Motor yang di kemudikan Henry masih melaju dengan kecepatan sedang, dan saat di belokan jalan tak sengaja motornya menyerempet body mobil bagian samping.
Mobil mewah berwarna biru itu pun menghentikan lajunya di bahu jalan, "Argh! Sialan.. siapa yang sudah berani menyerempet mobilku!"
Untung saja Henry merupakan pria yang bertanggung jawab, dia tak merasa takut jadi memilih untuk tetap bertahan ditempat.
Dia menepikan motornya tepat di depan mobil biru itu.
"Kakak, sudahlah jangan marah-marah.. mungkin dia tidak sengaja." seru Dita kepada Sera sang kakak.
"Sudah diam saja kau! Ini semua juga gara-gara dirimu.."
Dita terdiam saat dirinya di salahkan, memang benar apa yang dilakukan ayahnya tadi pagi sudah menyulut api diantara dua saudari itu.
Mereka bukanlah saudara kandung melainkan saudara tiri, ibu dan ayah masing-masing membawa anak.
Dita gadis yang begitu penurut berbeda halnya dengan Sera yang sulit di atur, maka dari itu pagi tadi ayah tak mengizinkan Sera keluar rumah jika tak ditemani Dita.
Maka dari itulah Sera menganggap kebijakan ayah tidak adil.
***
Henry melepaskan helm yang ia pakai, menaruhnya di atas spion lalu melangkah mendekati mobil.
Dia mengetuk pelan kaca jendelanya, "Maaf nona, bisakah saya meminta maaf dengan benar?"
Dua saudari itu keluar bersamaan, Sera memiliki paras wajah yang begitu cantik dan pria manapun akan menganggap jika ia adalah titisan dewi kecantikan.
Berbeda halnya dengan Dita, dia memiliki wajah tak secantik sang kakak meskipun begitu Dita tak pernah iri dengan yang namanya pujian fisik.
"Kau!" Sera menuding tepat di wajah Henry, lalu Sera menatap motor nya yang butut itu. "Hanya pria miskin berani sekali kau menyerempet mobilku, hah!" tandasnya dengan nada tinggi sembari mendorong kasar dada Henry.
Henry mengaku salah tapi jelas ia tak terima dengan perlakuannya.
"Kenapa kau mendorong ku? Aku punya niat baik untuk bertanggung jawab. Tapi seperti inikah jawabanmu!" tandas Henry tak kalah kesalnya.
"Kakak.." suara lembut itu menenangkan Henry, seolah menjadi sebuah sihir baginya.
Dita melangkah mendekati mereka berdua, "Kak Sera sudahlah, jangan di perbesar lagi bukankah dia sudah meminta maaf padamu kak."
"Ck! Diam kau!" Sera yang tak terima di nasihati seperti itu membuatnya tega mendorong kasar kearah Henry. Membuat Dita berada didalam pelukannya.
Lalu dengan cepat Dita menjauhkan diri mengambil jarak aman, wajah mereka merona samar dan Dita segera membuang wajah kearah lain.
"Kau tidak tahu seberapa mahalnya mobilku ini, bahkan untuk biaya service nya saja sekalipun kau menjual motor butut mu agar bisa mengganti ruginya, tetap tidak akan cukup!"
"Tolong jangan membawa-bawa soal kekayaan, karena di atas langit masih ada langit. Kau ingin mobil baru itu mudah asalkan -"
"Cih!" dia meludah dengan benci, "Pria miskin seperti mu bisa apa, hah? Sekalipun kau mendadak menjadi pria super kaya sampai matipun aku tidak akan mau menerimanya."
"Kakak!!" tandas Dita, dia menggeleng merasa kecewa bagaimana bisa saudarinya itu berkata demikian. Seumur hidupnya bahkan sang ayah saja tak pernah mengajari dirinya untuk berkata atau bahkan berbuat kasar seperti tadi.
"Tuan tolong maafkan kakak ku, lebih baik tuan pergi saja.. tuan pasti sedang terburu-buru.." lanjut Dita dengan maniknya yang sudah berkaca-kaca.
"Enak saja! Aku ingin kau mempertanggung jawabkan ini semua di kantor polisi."
"Kakak... aku mohon jangan seperti itu, ini hanya kesalahfahaman saja tolong jangan berlebihan seperti ini.."
