak ada Shawn, dia tak tahu bagaimana nasibnya sekarang.“Kenapa kau keluar malam sendiri, Nicole? Banyak sekali bahaya keluar malam sendirian. Jika kau bosan di kamar, harusnya kau menghubungiku. Jangan pergi sendirian seperti tadi malam.” Shawn memberikan peringatan tegas pada Nicole. Kilat mata Shawn dingin dan penuh penekanan. Shawn bukan marah, tapi dia khawatir terjadi sesuatu hal buruk pada Nicole.Nicole mendesah pelan. Kali ini, dia
Pesawat mengudara jauh dari permukaan bumi. Awan-awan cerah mengumpul menjadi satu. Cauca benar-benar sangat cerah dan indah. Namun, sayangnya raut wajah Nicole menunjukan jelas kemarahan, tak sesuai dengan cuaca yang mendukung.Bagaimana tidak? Nicole kini berada di dalam pesawat pribadi milik Oliver. Berbagai umpatan dan makian lolos di bibir Nicole. Bisa-bisanya, Oliver menculiknya. Untuk pertama kalinya, Nicole terbang ke luar negeri tanpa persiapan apa pun. Itu memang sama saja dengan penculikan.“Oliver! Kenapa kau ingin membawaku ke Boston!” seru Nicole dengan tatapan yang begitu tajam pada Oliver. Oliver tak mengindahkan ucapan Nicole. Pria itu memilih untuk diam.“Oliver!” bentak Nicole keras.“Bisakah kau diam, Nicole!” sentak Oliver begitu kencang. Mata Nicole menatap tajam Oliver. “Kau sudah gila! Kau membawaku keluar negeri tanpa izin sama sekali dariku!”“Aku tidak memerlukan izin untuk membawamu pergi.”“Gila! Kau menculikku, Oliver!”“Tidak akan ada orang yang perca
Nicole bergeming di tempatnya tak mengatakan sepatah kata pun, di kala mendengar apa yang dikatakan oleh Oliver. Sepasang iris mata silver Nicole masih memerah, akibat tangisnya tadi. Seperti luka yang tersiram alkohol, begitu perih dan menyakitkan.Ruang kamar megah itu sunyi, tak ada suara apa pun di sana. Hanya tatapan yang saling menatap dalam satu sama lain. Tatapan yang memiliki jutaan arti yang sulit untuk diungkapkan oleh kata. Keheningan membentang di kala pengakuan Oliver begitu lantang dan keras. Sebuah kata ‘Cinta’ yang Oliver ucap, bagaikan pedang yang menusuk jantung Nicole. Sayangnya pengakuan itu tak membuat hati Nicole berbunga-bunga, melainkan kepedihan yang tak berujung. Air mata Nicole mulai kembali menetes jatuh. Dia melangkah mundur menjauh dari Oliver. Semua kata-kata Oliver yang terucap teramat membuatnya sakit. Kepingan memori masa lalu kembali muncul dalam ingatannya.“Berhenti membual, Oliver! Aku tidak mau mendengar ucapan dusta keluar dari mulutmu. Jang
Keheningan kembali membentang di kala Oliver mengungkapkan apa yang telah terjadi. Lagi dan lagi, Nicole terdiam tanpa mengatakan sepatah kata pun. Hati Nicole bergetar tersentuh akan ucapan Oliver, namun tidak dengan pikiran Nicole yang seolah memberikan penolakan keras. Bagi Nicole, semua tetap omong kosong.Nicole mengingat jelas bagaimana Oliver menghancurkan hidupnya sembilan tahun lalu. Dulu dia hanyalah gadis bodoh yang mudah diperdaya. Tapi sekarang, Nicole tidak mau lagi diperdaya. Dia tak sebodoh dan sepolos dulu.“Kau bohong. Kau pasti berbohong!” seru Nicole dengan nada tinggi.Oliver mengumpat kasar. “Untuk apa aku berbohong, Nicole! Apa untungnya aku berbohong padamu?! Aku dan Shania menjalin hubungan baru beberapa bulan. Aku memiliki kesepakatan dengannya untuk menikah. Saat itu, dokter memberikan saran padaku untuk membuka hatiku pada wanita lain! Sedangkan aku kesulitan membuka hatiku! Aku juga tidak mau dijodohkan! Alasan aku memilih Shania, karena aku yakin dia tida
