Bola api yang menggabungkan tiga elemen, tanah, api, dan udara itu melesat dengan kecepatan tinggi, menerjang dinding langit yang dipanggil oleh Dewa Indra. Sinar-sinar cahaya memancar dari bola api tersebut, seakan mengejar setiap sudut kegelapan yang ada di sekelilingnya.Saat bola api tiga elemen itu menabrak dinding langit, suara benturan keras menggema, seolah mengguncang seluruh dunia. Dinding langit yang sebelumnya dianggap sebagai pertahanan terkuat Dewa Indra, kini hancur luluh lantak. Satu demi satu, bagian dinding tersebut hancur berkeping-keping, menghasilkan debu dan asap yang mengepul di udara.Tak ada yang menyangka bahwa sihir gabungan tiga elemen ini bisa menghasilkan kekuatan yang begitu dahsyat.Bahkan Dewa Indra sendiri terkejut dengan kehancuran yang ditimbulkan oleh sihir bola api tersebut. Dia merasa pertahanannya yang selama ini diyakini tak tertembus kini telah runtuh di hadapannya.Sedangkan para pengguna sihir yang berhasil menciptakan bola api gabungan ini,
"Baruna...." Mata Ankara dan rekan-rekannya terbelalak melihat pemandangan di depan mereka. Baruna, yang tiba-tiba menghilang, sekarang tak bisa berbuat apa-apa. "Bukankah itu Pedang Naga?" tanya Surya, tidak menyadari bahwa Alagar telah membuktikan kekuatan tersembunyinya. "Bagaimana mungkin dia bisa memilikinya?" timpal Arka terkejut dan bingung."Siapa sangka, sosok yang kita anggap remeh selama ini ternyata punya kekuatan luar biasa!" ujar Brata menggelengkan kepala tak percaya.Ankara mengepalkan tangannya erat, berusaha meredam kekagetan dan kekhawatirannya. Ia melirik ke rekan-rekannya yang juga tampak gugup, mereka saling bertukar pandang penuh kecemasan. Mereka merasa sangat waspada pada Alagar, bahkan hawa dingin yang menyelimuti tubuh mereka membuat mereka merinding."Mungkinkah kita tidak bisa melenyapkan, Alagar?" bisik Brata. Namun tak ada yang berani menjawab. Semuanya terpaku pada sosok Alagar yang kini berdiri dengan gagahnya, menatap pedang Naga setelah menyegel t
Pertarungan dahsyat terjadi di langit ketika Indra, bergabung dalam peperangan. Dia datang untuk membantu Yama dan Yami, Dewa dan Dewi kematian yang sedang menghadapi Ankara, Brata, dan Surya, bawahan Dewa Matahari. Awan hitam menyelimuti langit, menandakan kehadiran Indra yang membawa petirnya yang mengerikan.Indra menggerakkan tangannya, menciptakan petir yang menyambar ke arah Ankara, Brata, dan Surya. Yama dan Yami berdiri di samping Indra, bersiap menghantam lawan dengan senjata maut mereka. Ankara, Brata, dan Surya tidak gentar, mereka mengeluarkan aura cahaya yang menyilaukan dari tubuh mereka, menghadapi serangan Indra dengan keberanian.Ketegangan semakin meningkat, ketika Ankara mengangkat tabgannya, mengirimkan gelombang energi angin yang kuat ke arah Yama.Yama dengan sigap menghindar, dan Yami melompat ke udara, mencoba menyerang Ankara dari atas. Sementara itu, Brata dan Surya berfokus pada Indra, mencoba melumpuhkan Dewa petir dengan serangan cahaya yang membara.Indra
Empat monster magma yang keluar dari Cincin Ankara meraung keras, memecahkan kesunyian di medan pertempuran. Tubuh mereka terbuat dari lava yang menggelegak, membuat udara di sekitar mereka menjadi panas dan menyengat. Mata mereka yang berwarna merah menyala menunjukkan keganasan yang tak terkendali.Tanpa ragu, mereka langsung menyerang Dewa Indra, Yama, dan Yami yang tengah bersiap menghadapi serangan.Indra mengeluarkan senjatanya, Vajra, siap melawan serangan monster-monster tersebut. Yama dan Yami juga bersiap dengan senjata masing-masing, sabit besar yang tidak pernah lepas dari genggaman mereka.Tiba-tiba, keempat monster tersebut melepaskan serangan semburan lava yang melesat dengan cepat ke arah ketiga dewa. Serangan itu sangat kuat, sehingga membuat langit berkobar api dan mengeluarkan asap. Indra, Yama, dan Yami berusaha menghindar, namun serangan itu terlalu cepat untuk dihindari.Indra mengayunkan Vajra-nya, menghasilkan petir yang menyambar ke arah monster magma, namun l
