"Rin, jangan bilang kalau gadis yang di maksud resepsionis hotel itu adalah kamu?" Tanya dr.Rayan menyelidiki.
Rini hanya terdiam, ia tak tahu harus bercerita dari mana. Saat hendak menjelaskan tiba-tiba saja ponselnya berdering pertanda ada sebuah panggilan masuk. Sebuah nomor baru, tapi ia tahu nomor itu milik lelaki suruhannya.
"Ah sial, kenapa dia menelfonku di saat seperti ini?"batinnya. Ia pun bergegas menekan tombol merah namun beberapa detik kemudian nomor itu kembali menghubunginya. Saat sedang memperhatikan layar ponselnya tiba-tiba saja dr.Rayan merebut handphonenya, mengangkat teleponnya dan tak lupa ia pun menloudspeakernya.
"Halo bos, kapan kamu akan membayar bonusku? Aku sudah menjalankan sesuai dengan perintahmu, tentang wanita tua itu, itu bukan urusanku kan kamu yang mengaturnya agar seseorang datang ke kamar Zahra, jika dalam waktu dekat ini kamu tidak membayarku, ku pastikan rahasiamu akan terbongkar, jadi.... Belum selesai lelaki itu berbica
Kedua lelaki itu kini saling bertatapan. Meraka sama-sama bingung karena mengucapkan nama Zahra secara bersamaan."Kamu kenal Zahra ?" Tanya dr.Rayan pada suami Sinta.Lelaki itu hanya terdiam. Ia bingung karena tak tahu bagaimana cara menjelaskan pada dr.Rayan dan istrinya."Mas, kamu kenal sama gadis ini ?" Tiba-tiba saja Sinta menyadarkannya dari lamunannya."Hhhmmm itu.. itu.. Saya kenal maksudnya saya tidak kenal," ucapnya terbata-bata.Membuat dr.Rayan dan istrinya terlihat bingung."Kalau bicara yang jelas dong mas, itu.. itu.. itu apa ?" Ucap Sinta. Kini ia mulai marah karena di buat penasaran oleh suaminya dan berfikir jika ada sesuatu yang di tutupi lelaki itu."Bukan begitu sayang, sebenarnya saya mengenal Zahra dari Rini.""Rini ? Siapa lagi gadis itu mas?".Mendengar nama adiknya di sebut membuat dr.Rayan naik pitam. Iapun segera mendekati lelaki itu dan menarik kerah bajunya."Jangan bilang jik
Lelaki itu kini berjalan menuju meja tempat Rini berada. Ia memang selalu mencari tahu keberadaan gadis itu karena sakit hati sebab Rini telah menipunya."Di cari kemana-mana ternyata kamu disini Rin ? Lagi bersenang-senang pula." Ucapnya sambil memegangi pipinya yang masih terasa sakit akibat pukulan keras dari dr.Rayan.Semua mata tertuju pada lelaki itu, terutama Evan dan kedua orang tuanya."Rini, siapa dia ?" ucap Evan menyelidiki."Astaga kenapa dia ada di sini ? Bisa kacau semua rencanaku di buatnya." Batin Rini.Ia benar-benar salah tingkah saat mengetahui jika lelaki yang menghampirinya adalah Arya, lelaki suruhannya untuk menjebak Zahra. Iapun mencoba mencari alasan dengan cara berpura-pura tidak mengenal lelaki itu."Saya tidak kenal sama orang ini Van, mungkin dia salah orang." Ucapnya sambil mengatur nafasnya."Hahahaha... Rini... Rinii." Arya hanya tertawa melihat Rini yang mulai salah tingkah. Iapun mencoba mendekati ga
Evan kini benar-benar panik, ia menangis sejadi-jadinya sambil memeluk Zahra."Dokter... Dokter... Tolong....!"ucapnya berteriak histeris."Sayang bangun, jangan begini, aku mohon, bangun sayang !" Ia kembali mengguncang tubuh Zahra namun tetap nihil, garis lurus yang berjalan di layar defibrilator tak kunjung berubah.Beberapa menit kemudian, dr.Linda di temani dua suster lainnya masuk ke ruang ICU tempat Zahra di rawat."Dokter tolong, tolong dokter !" ucap Evan memohon pada dr.Linda."Tenang pak, kami akan berusaha sebaik mungkin."Dr.Linda pun segera mengambil alat defibrilator untuk membantu menstabilkan detak jantung Zahra namun sayang berulang kali ia menempelkan alat defibrilator ke dada gadis itu hasilnya tetap sama, garis lurus di layar defibrilator tak kunjung berubah dan pada akhirnya Zahra pun di nyatakan telah tiada."Maaf pak, kami sudah berusaha semaksimal mungkin tapi takdir berkata lain, nona Zahra kini telah tiada,
Dr.Rayan hanya berdiri terpaku di dekat pintu. Ia tidak pernah menyangka jika dirinya akan menyaksikan pemandangan yang membuat hatinya terluka. Niat hati ingin menjadi orang yang pertama membuat Zahra bahagia ketika gadis itu sudah sadar, tetapi karena tugas di lain rumah sakit akhirnya ia meninggalkannya tapi dengan pantauan rekan kerjanya, dr.Linda.Saat gadis itu sadar dr.Linda mengabarinya, tapi ia lupa memberi tahu jika ada seorang lelaki yang selalu menemani Zahra ketika ia tugas di rumah sakit lain.Dengan perasaan yang bahagia dr.Rayan pun menuju rumah sakit HARAPAN BUNDA tempat ia bekerja ketika tugasnya selesai di rumah sakit lain. Tak lupa ia membawa buah-buahan dan seikat mawar merah untuk Zahra. Ia berniat untuk mengungkapkan perasaannya pada gadis itu. Namun sayang harapan tinggallah harapan, saat ia melihat seorang lelaki tengah bersama Zahra. Mereka bahagia sangat bahagia bahkan ia tak pernah melihat Zahra sebahagia itu.Tulang-tulangnya terasa
