Share

Bab 4

"Davira, kamu sudah kembali?"

"Pak Sony, apa kabar?"

Briella tersenyum sopan. Gerakannya sangat cekatan, membuatnya berhasil menghindari pelukan pria itu.

Dia sudah berpengalaman karena mengikuti Valerio menghadiri berbagai kegiatan, jadi dia bisa mengendalikan situasi saat menghadiri perjamuan kecil seperti ini.

"Davira, hari ini kamu sangat cantik."

Tatapan penuh nafsu Pak Sony menyapu seluruh tubuh Briella.

Briella tetap tersenyum.

Dia memiliki wajah yang mirip dengan Davira. Tidak heran jika pria ini salah mengenalinya.

"Pak Sony, perkenalkan, ini Davira Atmaja, kepala bagian keuangan yang baru di Perusahaan Regulus."

Briella langsung menegang saat mendengar perkataan Valerio.

Jadi, Valerio menggunakannya sebagai tameng.

Valerio melindungi wanita yang dia cintai dengan sangat baik dan menjadikannya pengganti untuk publisitas.

Melihat Valerio yang tertawa dan bercanda dengan orang-orang di dalam ruangan ini, Briella sudah memiliki firasat akan nasibnya malam ini.

Dia akan jatuh ke dalam cengkeraman satu atau bahkan beberapa pria di tempat ini ....

Valerio yang dikerumuni oleh banyak orang duduk di kursi utama sementara yang lainnya juga mulai duduk di kursi yang ada.

Briella duduk di antara Pak Sony dan seorang pria lain.

Dengan wajah penuh perhatian, Pak Sony menyodorkan segelas anggur merah kepada Briella.

"Davira, malam ini temani kami minum. Berapa pun yang kamu inginkan, aku akan menandatangani kontraknya."

Briella mengambil segelas anggur itu dan tersenyum genit. "Pak Sony memang sangat royal."

Dia mendongak dan menenggak habis anggur di dalam gelas itu.

"Luar biasa!"

Pak Sony mengacungkan jempol ke arah Briella. Tangannya yang lain bergerak ke bawah meja dan menyentuh paha Briella seakan tidak disengaja.

Bulu kuduk Briella berdiri dan hatinya penuh dengan perlawanan. Namun, wajah dan sikapnya masih terlihat tenang.

Dia banyak menghadiri acara perjamuan, jadi sudah terbiasa melihat berbagai sikap pria. Dia sudah sering bertemu pria seperti Pak Sony. Mereka akan mempertimbangkan keberadaan Valerio, jadi sikap mereka terkesan takut-takut. Selain menatapnya, mereka tidak berani terlalu lancang.

Namun, hari ini Briella merasa kalau Valerio benar-benar akan memberikannya kepada pria lain.

Ternyata pria itu sudah bosan bermain-main dengannya, jadi ingin membuangnya seperti sampah.

Valerio duduk di sana dan tubuhnya memancarkan aura dingin. Dia memainkan gelas anggur di tangannya, terkesan seperti orang yang tidak ada hubungan apa pun dengannya.

Briella menunduk, menekan rasa takut di dalam hatinya.

Dia mencoba menerima kenyataan bahwa hanya dirinya sendiri yang bisa menyelamatkannya malam ini.

Dia mendongakkan kepalanya, menunjukkan wajah dengan senyum cantik dan memukau seperti mawar. Pesona dalam dirinya makin tidak terbendung.

Pak Sony yang terpesona oleh Briella seakan sudah kehilangan akalnya. Dia terus menuangkan anggur ke dalam gelas Briella, mencoba untuk membuatnya mabuk.

"Anggur merah kurang kuat. Bagaimana kalau anggur putih saja?"

Suara rendah Valerio terdengar. Dia masih menggoyangkan gelas anggur di tangannya, memerintahkan pelayan mengganti anggur dengan elegan namun terkesan malas.

Setelah mendapat izin dari tokoh utama, orang-orang di dalam ruangan ini menjadi makin tidak terkendali.

"Pak Sony, kita sudah sepakat kalau tanah yang Pak Sony miliki akan menjadi milik Perusahaan Regulus."

Senyum di wajah Briella masih terlihat sangat cantik. Dia mengangkat gelas yang berisi anggur putih dan menyesapnya dalam-dalam. Namun, tidak disangka tidak ada sensasi panas di mulutnya saat dia menenggak anggur putih itu.

Yang dituangkan pelayan untuknya bukan anggur putih, melainkan air mineral.

Dia mendongak dan menatap Valerio dengan tatapan terkejut.

Tanpa disengaja tatapan mereka bertemu. Tatapan Valerio memancarkan kesan dingin yang bercampur dengan sedikit kemarahan.

Sepertinya pria itu sedang marah.

Apa yang membuatnya marah?

