Entah telah sejauh apa hubungan antara Hizkia dan Naomi. Kerja sama antarperusahaan akan membuat mereka hampir setiap hari bertemu. Menerka-nerka hal itu tidak baik bagi pikiran mama Elkana, rasa tidak percaya diri pun kian mendominasi Ruth.
Ruth kembali ke kamarnya sekitar pukul dua puluh dua setelah menidurkan Elkana. Sempat ingin beristirahat bersama Elkana saja namun ia ingat ini bukan di rumah mereka. Tentu saja tidak tepat bersikap egois dan kekanakan saat ini.
Ternyata Hizkia belum tidur dan sedang duduk melipat kaki dengan tangan terangkat di sandaran sofa kamar menunggu istrinya. Mama Elkana masuk lalu menutup pintu. Ia mengerling cepat dan menemukan suaminya tengah menatapnya.
Ruth berjalan melewati suaminya menuju ranjang tanpa sapaan sedikit pun. Hizkia yang menunggu istrinya tapi dicuekin benar-benar habis kesabaran. Perlakuan mama Elkana semenjak di Jakarta sampai tiba di Palembang bikin Hizkia geram.
Beranjak dari duduknya, Hizkia menarik lengan mama Elkana yang tadinya melangkah naik ke ranjang. Kini mereka saling berhadapan. Rasa sesak menyelimuti hati Ruth tatapan tajam Hizkia bukanlah tanda merindu melainkan amarah.
"Lepas!" Ruth menarik diri, menoleh pada jendela kamar yang telah tertutup rapi.
Hizkia menatap wajah istri yang telah beberapa hari tak dilihatnya. Apa sebegitu tidak diinginkan kehadirannya oleh sang istri? Jauh datang dari Jakarta bukannya mendapat sambutan baik dari istri malahan wajah jutek.
"Ini sudah malam. Aku mau istirahat." Mama Elkana meneruskan perkataan tanpa ingin tahu mengapa kini mereka berdiri saling berhadapan. Hatinya masih inginkan jarak dengan suami.
"Tidak menanyakan kabarku?" Hizkia bertolak pinggang, menatap tajam istri yang tak sudi bersemuka dengannya. Ruth melipat tangan di dada, bila diterjemahkan isi pikiran Ruth 'bodo amat'.
"Pasti kabarmu baik. Kalau tidak, tidak sampai ke sini," Ruth menjawab sekenanya.
"Apakah tidak ada percakapan suami-istri yang normal setelah tidak bertemu beberapa hari?" tanya Hizkia masih ingin berlama-lama.
Mendengar itu, emosi mama Elkana malah memuncak.
Dia menatap suaminya dan tersenyum tipis lalu menjawab, "Normal!? Mau kamu apa dari percakapan suami istri, rumah tangga ini saja tidak normal. Mengapa kamu ke sini dan tidak menghabiskan malam bersama kekasihmu saja?"
Hizkia diam menelusuri ekspresi Ruth yang berkaca-kaca. Sesak rasa dada Ruth bila berurusan dengan suaminya.
"Oh, kalian ingin terang-terangan berhubungan? Seharusnya kamu tidak pernah menerima pernikahan ini," tekan Ruth.
"Kamu cemburu?" Hizkia entah mengharapkan jawaban apa dari pertanyaannya.
"Bukan soal penting cemburu atau tidak," jawab Ruth seraya mengalihkan pandangannya ke jendela kembali.
Tercipta keheningan di antara Ruth dan Hizkia beberapa saat.
Ruth menganggap percakapan selesai. Ia menaikkan kakinya ke ranjang. Belum lagi sempurna, Hizkia kembali menegakkan tubuh Ruth menghadap padanya. Baginya, percakapan belum selesai, tetapi istrinya seenaknya mau merebahkan diri.
"Apa lagi!?" tantang mama Elkana menatap suaminya dengan kesal. Jangan bilang Hizkia mengajak debat malam ini. Padahal selama hampir setahun pernikahan, Hizkia sosok yang tenang di mata Ruth.
"Apa begini kamu bersikap sebagai istri saat bersama abang? Bersikap tidak hormat pada suami?"
Pertanyaan sederhana itu menyindir hati Ruth.