Seketika suasana di ruangan Zahra menjadi tegang saat dr.Linda melihat kondisi Rini."Sus, tolong panggil perawat yang lain dan ambil brankar untuk membawa gadis ini ke UGD." Perintah dr.Linda pada salah satu perawat yang berada di dekatnya.Dr.Linda sangat panik, ia takut terjadi sesuatu yang tak diinginkan pada Rini. Ia tahu betul jika gadis yang berada di depannya itu adalah adik dari dr.Rayan, lelaki yang selama ini ia sukai namun sampai detik ini lelaki itu masih menganggapnya hanya sebatas rekan kerja, tak lebih."Baik dok." Ucap salah satu perawat sambil berlalu.Beberapa menit kemudian perawat wanita yang tadinya pergi kini kembali bersama dua perawat lelaki lainnya. Kedua perawat lelaki itu pun mengangkat Rini ke brankar lalu membawanya ke UGD. Ketika sampai di UGD segera dr.Linda melakukan tindakan.Sementara di ruangan Zahra, gadis itu menangis ketakutan. Ia trauma akan serangan Rini barusan namun meskipun begitu ia tid
Seketika Zahra menundukkan kepalanya lalu memegang kembali tangan Evan dengan erat."Maaf kak Rayan tapi aku tidak bisa membalas perasaanmu, aku hanya mengganggapmu sebagai seorang kakak tidak lebih, kamu kakak terbaik yang aku punya, jangan rusak tali persaudaraan kita dengan cinta, aku tak mau jika suatu saat nanti hubungan cinta itu bermasalah kamu akan meninggalkanku atau bahkan membenciku, aku tidak mau kehilangan kamu kak." Ucap Zahra memberi pengertian pada dr.Rayan. Ia berharap semoga saja setelah ini hubungan mereka tidak renggang.Namun saat mendengar pernyataan Zahra, dr.Rayan hanya terdiam. Ada luka perih di hatinya mendengar gadis yang sangat ia cintai menolaknya di depan keluarganya. Tanpa sepatah kata iapun pergi meninggalkan ruangan Zahra dengan perasaan yang sangat kecewa."Kamu.. kamu benar-benar gadis tidak tahu diri." Ucap lelaki paruh baya itu dengan emosi sambil menunjuk-nunjuk ke wajah Zahra.Selepas kepergian dr.Rayan dan papanya,
Hampir semalaman Evan tak bisa memejamkan matanya. Ia selalu kepikiran dengan kejadian tadi."Bodohnya aku, aarrhh... Maafkan aku Ra, aku hampir saja menghancurkan masa depanmu." Batin Evan sambil mengacak-acak rambutnya sendiri.Segera ia berbaring kembali di sofa, memejamkan matanya namun hasilnya tetap nihil, ia tak bisa terlelap hingga pukul lima pagi. Setelah itu barulah ia bisa memejamkan matanya namun baru sebentar ia tertidur tiba-tiba ia terbangun kembali saat mendengar ponselnya berdering berulang kali. Sebuah panggilan masuk dari bundanya."Assalamualaikum bunda." Ucapnya Evan sopan."Wa'alaikum salam sayang, bagaimana kabar kalian, apa kalian baik-baik saja ?" Tanya bundanya."Alhamdulillah kami baik bund, cuma...Evan tak melanjutkan kata-katanya, ia takut jika bundanya mengetahui kejadian semalam ia pasti akan sangat kecewa karena dari dulu wanita paruh baya itu selalu mewanti-wanti anaknya agar ia tidak melakukan hal yang belu
Hampir satu jam dr.Linda menunggu dr.Rayan sadar dan akhirnya lelaki yang ada di depannya itu mulai membuka matanya perlahan. Memegang kepalanya yang terasa sakit kemudian mengarahkan pandangannya ke sekeliling ruangan. Dr.Linda yang melihatnya pun merasa senang."Dokter, kamu sudah bangun ?" Tanya dr.Linda pelan sambil tersenyum.Bukannya menjawab pertanyaan dr.Linda, dr.Rayan malah bertanya kembali karena ia bingung kenapa tiba-tiba ia berada di ruangan dr.Linda."Dr.Linda, kenapa aku bisa ada di ruanganmu ?" Tanya dr.Rayan sambil mencoba duduk.Segera dr.Linda membantunya untuk duduk dan menjelaskan apa penyebabnya sehingga ia bisa berada di ruangannya."Terima kasih dr.Linda, kamu memang sahabatku yang paling baik, semalam aku sudah tidak bisa lagi mengendalikan diriku hingga mengkonsumsi berbagai macam obat." Ucap dr.Rayan sambil menundukkan kepalanya.Ada rasa nyeri di hati dr.Linda saat mendengar ucapan lelaki yang berada di depannya.