"Bang ... Maya ga jadi masak, jadinya beli lauk. Maya khawatir kalau kecapean Maya yang tidak bisa jadi permaisuri nanti malam."
"Ga apa-apa sayang, yang penting kamu senang. Ya sudah, yuk makan. Abang sudah lapar. Biar Maya Abang suapin ya." ucap Bang Kay. Seperti biasa, ucapan dan sikapnya selalu mendinginkan hati yang membara saking panasnya.
"Maya ada masalah ya, wajah Maya Abang tidak seceria biasanya." ucap Bang Kay.
"Engga Bang, Maya ga ada masalah."
"Jujur sama Abang, jangan ditutup-tutupin. Ada Apa?" tanya Bang Kay penasaran. Sebisa mungkin kusembunyikan perasaanku, kekesalanku, Bang Kay tetap bisa mengetahuinya.
"Tadi ... Maya pas mau beli sayur, banyak ibu-ibu yang ngomongin Maya." ucapku sembari memonyongkan bibirku yang sexy.
"Ngomongin gimana?"
"Ngomongin masalah Maya kenapa udah satu tahun menikah belum punya anak."
"Terus Maya jawab Apa?"
"Maya bilang aja Maya pakai KB dan belum siap punya anak."
Bang Kay tersenyum tipis, entah apa yang ada dalam benaknya.
"Kok malah senyum sih Bang." ucapku.
"Kasihan kamu Dek, gara-gara Abang, harus mendengar omongan orang-orang."
"Abang sih, ditanyain kenapa ga mau ngehamili Maya, diem-diem aja. Apa susahnya coba ngehamilin istri sendiri?"
"Emang Dek Maya udah siap punya anak?"tanya Bang Kaylani.
"Siap dong Bang, kalau ga siap, mana mungkin Maya mau goda Abang tiap malam."
"Tapi Dek, punya anak itu ga semudah yang dibayangkan. Kalau anak BAB, harus di cebokin, mau makan harus disuapin, tiap hari nyuci baju kotornya bertumpuk-tumpuk dan ...."
"Setidaknya kan Bang, Abang sentuh dulu Maya. Masalah hamil atau engga. Mampu atau engga, itu biar Allah yang menetapkan, ini ... Maya harus terpaksa bohong demi menjaga aib Abang."
"Emang Maya bohong apa?"
"Maya bilang sama Ibu- Ibu yang ngomongin Maya, kalau Maya pakai KB makanya ga hamil- hamil." Bang Kaylani, terdiam.
♡♡♡♡
Malam haripun tiba, aku bersiap-siap seperti biasanya. Menggoda Bang Kay setiap malam walau berujung penolakan. Malam ini aku mempersiapkan semuanya dengan lebih baik. Ku pakai Lingerie berwarna merah hati, tidak lupa lipstik, misk thaharah, dan juga parfum beraroma LUX.
Tak lama kemudian Bang Kay pulang dari mesjid, Bang Kay pulang shalat Isya lengkap dengan sarungnya. Bank Kay sepertinya juga akan bersiap-siap menjadi Raja. Ia mengganti bajunya dengan baju kaos putih bertuliskan playboy di dadanya. Lalu kemudian Bang Kay mengganti sarungnya dengan celana jeans ala anak muda jaman Now. Tidak lupa Bank Kay menyemprotkan parfum keseluruh tubuhnya. Aroma Casablanca membuat gairahku meningkat.
Bang Kay duduk di atas kasur, lalu kucoba merayu dan mendekatinya kemudian duduk disampingnya.
"Kreet" suara dipan kasurku berderit. Sedikit merusak konsentrasi.
Adegan indah suami istripun terjadi tanpa terelakkan. Aku dan Bang Kay saling mendengar nafas memburu. Namun saat aku mencoba lebih jauh, Bang Kay menarik diri.
"Dek, tunggu bentar! Abang mau ke kamar mandi." ucap Bang Kay menyingkirkanku darinya.
"Tapi Bang, jangan dong Bang!" rungutku kesal.
"Bentar-bentar, sabar ya!" ucap Bang Kay memasuki kamar mandi dan kemudian menutup pintu dan menguncinya.
"Udah Bang? Kok lama sih?"
"Belum, Abang sakit perut ini."
"Sakit perut sih sakit perut. Tapi masa' ditoilet hampir se jam?" gerutuku.
Hasratku hilang, kepalaku sakit lagi. Sepertinya malam ini aku gagal lagi menjadi permaisuri.
"Bang Kay, pandai sekali kau mencari alasan. Jika ku hitung, mungkin sudah ada seribu alasanmu menghindar untuk Menghamiliku." Batinku kecewa.
♡♡♡♡♡
"Dek, Abang pergi kerja dulu ya. Baik-baik dirumah. Kerja rumah jangan terlalu dipaksain. Nanti pulang kerja Abang bantuin." ucap Bang Kay padaku.
"Iya Bang, hati-hati dijalan." ucapku sembari melambai pada Bang Kaylani.
