Alex masih menutup kedua matanya, sementara Gladys memainkan pisau yang dipegang di depan wajah Alex, sambil sesekali menempelkan ke pipi pria bertubuh tambun itu.
"Tunggu, bagaimana kalau kita membuat kesepakatan?" tawar Alex, sambil membuka sebelah matanya.
"Kesepakatan? Aku tidak yakin kamu punya sesuatu yang bisa kau tawarkan padaku. Kamu bangkrut, tidak punya apa-apa lagi, selain kepala botakmu!" desis Gladys, dengan tatapan mengintimidasi.
Merasa direndahkan, Alex mendesis, dia begitu marah dan tersinggung. Namun untuk memberi pelajaran pada Gladys, itu sangat tidak mungkin. Gladys bukanlah gadis polos yang pernah dia renggut kesuciannya dan hanya bisa menangis dan meronta sambil memohon seperti saat itu.
Wanita yang kini berada di hadapannya, saat ini seperti singa betina yang siap mencabik-cabik tubuhnya, jika dia berani melawan. Bahkan, untuk sekedar menyentuh kulitnya pun, tidak sanggup dia lakukan saat ini.
"Aku memang sudah tidak mempunyai a
Sepanjang perjalanan pulang, senyum selalu mengembang di bibir Gladys, sesekali terdengar dia bersenandung.Suli beberapa kali melirik ke arah sahabatnya, dia juga merasa senang melihat kebahagiaan di wajah sahabatnya."Dys, apa benar, Alex sekarang benar-benar bangkrut dan tidak mempunyai apa-apa lagi?" tanya Suli membuka percakapan."Iya, benar. Semua asetnya sudah digadaikan, sebagian lagi dijual. Nah, aset yang dia gadaikan itu, di tebus oleh Steve. Jadi otomatis sekarang menjadi milik Steve, dan dengan tanda tangan yang kita peroleh tadi, akan membantu mempercepat proses pengambil alihan semua aset miliknya," tutur Gladys panjang lebar."Wow ... sang Tuan Muda itu pasti sangat kaya raya, Dys. Buktinya, dia bisa membeli semua aset bandot tua itu tanpa berkedip."Suli berdecak kagum, matanya berbinarSeolah melihat sesuatu yang membahagiakan, bayangan sosok muda dengan harta berlimpah membuat mata Suli melebar dan pikirannya melayang."Dys, kam
Rachel.Sebuah nama yang terucap dari bibir Steve meninggalkan rasa sesak di dada Gladys sekaligus sakit yang dia sendiri tidak bisa mengerti, kenapa sakit itu tiba-tiba muncul.Sementara dia sadar, bahwa dirinya tidak lebih dari wanita simpanan karena dia berhutang pada Steve yang telah menyelamatkan nyawanya saat itu.Kini, Gladys mencoba menghalau perasaan yang memenuhi kepala dan hatinya.Ditatapnya wajah pria yang tertidur pulas di depannya. Wajahnya begitu tenang, seolah tanpa beban. Walau tanpa dia sadari, ada hati yang terluka karena ucapan yang tidak disadari keluar dari mulutnya.Gladys mengusap lembut wajah Steve, wajahnya menunduk hingga tak berjarak, namun buru-buru dia mengangkat kepalanya, urung untuk memberikan sebuah kecupan dan memilih untuk bangkit dari tempat tidur untuk kembali ke dalam kamarnya.Dengan tergesa, Gladys mengambil pakaiannya yang berserakan di lantai dan memakainya kembali.Tanpa bersuara, dia menin
Pagi-pagi sekali, Gladys sudah terlihat keluar dari kamarnya.Rupanya dia tidak bisa tidur setelah apa yang dia dengar dari mulut Steve, juga saat dia menemukan foto seorang wanita.Secangkir kopi berada di tangan kirinya, sementara sebelah tangan yang lain memutar kenob pintu.Gladys memilih untuk menghirup udara pagi di bangku taman yang ada di sebelah rumah megah Steve."Boleh aku duduk di sini."Seseorang bertanya dengan suara lembut, Gladys mendongak, melihat ke arah pemilik suara tersebut.Pria yang memakai sweater biru tua tersebut tersenyum ramah, dia juga membawa secangkir kopi di tangannya."Roy ... kamu sudah bangun?"Gladys malah bertanya, namun dia menggeser tubuhnya hingga menyisakan ruang kosong di sebelahnya, Roy perlahan duduk di sebelah Gladys."Iya, tadinya bermaksud untuk pemanasan, berlari di sekeliling komplek, tapi urung, karena melihatmu duduk sambil menikmati kopi sendirian," ujar Roy."Ke