Alagar kembali ke kediamannya setelah pertarungan panjang dengan Ankara dan yang lainnua. Dalam sekejap, dia berdiri di balkon kamarnya dengan santai seperti biasanya.Sebagai seorang manusia yang memiliki kemampuan terbang, ini bukanlah hal yang asing baginya, namun kali ini terasa berbeda.Pricilia, yang sejak tadi menunggu di kamarnya, langsung terkejut melihat Alagar mendarat dengan perlahan di balkon kamar. Matanya terbelalak, dan mulutnya terbuka lebar. Tak henti-hentinya dia menatap Alagar dengan tidak percaya."Alagar, kau ... bisa terbang?" tanya Pricilia dengan nada kaget yang tak tertahankan.Alagar tersentak kaget mendengar teguran dari Pricilia. "Pricilia. Sejak kapan kau ada di sini?" s tanyanya memastikan.Pricilia menggelengkan kepalanya, masih sulit mencerna kenyataan yang baru saja disaksikannya. "Tidak mungkin, kamu manusia bagaimana mungkin bisa terbang?" tanya Pricilia lagi kebingungan.Alagar menghela napas, mengerti kebingungan Pricilia. "Mungkin aku memang belu
Beberapa waktu sebelumnya ....Kristina, berjalan menuju ruang tamu dengan sebuah nampan berisi camilan dan minuman. Dia ingin mengantarkan makanan kecil itu kepada Alagar dan Viona yang sedang asyik berbincang. Namun, ketika baru sampai di sanan, ia terkejut mendengar obrolan mereka."Viona, aku ingin kamu tinggal di kediamanku," kata Alagar dengan serius. Suara itu membuat Kristina membeku di tempatnya.Kristina tidak menyangka hubungan anaknya dengan Alagar sudah menjurus ke arah yang lebih serius. Pada saat yang sama, perasaan cemas, gembira, dan khawatir bercampur aduk di hatinya. Tangan yang memegang nampan pun mulai gemetar.Viona, yang terkejut dengan permintaan Alagar, hanya terdiam dan hanya menatap Pria yang mulai mengisi hatinya tersebutKristina merasa detak jantungnya berdebar lebih kencang, dan tanpa bisa ia kontrol, nampan yang ia pegang terlepas dari genggamannya.Suara keras nampan yang terjatuh seketika menarik
Viona merasa jantungnya berdebar kencang saat melihat Alagar sedang asyik berbalas pesan dengan Pricilia. Wajah Alagar yang tampak bahagia membuat Viona mulai merasa cemburu, namun dia mencoba menahan perasaannya dan berusaha tersenyum."Kau tampak menikmati percakapan dengan Pricilia," ujar Viona dengan nada setengah bercanda.Alagar menatap Viona dengan senyum nakal, "terus?" jawabnya sambil menatap Viona.Viona langsung merasa wajahnya memanas, "Apaan sih," tegurnya sambil mengalihkan wajah Alagar agar tidak membuatnya semakin malu.Meski belum ada pengakuan cinta dari Viona, Alagar sudah mulai merasakan benih-benih cinta yang tumbuh di hati wanita yang dicintainya tersebut.Namun, Viona tidak ingin mengakui perasaan cemburunya di hadapan Alagar, takut pria itu menilai dirinya sebagai wanita yang terlalu mudah merasa cemburu.Seiring waktu berlalu, Viona berusaha melupakan perasaan cemburunya dan menunjukkan sisi baiknya pada
Viona sedang berjalan di samping Alagar, menatapnya dengan lembut dan penuh perhatian. Tidak seperti sebelumnya, saat ia selalu mencoba menjauh darinya. Meski ingatan masa lalunya belum sepenuhnya kembali, namun Viona mulai bisa merasakan adanya ikatan kuat yang pernah terjalin antara mereka sebelum bereinkarnasi."Alagar, aku ingin berusaha untuk mengingat lebih banyak tentang masa lalu kita," ucap Viona dengan nada lembut, "aku tahu selama ribuan tahun ini, kamu menderita karena ingatan masa lalu terus menghantuimu. Aku berharap bisa membuat kebahagiaan untuk kita berdua, setelah sekian lama."Alagar menatap Viona dengan penuh harapan, dia tersenyum mendengar ucapan Viona. Tangannya perlahan meraih tangan Viona dan menggenggamnya erat, menunjukkan dukungan dan rasa syukurnya."Terima kasih, Viona," ucap Alagar dengan suara yang penuh emosi. Viona tersenyum, membalas genggaman tangan Alagar, menyenderkan kepalanya di bahu pria itu sembari berjal