Bibir Oliver mengisap bibir Nicole atas dan bawah bergantian. Pagutan itu tercipta begitu liar dan agresif. Tampak Nicole berusaha berontak sekuat tenaga, namun sayangnya tetap saja tidak menuaikan hasil apa pun. Dengan tangan yang terikat dan tubuh yang ditindih Oliver; dia tak memiliki tenaga yang kuat untuk lepas dari jerat Oliver.“Oliver, lepaskan aku!” Nicole mulai bersuara di sela-sela, pagutan itu. Meski susah payah, tapi tetap Nicole berjuang untuk lepas.Oliver tak mengindahkan penolakan Nicole. Pria itu kian melumat bibir Nicole dengan begitu liar. Oliver menggigit bibir bawah Nicole, hingga membuatnya merintih perih dan membuka mulutnya. Tak ingin menyia-nyiakan kesempatan—lidah Oliver mendesak masuk membelai langit-langit mulut Nicole.“Oliver—” Napas Nicole terengah-engah di kala Oliver menciumnya dengan hebat. Tubuh Nicole lemas, akibat kelelahan terlalu banyak berontak. Nicole tak berdaya. Akhirnya, dia pun tak lagi berontak.Oliver melepaskan pagutan itu, dan membelai
Nicole menggeliat terbangun dari tidurnya. Aroma makanan menyeruak ke indra penciumannya, membuatnya langsung terbangun. Detik di mana mata Nicole terbuka—dia mengendarkan pandangan ke sekitar—dan menyadari dirinya berada di apartemen milik Oliver yang ada di Boston.Ingatan Nicole telah tergali semuanya tentang dirinya diculik oleh Oliver. Bahkan, dia terbangun di pagi hari hanya memakai kemeja milik Oliver yang berukuran besar di tubuhnya. Tak mungkin Nicole memakai kembali dress-nya yang telah robek, akibat ulah Oliver.“Nona, silakan sarapan dulu,” ucap sang pelayan sopan pada Nicole.“Aku tidak lapar. Pergilah. Jangan ganggu aku,” tukas Nicole datar meminta pelayan untuk segera pergi.“Nona, tapi Tuan Oliver meminta Anda untuk sarapan. Beliau tidak ingin Anda terlambat srapan,” ujar sang pelayan sopan, berusaha membujuk Nicole agar mau sarapan.“Pergilah. Selesaikan pekerjaanmu yang lain.” Oliver masuk, menginterupsi percakapan antara pelayan dan Nicole.“Tuan.” Pelayan itu menun
Embusan angin menerpa membuat dedaunan terjatuh. Cuaca menyejukan dan begitu indah membuat tatapan Nicole sedikit melembut di tengah-tengah rasa kesal tertahan. Ya, Nicole kini berada di Boston Charles River bersama dengan Oliver.Nicole tak mengira kalau Oliver membawanya ke Boston Charles River. Entah apa tujuan pria itu membawanya ke sungai indah yang ada di Massachusetts. Dia ingin sekali kembali ke London, namun semua itu tidak mungkin karena Oliver selalu mencegahnya.“Kenapa kau membawaku ke sini, Oliver?” tanya Nicole dengan tatapan lurus ke depan, menatap hamparan sungai luas. Sebentar lagi, matahari akan tenggelam.“Tempat ini menjadi tempat favorite-ku setiap aku pulang kuliah. Dulu, aku sempat berpikir kau akan mengambil kuliah di Harvard. Tapi ternyata, apa yang aku pikirkan salah. Kau benar-benar menjauh dariku.” Oliver mengalihkan pandangannya, menatap Nicole dengan tatapan bermakna dalam.“Harvard bukanlah pilihanku. Aku ingat kau ingin meneruskan perusahaan firma huku