Dirga masih berbicara di telepon, ketika Tania masuk ke dalam ruangan di mana Alex di rawat.Alex memberi isyarat dengan menutup mulut dengan jari, agar Tania tidak membuat keributan.Setelah beberapa saat, Dirga memasukkan ponselnya ke dalan kantong celana.Dia melihat kehadiran Tania, lalu berjalan mendekati wanita yang sekaligus istrinya itu."Ini semua gara-gara kamu, wanita pembawa sial!" bentak Dirga.Merasa tidak melakukan kesalahan apapun, Tania menjadi marah karena dikatakan sebabagi wanita pembawa sial oleh suaminya."Apa-apaan kamu Dirga, jaga ucapanmu!" pekik Tania tidak mau kalah."Nyatanya memang seperti itu. Karena kebodohanmu, usaha kita banyak yang rugi, dan karena ulahmu juga, usaha yang baru kurintis kini berpindah tangan menjadi milik orang lain," ucap Dirga berapi-api."Dirga, kamu ini sebenarnya ngomong apa?" tanya Tania, yang semakin tidak mengerti maksud ucapan Dirga."Gladys, wanita yang kamu bawa pu
Dirga tersenyum lebar setelah mengakhiri panggilan telepon.Sementara itu, Alex terlihat kecewa, karena Dirga tidak memberitahukan padanya rencana yang dia buat. Sementara dia merasa, telah berjasa karena sudah memberi tahukan pada Dirga akan kemunculan Gladys."Kami pergi dulu, ada hal penting yang harus kami lakukan," ucap DirgaDia menggandeng tangan Tania meninggalkan Alex yang masih terbaring di atas tempat tidur rumah sakit."Hey ... kalian benar-benar meningglkan aku sendirian?!" teriak Alex.Alex memutar tubuhnya, hingga kembali menatap Alex, sambil berkata. "Aku akan mengirim anak buahku untuk menjagamu di sini," ucap Dirga, lalu berlalu meninggalkan Alex. Tidak dia perdulikan teriakan pria tambun yang terbaring di atas tempat tidur itu.Di pikirannya, di jejali rencana untuk segera bertemu dengan Gladys dan kembali membawa wanita itu ke dalam rumah sekaligus markasnya."Apakah kita akan langsung menuju ke hotel?" tanya Tania
Tania terlihat begitu anggun dan cantik dengan gaun hitam selutut yang dia kenakan.Sesekali tangan dengan jari lentiknya mengusap keringat dingin di dahi dengan tisu.Dia begitu gugup, walaupun sebelumnya pernah tinggal serumah dengan Gladys, namun yang akan dia temui saat ini, bukanlah wanita yang sama seperti beberapa tahun yang lalu.Matanya melirik arloji yang melingkar di pergelangan tangan kirinya.Sementara itu, dua orang pria berkemeja hitam yang duduk di pojok ruangan, terlihat sama, tegang dan terlihat gelisah. Berkali-kali keduanya melihat ke arah pintu, untuk melihat apakah orang yang mereka tunggu telah datang."Maaf, saya terlambat, tadi sedikit macet soalnya."Sebuah suara lembut membuat Tania mendongak. Di depannya, seorang wanita cantik dengan gaun berwarna lila berdiri anggun, tangan kirinya memegang clutch warna senada dengan bajunya."Oh, hai ... Nona Gladys, silahkan duduk."Tania berdiri lalu dengan sikap
Roy berlari mengejar pria yang tadi hendak mencelakai Suli.Akan tetapi, dengan cepat, pria bertubuh gempal itu berbalik dan berlari menjauh dari Roy.Tepat di saat itu, sebuah mobil melaju kencang dari arah berlawanan, dan tiba-tiba berhenti di depan pria bertubuh gempal, hingga meninggalkan suara ban derdecit."Buruan masuk!" teriak seseorang dari dalam.Dalam beberapa detik saja, pria tersebut sudah masuk ke dalam mobil, dan langsung meninggalkan Roy yang terengah-engah karena berlari.Roy bisa melihat dengan jelas, Gladys dengan tangan terikat ke belakang dan mulut di tutup lakban duduk sambil meronta, ketika pintu mobil tersebut terbuka."Gladys ... Gladys ...!" Roy berusaha memanggil Gladys, sambil berlari di belakang mobil yang melaju.Hingga mobil itu makin menjauh, Roy berbalik menuju ke mobilnya."Suli, cepat masuk!" perintah Roy.Dengan sigap, Suli masuk ke dalam mobil dan langsung memasang sabuk pengaman, dan di saat
"Jangan sentuh aku!" teriak Gladys.Sementara Dirga merasa semakin bergairah, melihat kemarahan Gladys. Tidak ada rasa ketakutan dari sorot mata wanita yang ada di hadapannya itu, berbeda sekali saat pertama kali dia membawanya dulu, wanita polos dengan sorot mata penuh ketakutan.Apa yang dilihatnya pada diri Gladys saat ini, membuat Dirga semakin tertantang untuk kembali menguasai dan memilikinya seperti yang pernah dia lakukan waktu itu.Brukk!!Gladys dengan sekuat tenaga menendang selangkangan Dirga, hingga membuatnya meringis kesakitan.Dirga memegang bagian sensitifnya, yang baru saja ditendang oleh Gladys. Beberapa saat kemudian, dia kembali berdiri, matanya merah, lalu .... Plak!!Sebuah tamparan keras mendarat keras di pipi kiri Gladys, hingga membuatnya jatuh terjengkang.Gaun yang dia kenakan tersingkap hingga menampakkan pahanya yang putih mulus.Melihat itu, Dirga membulatkan kedua matanya.Perlahan, dia mendekat