Rumor kepulangan sang pangeran yang kembali dengan selamat ke ibukota, telah merebak ke penjuru wilayah kerajaan.
Semuanya bermula dari desa kecil di dekat perbatasan negara, … yang berada di bawah naungan pengawasan Marquess, merambat ke pedesaan, kota kecil, dan kota-kota besar, … sampai akhirnya terdengar ke ibukota.
Rumornya, memang banyak dibicarakan orang-orang. Akan tetapi, tidak terlalu dihiraukan sampai dihebohkan, seperti rumor tentangnya saat ia menghilang di tengah kompetisi perburuan, … bersama dengan gosip ditangkapnya Marquess of Eiren, akibat telah berlaku lancang dengan menodongkan pedang miliknya, ke leher sang Raja.
Pulang dengan menaiki kereta kuda, Lancient dan Fennel sampai ke istana, tepat di waktu yang telah memasuki senja.
Segera saja si pemuda berambut pirang itu langsung membersihkan diri dan merawat luka pada bahu yang telah mengering, juga tak lupa untuk memakai pakaian keseharian
“Halo? Masih belum tidur, kan?""…?""Kenapa kau terlihat tak merasa senang sama sekali?”Sang pangeran berambut merah, si Ruffin Cailean Edelhert itu, … melambai-lambaikan tangannya ke arah di mana muka Lancient yang tampak termenung, di mana kini di pangeran pirang itu mulai memandanginya dengan tatapan heran.“Haruskah aku merasa bahagia?” tanya balik Lancient, yang justru malah berhasil membuat Ruffin menjadi bingung sendiri.Akan tetapi, tak lama kemudian, … Ruffin mulai memecahkan keheningan kamar ini lagi, dengan cara pungah berujar, disertai menyombongkan diri.“Tentu! Harus!” tukasnya pasti, sembari mengibaskan ekor rambut merah panjang kebanggaannya, “Karena aku, Master Ruffin Cailean Edelhert, yang sangat hebat ini, … akan secara langsung mengajarimu dan juga melatihm
“Master, aku sudah menunggumu dari tadi! Kenapa kau baru datang sekarang?! Kupikir, kau akan menunda kembali bualanmu tentang melatihku.”“Ya maaf.”Ruffin yang baru saja memasuki lapangan luas tempat pelatihan pedang di dekat istana kediaman Lancient itu, tampak seperti seseorang yang sudah melakukan suatu hal buruk.“Ke mana Fennel?” tanya Lancient sembari melonggok-longgokan kepalanya, mencari keberadaan si pemuda berambut ebony yang biasanya akan selalu mengikutinya, kemanapun ia menuju.“Oh, soal itu, ….” menghampiri Lancient dengan menggantungkan kalimatnya, Ruffin mengambil satu pedang kayu yang tersedia di dekat pangeran pirang itu, dengan lengan yang telah lengkap dibalut oleh sarung tangan hitam favoritnya, “… Aku telah menyingkirkannya,” sambungnya berujar dengan enteng.“Me-menyingkirkanny
“Senjata yang terbuat dari Mana-nya sendiri, adalah keahlian istimewa untuk seseorang yang memiliki banyak Mana dan banyak kepandaian dalam hal mengendalikannya, sampai bisa memiliki Mana sihir berpangkat tinggi.”Seakan-akan telah lihai dalam hal mengendalikan Mana sihir, dengan mudah … Ruffin mengubah bentuk dari pedang bara api miliknya, menjadi bentuk senjata lain yang ia ingin tunjukkan. Seperti busur panah, tombak, pecut rantai, kapak, gada, dan trisula.Namun, senjata yang paling ia banggakan dalam memamerkannya, dan mengatakan kepada Lancient bahwa itu adalah senjata kesukaannya, … adalah sebuah celurit setinggi bahu, bermatakan dua mata senjata saling bertolak belakang, dengan ujungnya yang sangat-sangat tajam.“Tidak sebarang orang bisa melakukan sihir tingkat tinggi. Hanya orang-orang yang pemilik Mana bawaan yang melimpah banyak, atau orang pemilik sedikit energi Mana namun bisa mengon
“Aku tak mau pergi.”“Kenapa tidak mau pergi?”Ruffin yang selalu muncul di mana saja, dan dalam waktu yang kapan saja itu, sudah membuat Lancient tak merasa aneh lagi.Padahal, sudah sedari habis mandi sore tadi, Lancient jelas-jelas berada di ruangan tempatnya belajar secara sendirian. Eh sekarang, malah mendadak ada suara orang yang sudah dipastikan kalau itu adalah Ruffin seorang, dibalik dinding di bawah jendela luar.“Ibumu, sang Ratu, … telah mengundangmu untuk makan malam bersama secara khusus loh,”Mendengar suara benda terbuka yang berbunyi dengan cara berderit itu, menjadikan Lancient langsung kembali menegakkan punggungnya dan duduk dengan benar, bersama kepala pirangnya yang sudah ia tolehkan ke arah asal suara.Ruffin, yang merasa telah terpergok saat memasuki ruangan belajar Lancient dari luar, lewat jalur jendela itu &hell