Briella mencibir dalam hati. Jelas-jelas pria itulah yang mengatur semua ini.

Valerio meletakkan gelas anggurnya dan hendak mengatakan sesuatu. Namun, ponselnya tiba-tiba berdering.

Setelah melihat layar ponsel, pria itu beranjak keluar dari ruangan sambil membawa ponselnya.

"Pak Valerio, lagi pengecekan?"

Valerio hanya tersenyum tipis.

Dia tidak menyangkalnya, tetapi berkata dengan lembut kepada si penelepon, "Lagi bahas proyek sama Pak Sony. Kamu nggak perlu datang. Aku yang akan mengurusnya. Istirahatlah lebih awal ...."

Briella memandangi punggung Valerio saat pria itu pergi. Entah kenapa hatinya terasa begitu berat.

Orang yang meneleponnya pasti Davira, 'kan?

"Davira, aku sudah pesan kamar suite di lantai atas. Kamu nggak perlu pulang, istirahat di sana saja denganku."

Pak Sony menghampiri dan merangkul Briella. Napasnya yang kasar dan bau alkohol menerpa wajah Briella, sementara satu tangannya sudah menyusup ke dalam garis leher gaunnya, hampir turun ke arah dadanya.

Briella merinding dan menepis tangan Pak Sony dengan kasar.

"Jangan menyentuhku!"

"Mau main tarik ulur, hmm? Kalau kamu nggak mau, mana mungkin aku mau tanda tangan. Biarkan aku merasakannya sebentar."

Pak Sony menunjukkan ekspresi main-main dan menarik Briella ke dalam pelukannya. Tangannya yang penuh lemak meraba bagian depan dada Briella. Briella mencoba meronta dan menginjak pria itu kuat-kuat dengan tumit sepatunya.

Pak Sony yang kesakitan langsung mendorong Briella dengan penuh amarah.

"Dasar bajingan! Apa yang kamu lakukan?"

Briella mundur selangkah dan tersandung. Sebenarnya dia bisa berdiri, tetapi dia berpura-pura jatuh dan membenturkan kepalanya dengan keras ke sudut meja.

Rasa sakit yang tak tertahankan menyerang kepalanya. Tatapannya terhalang oleh sesuatu yang berwarna merah.

Darah menetes ke rahang bawah dan membentuk gumpalan di lantai. Dia kembali teringat akan kejadian di mana dia baru berusia 16 tahun dan bekerja sebagai penjual minuman keras di sebuah bar. Karena bertengkar dengan pelanggan yang mencoba menggodanya, dia dipukul sampai terkapar di lantai. Mereka bergantian menginjak punggungnya, sampai dia muntah darah.

Kehidupan sepahit itu saja bisa dia lalui. Orang-orang ini terlalu meremehkannya.

Briella menarik napas dalam-dalam, mencoba menahan rasa sakit yang dia rasakan dan berdiri dengan berpegangan pada kursi.

Beberapa orang di dalam ruangan sampai ternganga saat melihat wajah Briella yang berlumuran darah. Tatapannya terlihat ganas, membuat orang yang melihat merasa takut.

"Pak Sony, lihat baik-baik. Aku bukan Davira."

Pak Sony mematung di tempatnya.

Dia pasti bukan Davira. Davira adalah wanita yang lembut. Bagaimana mungkin dia tidak berteriak kesakitan saat terluka seperti itu?

"Lalu, siapa kamu?"

"Aku hanya seorang sekretaris."

"Pantas saja." Wajah Pak Sony menunjukkan rasa jijik. Dia mencibir, "Kamu memang sedikit lebih cantik dibanding Davira. Hanya saja kamu sangat keras kepala dan nggak sebersih dia. Mana mungkin pria yang punya selera bagus mau main-main denganmu?"

Briella mencibir.

"Jadi, kamu nggak mau melanjutkan kontrak ini? Tapi lukaku ini sangat jelas. Kalau aku lapor polisi dan meminta mereka datang ...."

"Kamu sendiri yang membenturkan kepalamu. Jangan menjebakku!"

Pak Sony sangat marah. Dia tidak menyangka kalau wanita ini akan bermain licik.

Briella menarik napas dalam-dalam, lalu berkata, "Kalian semua yang ada di sini hari ini adalah pimpinan yang punya kedudukan. Kalau ada polisi yang datang kemari, masalah ini akan makin besar. Bukankah kalian juga akan kena dampaknya?"

Pak Sony melotot marah, lalu berteriak, "Jangan banyak omong! Aku nggak akan tanda tangani kontrak ini! Keluar dari sini!"

Briella menunduk dan menghela napas lega.

Masalahnya sudah seperti ini, dia juga tidak ingin terjerat dalam kesepakatan ini. Sangat bagus kalau bisa mundur sepenuhnya.

Dia menerima keputusan ini dan segera mengambil tas, berniat untuk pergi.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status