Mama Elkana benar-benar tidak habis pikir mengapa jadi ia yang tampak salah? Bukannya mengoreksi diri sendiri, Hizkia sungguh menyulut api. Mereka sama-sama emosional.
"Jangan - pernah - bawa-bawa - pernikahanku - dulu. Pernikahan kami sangat bahagia tanpa sandiwara. Kalau kamu mau bicara to the point saja. Apa!? Mau izin berpoligami atau cerai?" tanya Ruth langsung ke inti pembicaraan.
Merembet ke mana-mana kalimat mama Elkana. Membuat Hizkia tidak sabar dan geram. Ia menarik mama Elkana sampai membentur dadanya.
Dagu perempuan itu dicengkeram dan nada ancaman dibisikkan di telinganya, "Ini rumah Bunda. Jangan menyulut amarahku. Jangan pernah ulangi lagi dua kata itu dalam pernikahan kita. Aku tidak segan buat kamu menderita kalau lepas dari aku. Walau aku jauh lebih muda, belajarlah menghargai suami."
Hizkia lalu melepas dan sedikit mendorong Ruth sampai terduduk di ranjang. Ruth terkejut, napasnya terjeda. Ia menghela napas berat dan mengedip-ngedipkan mata tidak menyangka akan sikap berbeda Hizkia. Ruth sampai gemetar.
Hizkia memilih mengambil bantal dan selimut dari ranjang untuk tidur malam di sofa. Ia memunggungi Ruth. Agaknya merasa kecewa dengan penyambutan istrinya hari ini.
Ruth masih terduduk, melihat di ranjang hanya tersedia bantal. Ia membutuhkan sesuatu untuk menghalau rasa dingin di kamarnya. Ruth menarik selimut dari lemari dan berjalan sepelan mungkin menuju tempat tidur. Ruangan rasanya mencekam sekali dibanding tadi ia masuk. Ruth terintimidasi sikap suaminya.
💕💕
Sarapan pagi berempat pemandangan manis yang jarang terjadi. Mama Elkana menyuapi buah hatinya yang berceloteh terus dan memainkan finger food kesukaannya.
"Bunda, besok siang kami berencana kembali ke Jakarta. Apa bunda ingin ikut ke Jakarta?" Pernyataan itu membuat hangat hati Magdalena, ia mengira semalam hubungan anak mantunya semakin baik.
Lain hal dengan Ruth yang diam terpaku karena pagi tadi mereka belum membicarakan rencana kepulangan ke Jakarta.
"Bunda bukan ngga mau ya, Nak. Ketepatan beberapa hari ini pesanan katering Bunda penuh. Ada pesanan untuk acara perusahaan dan sekolah, Nak. Bunda sudah menyusun jadwal kosong, beberapa bulan lagi baru bisa berkunjung ya, Nak," Magdalena menjelaskan, pagi ini ia banyak tersenyum.
"Oke, Bunda. Nanti dikabari kalau mau ke Jakarta ya, Bun," menantunya menanggapi.
Mama Elkana bisa apa, terpaksa menuruti suami kembali ke Jakarta atau hal tak terduga bisa dilakukan oleh Hizkia. Padahal ia masih kesal dengan Hizkia yang seenaknya. Ia masih ingin menikmati kekesalan eh bukan... kebersamaan dengan bundanya.
Kembali ke Jakarta membuat Ruth berpikir keras untuk menyusun rencana terkait pernikahannya. Ruth perlu mempertimbangkan perkataan bunda, ia telah memutuskan sesuatu hal dalam benaknya.Ruth kembali dalam aktivitas hariannya sebagai istri dan ibu. Ia mempersiapkan segala keperluan suami dan anaknya. Tetap irit bicara. Sementara perasaan Hizkia lebih tenang bila istrinya berada di rumah dalam pantauannya.Teringat tentang masakan, ternyata Hizkia telah melewati banyak hari untuk tidak mencicipi masakan istrinya yang lezat. Alasan kesibukan dipakainya dengan maksud supaya istrinya tidak perlu repot-repot memasak.Padahal Ruth tak pernah merasa kerepotan, ia memang senang memasak. Kali ke depan Hizkia tidak mau melewatkan kesempatan menikmati hidangan yang disajikan istrinya."Boleh siapin bekal makan siang buat aku, ngga?"Itu permintaan Hizkia telah beberapa minggu setelah kembali dari Palembang."Boleh." Ruth mengangguk.