Di waktu sore, selepas Lancient tak jadi menemui Zelvin pada pagi hari tadi, … yang kini sedang disibukkan dengan belajar membaca dan menulis sejak dini ini, … telah diundang oleh si kakak berambut pirangnya itu, untuk segera hadir ke pesta minum teh kecil, yang tengah diadakan oleh gadis yang bertunangan secara politik dengan sang kakak.-“Salam, Your Highness, … the second Prince of Aethelred. Saya, Jihan Bentala Van Camerine, menyapa bintang kecil kerajaan Aethelred yang mulia ini.”-Seorang gadis berambut putih keperakan, lengkap dengan mata uniknya yang bermanik putih bening, … sebening es kristal, … menyapa Lancient yang berada di balik kaki jenjang Zelvin, dengan sapaan yang penuh akan sifat mengagungkan.Bersembunyi dengan wajah yang merona malu, Lancient segera membalas sapaan dari gadis itu, … dengan balasan yang tak kalah sopan.-“Salam u
//Kepada Adikku yang tersayang, Lancient Re Aethelred.Sudah seminggu berlalu semenjak Kakak meninggalkan kastel, bukan? Akan tetapi, dalam waktu seminggu ini, Kakak justru baru sampai ke kamp militer yang didirikan oleh Duke Gracious, … yang bertempatkan dekat dengan perbatasan, antara kerajaan Camerine dan Aethelred.Begitu malam tiba, kami semua memutuskan untuk bergiliran saling berjaga. Tatkala yang lain tidur, maka sebagian lainnya pula mengawasi kondisi di sekitar.Ah, sayang sekali. Di waktu musim panas yang berhawa gerah ini, Kakak harus jauh darimu.Padahal, Kakak ingin menghabiskan waktu musim panas kali ini dengan melatihmu berbagai hal.Terutama, berlatih menggunakan pedang.Namun, sepertinya, Kak Zeze rasa … tidak perlu terlalu mengkhawatirkannya.Ada Fennel yang akan selalu berada di sana, bersama-sama denganmu dan menemanimu dari kedekatan.
-“Kematian, tak akan pernah bisa dipisahkan dari yang namanya kehidupan. Tak ada yang namanya hidup, jika tak ada mati. Dan tak akan ada yang namanya mati, kalau kita tak merasakan terlebih dahulu yang namanya hidup.”-Memakai pakaian berkabung yang memiliki warna serba hitam, di tengah-tengah kedua orang tuanya yang sama-sama berdiri di hadapan peti mati mendiang sang kakak tertua, … Lancient memperhatikan betul-betul penampilan terakhir dari Zelvin yang ditunjukkan kepadanya, sembari mendengarkan dengan khidmat apa yang diceramahkan oleh sang pemuka agama.-“Kematian, adalah sebuah takdir terakhir yang akan diterima oleh manusia, dari Tuhan yang maha kuasa, … setelah beberapa takdir besar lain yang telah kita terima sebelumnya. Kelahiran, kepangkatan, kekayaan, kekuasaan, kecintaan, keberhasilan, yang kemudian diakhiri oleh kematian, … sebagai penutupnya.”-Di peti mati yang memiliki pahatan-pahatan khusus di sekeliling, dan juga disimpani oleh banyaknya rangkaian berpuluh-puluh tan
-“Iri?" Memandangi Lancient dengan pandangan yang tampak mengkhawatirkan, Aira melontarkan beberapa patah kalimat tanya. “Iri kenapa? Karena apa? Dan … kepada siapa?”--“Hanya, ….” Lancient menundukkan wajahnya akibat dari tak berani-beraninya menatap Aira secara langsung. Meski demikian, ia menetapkan diri untuk bergumam, “… Aku merasa iri dengan teman-teman yang mendapatkan sebuah surat dari orang yang mereka sayang, atau juga orang yang menyayangi mereka.”--“Ah~”--“Menyedihkan, bukan? Aku merasa iri terhadap hal kecil, sampai-sampai membuatku menjadi bersifat kekanak-kanakan.”-Menghibur Lancient dengan cara menyenggol lengan yang diselingi oleh senyuman menawan, Aira berkata ria, -“Hei, apa salahnya bersikap kekanak-kanakan? Kita kan memang masih kanak-kanak.”-Menurut Aira, usia dua belas tahun itu masih termasuk ke dalam kriteria anak-anak.Jadi, tidak ada salahnya juga kan, … untuk Lancient yang diharuskan bersikap lebih dewasa dibandingkan usia sebenarnya, … supaya bisa lebi