Dita yang ingin menyentuh lengan Sera pun langsung di tepis sekuatnya, "Lebih baik kau diam saja bodoh!"
"Hei nona, tidak bisakah kau berbicara dengan lebih sopan? Baiklah jika kau ingin aku mempertanggung jawabkan nya di kantor polisi.."
***
Hm, pagi-pagi Henry sudah dapat masalah. Apakah dia akan meminta bantuan sang papah ataupun ketiga pamannya?
Atau dia akan menyelesaikannya sendirian?
Mereka bertiga sudah berada di kantor polisi, duduk berjejer di kursi masing-masing.Sera menuntut agar Henry di penjara beberapa hari karena telah berani menggores mobilnya."Aku ingin kalian memenjarakannya untuk beberapa hari, agar dia tahu siapa nona yang sedang bicara padanya ini."Gunawan, polisi yang menangani kasus ini hanya bisa menghela nafas."Maaf nona kami tak bis memenjarakannya."Sera mengernyit sembari menghela kesal, "Apa? Kenapa tidak bisa.. aku punya bukti yang menguatkannya.""Kakak sudahlah, lagi pula ini hanya kesalah fahaman saja." seru Dita menengahi."Diam kau!" pekiknya sambil mencubit paha Dita hingga membuatnya meringis sakit."Nona, apakah anda tahu siapa pria yang sedang duduk di sebelah mu ini?""Memangnya siapa dia, pria ini hanya orang miskin."Seorang pria melangkah masuk kedalam ru
Tepat di lampu merah motor mereka bersebelahan dengan mobil merah, sipemilik mobil itu ternyata mantan pacarnya Dita.Roy yang tak sengaja melirik ke arah kiri mobilnya pun langsung membulatkan kedua matanya, dengan menatap sinis ia menurunkan kaca jendela mobilnya."Haha.. kau meninggalkanku hanya untuk bersama pria butut itu haha.." Roy terbahak bahkan dengan berani dia mengeluarkan hp nya untuk memotret mereka."Kak Roy tolong hentikan, apa yang kau katakan itu tidak benar.. kami tidak pacaran."Sementara Henry hanya diam saja, lampu lalu lintas berubah hijau segera ia menarik gas motornya dan terus melaju menuju kantor.Sementara Roy yang sudah mendapatkan foto mereke berdua, dia menyeringai licik dan langsung mengirimkan foto tersebut ke group alumni kampus XX.Beberapa menit setelah meng upload ada banyak notifikasi yang masuk di hpnya. Begitu juga dengan hp milik Dita yang be
Disela-sela jam kerja Dita sedikit jenuh jadi dia istirahat sejenak, mengecek hp yang sedari tadi bergetar.Bermain hp sembari memangku dagu, Hah? Apa-apaan ini! Kak Roy kau sungguh keterlaluan!Kesal Dita didalam hati, bagaimana bisa pria itu menjadikan dirinya dan Henry sebagai bahan candaan para alumni?Dita segera melangkah keluar untuk mencari Henry, Jam segini petugas kebersihan masih bekerja kan.. semoga saja aku bisa menemukannya dengan cepat.Kasihan dia jika sampai tahu dirinya dijadikan bahan olokan karena kesalahan ku..***Mencari kesana kemari juga belum menemukannya hingga masuk waktu istirahat, Dita mendudukan tubuhnya dengan sedikit lesu.Bagaimana ini? Aku masih belum menemukannya.. ini semua salahku. Seharusnya aku tadi pagi saat dirumah aku tak perlu memaksakan diri untuk menemani kak Sera.Dia tertegun saat melihat tangan pria m
Jam pulang kantor sudah tiba, sebelum Dita keluar terlebih dahulu Henry sudah menunggunya di lobi paling sudut namun ia hanya membelakangi orang-orang.Henry hanya memperlihatkan punggung kekarnya saja.Sudah dari sepuluh menit yang lalu ia menunggu.Ting!Pintu lift terbuka dan orang-orang sudah mulai berpencar pulang kerumah masing-masing.Dita dan Mega yang kebetulan berada di antrean paling belakang jadinya ya harus bersabar."Dita, aku duluan ya soalnya sudah di jemput.." ucap Mega berpamitan."Ah~ iya baiklah hati-hati di jalan Mega.""Ok.."Dita melangkahkan kakinya keluar lift sembari merapihkan rambutnya kebelakang telinga, untung saja dia mengedarkan pandangannya kesana kemari. Jika tidak maka mungkin saja Henry akan terus dibuat menunggu."Henry.." seru Dita membuatnya segera menoleh. "Kenapa kau berdiri