"Hei! Kamu perempuan, tidak sadar yang kamu dekati pria beristri? Tidak laku atau tidak bermoral?" Ruth beralih melancarkan serangan pada Naomi. "Saya tahu kalian rekan kerja dan pernah menjalin hubungan romantis. Tapi sikap kalian sangat rendah dan tidak layak," berang Ruth pada Hizkia dan Naomi. Ruth menepis rasa hormat pada suaminya. Naomi seketika berdiri dan tersinggung dengan ucapan mama Elkana. "Yang tidak laku aku atau kamu. Menikah dengan pria jauh lebih muda, memangnya kamu mampu melayaninya?" Naomi yang dikenal lembut tersulut api amarah. "Hhh... sudah tanyakan pada pria ini, siapa yang meminta menjadi istrinya? Berkali-kali ditolak, tetap ingin menikahiku bahkan keluarga besarnya turut andil. Hhm... apa itu disebut tidak laku?" Ruth melirik respons Hizkia sebentar, ia berlagak sombong. Ruth melipat tangan di dada dan menegakkan dagunya menandakan ia lebih diinginkan dari Naomi meski sebenarnya dada Ruth berdetak cepat.
Di akhir bulan, pengasuh yang dicari telah dipekerjakan Ruth, sebenarnya tidak banyak kerja harian pengasuhnya. Hanya saja bila mereka bepergian lama ke luar rumah, peran pengasuh penting untuk membantu kebutuhan Elkana.Pengasuh tidak tinggal bersama mereka melainkan datang pagi pulang sore. Mama Elkana masih mengambil tanggungjawab untuk melayani suami dan anaknya. Ia merasa mampu.Jadwal kunjungan proyek tiba, Hizkia telah meminta Melina untuk memesan tiket menuju lokasi pembangunan resortnya. Ia akan turut serta meninjau lokasi. Naomi tentu saja turut serta dalam perjalanan karena ini kerjasama antara perusahaan mereka.Malam sebelum keberangkatan, Hizkia memberitahu Ruth jadwal penerbangan esok hari. Ruth tahu Naomi ikut serta di kunjungan kerja ini. Dari mana mama Elkana tahu? Melina. Melina telah menjadi sekutu baik Ruth. Sekalian menjadi mata-mata suaminya. Nampaknya, jiwa intelijen Ruth tumbuh bers
Untuk sampai ke lokasi pembangunan, mereka menggunakan tiga mobil. Satu mobil untuk Naomi dan asisten, Hizkia bersama istrinya di mobil yang lain, untuk Melina dan tim disediakan pula mobil berbeda. Bila saja Ruth tidak turut serta berkunjung ke lokasi, ia memastikan Naomi akan semobil dan menempel pada suaminya. Perempuan itu akan memanfaatkan waktu untuk menggoda Hizkia terus-menerus menggunakan tubuh dan kalimat rayuan manis. Sementara Hizkia cenderung tidak menolak aksi Naomi bila saling berdekatan. Apakah itu karena murni dorongan cinta pada Naomi, hasrat, atau untuk kepentingan perusahaan. Hal yang pasti, hati Ruth begitu senang sebab ia merasa menggagalkan rencana Naomi. Senyum sendiri di mobil, Ruth tidak mendengar panggilan suaminya. Hizkia menarik lengan Ruth agar beralih melihatnya. "Kenapa senyum-senyum sendiri?" tanya Hizkia menaikkan satu alis matanya penasaran. Ketahuan begitu, wajah mama Elkana