Roy menangkap pergelangan tangan Dita dan berniat membawanya pulang."Lepaskan aku kak Roy, sakit.""Bersamanya kau hanya akan menderita.. cih!" dan Roy kembali meludahinya, namun kali ini habis sudah batas kesabaran tuan muda Henry.Dia mengangkat kaki jenjangnya dan menendang perut Roy hingga tersungkur ke aspal."Ugh!"Sebelum tersungkur, terlebih dahulu Henry menarik Dita kesamping nya."Henry, apa yang kau -" Dita terdiam dengan bola matanya yang memucat saat ditatap dengan sorot mata yang gelap, dingin seolah pria itu bukanlah Henry."Aaakh! Sial!" pekik Roy tak terima bersamaan dengan kedua temannya yang baru saja turun dari mobil."Hei kau pria miskin, berani sekali menyentuhnya!" bahkan Vendo berani menuding wajah Henry."Dasar tidak tahu malu! Apakah kau tak tahu? Dia itu putra Walikota DT yang sangat berpengaruh!" teriak
Sera yang mempercepat langkahnya menuju lantai satu, dia membukakan pintu rumah.Ditangannya ia menggenggam sebuah botol air mineral, saat ia menarik handle pintu dan byur..Dia menyiram tepat di wajah Henry, tersirat kepuasan di wajahnya."Kak Sera.. apa yang kakak lakukan?" segera saja Dita mengeluarkan sapu tangannya yang berwarna pink dengan inisial A itu."Henry, tolong maafkan kakak ku.. dia tak sengaja melakukannya." hm, padahal dari sisi manapun Sera tak mungkin melakukannya dengan ketidak sengajaan."Ya..""Ini pakailah untuk mengeringkan wajah mu.. Henry ayo masuk dulu lihatlah bajumu sampai basah. Aku akan meminjamkan baju ayah..""Tidak perlu, aku buru-buru.""Haha.. jelas saja pria kampungan seperti dirimu ini mana bisa menginjakan kaki seenaknya di rumah ini." ejek Sera."Kakak cukup kak.. ku mohon jangan menyudutkan n
Senja menyapa bahkan langit jingganya saja begitu menyejukkan mata yang memandangnya.Dita yang baru selesai mandi masih dengan balutan kimono biru dengan motif perca, duduk di tepi ranjang sambil mengeringkan rambutnya dengan hairdrayer."Dita!" tandas ibu memanggilnya, dengan kasar ia membuka pintu kamar."Ibu? Ada apa bu.. kenapa -"Ibu menjambak rambut anak tirinya tersebut, hingga membuat beberapa helai rambutnya rontok."Aaa! Sakit bu.. sakit.." Dita memegang tangan ibunya, berusaha untuk melepaskan jambak kan tangannya."Dalam sejarah keluarga Antoni, tak satupun yang bisa membawa pasangan orang miskin ke rumah ini!""Dan berani-beraninya kau membela pria itu, kau mengucilkan kakakmu Sera hah! Apakah ini didikan yang berikan oleh ayahmu?"Cecar ibu dengan kesal, dia melepaskan jambak kan rambutnya lalu mendoron
Beberapa hari menjelang pesta ulangtahun Dita yang ke dua puluh lima tahun, para pelayan di rumah sedang di sibukan dengan berbagai macam pekerjaan agar pesta itu dapat di nikmati dengan mewah.Dita hari ini berangkat kerja seperti biasanya, dia sama sekali tak terbebani dengan pesta yang akan dibuatkan untuknya.Ditangannya sudah ada sebuah undangan pesta ulangtahun, dan tertera nama Henry disana."Mengundangnya dengan cara sopan seperti ini, semoga saja dia tidak marah dengan sikap kakak waktu itu."Sudah jam delapan pagi namun Henry masih belum muncul juga batang hidungnya.Sejak dari jam tujuh pagi Dita menunggu di sofa lobi kantor, hingga akhrinya Mega datang."Dita apa yang kau lakukan? Kenapa duduk disana.. sebentar lagi jam kerja dimulai loh ayo cepat sidik jari dulu.""Aku sudah sidik jari Mega, kau duluan saja soalnya aku masih menunggu temanku -"