Sewaktu Ruth berjalan-jalan di taman hotel, tanpa sengaja Ruth bertemu lagi dengan Kris. Pria yang waktu itu bertemu di mal daerah Palembang. Kris sedang melakukan perjalanan dinas, katanya begitu. Sementara Bu Ratmi tengah menemani Elkana bermain mengejar kupu-kupu di taman."Wah, kayaknya kita jodoh nih," sapa Kris tersenyum pada Ruth.Wajah Ruth menghangat mendengar perkataan Kris, "Mau kamu tuh.""Iya loh, sudah jauh ke sini kita jumpa lagi. Apalagi kalau tidak jodoh namanya," mama Elkana tergelak sambil menutup bibirnya dengan satu tangan, sebelah lagi menyentuh perut."Tampak cantik kamu," tidak sadar Kris terlalu jauh berucap, "eh... sama siapa ke sini, bertiga aja?" Ia menetralisir suasana, menatap arah taman.Deheman dari belakang membuat keduanya menoleh. Rupanya Hizkia menyusul, "Halo Pak! Saya suaminya Ruth." Mereka berdua berjabat tangan, saling menyebut nama. Ini pertemuan pertama Hizkia dengan Kris, sementara sepengamatan singk
"Ya, minta aja," ujar Ruth menaruh ponselnya di meja dan memberi perhatian pada Hizkia."Selama menikah aku tidak pernah dengar kamu manggil aku dengan sebutan tertentu," Hizkia menjeda, "mulai malam ini aku mau kamu sebut dengan panggilan Papa El," Hizkia menunjuk dirinya, senyuman samar terlukis di wajahnya.Ruth melongo mendengar permintaan suaminya. Hizkia berdiri ingin menuju kamar, teringat sesuatu berbalik menyampaikan permintaan lainnya pada Ruth."Dan satu lagi. Kamu tidak boleh ketemu dengan Kris itu, sebelum ijin dari aku," perintah tegas. Ruth memroses perkataan suaminya. Untuk permintaan yang pertama Ruth bisa memenuhi namun untuk yang kedua ia tidak mengerti apa alasan harus berlaku demikian.Hizkia beranjak menuju kamar membawa Elkana yang tersenyum seolah sepakat dengan papanya. Sementara mama Elkana masih terdiam berpikir tentang permintaan suaminya.💕💕
"Kamu tidak dengar, suamimu berbicara sedari tadi?" suara rendah Hizkia mendebarkan detak jantung Ruth. Wajah Hizkia begitu dekat, suaranya terdengar tajam di telinga mama Elkana. Hizkia memerhatikan tiap inci rupa istrinya. Mereka terdiam, waktu seolah terhenti sejenak."De... dengar, Papa El, tanganku sakit..." suara pertama Ruth terkesan masygul. Hizkia melonggarkan sedikit tangannya, tatapan Hizkia tetap fokus mengintimidasi. Mata mama Elkana nampak berkaca-kaca, ia merasa dikasari. Pasti tangannya kini berbekas jari Hizkia. Bagi Ruth itu tidak menyenangkan."Katakan sesuatu tentang tuduhanku tadi," Hizkia berbisik menuntut jawaban jujur dari Ruth. Nada dingin suaminya membuat tubuh Ruth meremang."Aku... aku cuma bersikap sebagai seorang istri," suara mama Elkana terdengar pelan, sulit menelan ludahnya, matanya sayu hampir-hampir menangis. Rasanya Ruth ingin bersembunyi. Sikap Hizkia terkesan seram bagi Ruth.
Riyem lewat ruang makan membawa sebuah nampan berisi piring, gelas, dan sendok, "Makanan buat siapa, Bu Riyem?" tanya Arshaka."Buat Ibu dan Elkana, Pak," jawab Riyem. Pantas saja Hizkia tidak melihat siapa-siapa di ruang makan. Ruth memilih makan di kamar. Hizkia teringat kejadian tadi malam.Hizkia meminta biar dirinya saja yang mengantar nampan yang berisi sarapan ke kamar Elkana. Tiba di kamar, Hizkia mengetuk pintu tanpa bersuara. Nampan dipegang dengan tangan kiri. Pintu terbuka.Ruth terkejut kehadiran suaminya. Lantas mengambil nampan dan kembali menutup pintu tanpa sepatah katapun. Hizkia tersenyum tipis, belum sempat menyapa, pintu telah tertutup. Hizkia meyakini istrinya kini tengah merajuk karena ulah Hizkia sendiri."Aku ke kantor ya. Titip cium buat Elkana," Terdengar suara dari balik pintu. Ruth membiarkan dan tidak membalas. Sementara Elkana yang tergiur girang dengan makanan ta