Seperginya Bang Kay, aku masuk kerumah. Dan mulai membereskan rumah. Jam sudah menunjukkan pukul 9. Rencananya setelah ini aku akan pergi kerumah Fika sahabatku yang pulang dari kota. Aku ingin menceritakan permasalahanku padanya.
Setelah urusan rumah selesai, aku segera mandi dan memakai baju terbaikku. Biasalah, kalau ketemu teman dari kota musti jaga wibawa. Supaya tidak kelihatan kampungannya.
"Assalamualaikum Fika ...."
"Waalaikumsalam, eh Maya. Jadi juga datang ke rumah."
"Iya dong, masa' ingkar janji."
"Silahkan masuk. Aku ada bawain oleh-oleh buat kamu." ucap Fika ramah. Aku masuk mengikutinya dari belakang.
Sejujurnya aku merasa sedikit risau untuk menceritakan masalahku. Khawatir ceritaku bocor kepada tukang ghibah, khawatir karena yang kuceritakan adalah aib. Tapi entah mengapa perasaan yang kupendam ini terasa membuncah. Aku tidak tahan rasanya untuk menceritakannya. Aku berharap Fika empati pada masalahku dan responnya membuatku lega.
"Fik, menurutmu bagaimana jika ada suami yang tidak menyentuh istrinya di malam pertama sampai 1 tahun lamanya."
"Emang ada ya?" Tanya Fika ragu.
"Ya adaloh Fik. Kamu kok malah ga tau aku nanya sama kamu karena aku yakin kamu tau."ucapku. Aku mulai meragukannya karena Fika memang juga belum menikah.
"Gile banget tu suami ga mau nyentuh istrinya. Mungkin istrinya jelek dan bau kali. Makanya suaminya ga nafsu."ucap Fika.
"Jelek katamu? Istrinya cantik tau, sexy lagi." sanggahku.
"Siapa sih? Kamu ya May?" tebak Fika.
"Mmm, bukan aku loh Fik. Ada lah teman aku. Dia sering curcol sama aku tapi aku ga bisa ngasih solusi. Kalau aku mah tiap pagi menggigil."
"Ha? Menggigil?"
"Iya maksud aku tiap pagi rambutku basah, menggigil kedinginan gara-gara mandi wajib. Ya kenapa lagi kalau bukan karena menghadapi kegagahan Bang Kaylani. Duh, Aku jadi ragu kamu bisa jawab pertanyaan aku. Secara kamu juga belum nikah."
"Hahah, jangan diceritain yang begituan! Ingat aku belum nikah urusan ranjangmu jangan diceritain! May, May, kayak ga tau aja aku gimana. Jadi gini May, banyak hal yang buat suami ga mau bercinta sama istrinya. Bisa jadi lemah syahwat, ada aib, trauma berhubungan, atau jangan-jangan perempuan. Nikah sejenis kayak yang lagi viral itu. Tapi istrinya ga tau suaminya perempuan. Aneh ya masa istrinya tidak tau masalah suaminya."
"Gitulah Fik, suaminya ini selalu nutup-nutupin. Pas istrinya mau lihat milik Paksunya, Paksunya pasti ngehindar nyari alasan."
"Ow ow .... jadi maksudmu istrinya belum pernah lihat juga milik suaminya?" tanya Fika kaget.
"Ya begitulah Fik menurut sepengetahuanku."
"Udah pernah diraba belum sama temanmu. Jangan-jangan memang perempuan nyamar jadi laki. Jaman sekarang loh May zaman Edan." sahut Fika.
"Udah pernah juga sih aku tanya. Katanya udah pernah nyentuh. Keras kok kata dia." ucapku melanjutkan kebohongan. Ku bilang itu cerita teman saja ... Fika udah cengar-cengir ngetawain. Gimana kalau aku ngaku kalau itu adalah kisah nyataku. Bisa kena bully Bang Kay sama si Fika. Biarlah kali ini aku berbohong lagi. Daripada Aibku terbongkar.
"Oh, kalau begitu mungkin dia punya penyakit May. Coba dibicarain baik-baik."
"Udah Fik, dia udah nyoba bicarain sama suaminya. Tapi suaminya tidak mau terus terang. Dan dia tidak mau terlalu maksain suaminya. Takut diceraiin katanya."
"Ya ampun ... itu masalah serius loh May. Bilang sama istrinya supaya istrinya paksa suami dia ceritain. Gimana kalau suaminya punya penyakit bahaya. Bisa musnah cinta istrinya bersama penyakitnya." ucap Fika memberi saran.
"Okelah Fik nanti aku suruh temanku agar memaksa suaminya untuk menceritakan masalahnya."
"Oke. Nanti ceritain lagi ya gimana kelanjutannya. Kepo aku tau. Kok kayak mustahil ada suami yang tidak mau menyentuh istrinya."
"Lihat nantilah Fik."jawabku ragu.
Setelah berbincang-bincang, tidak terasa hari mulai sore. Aku pulang membawa sejuta tanya tak terjawab dan menambahnya dengan sejuta kemelut hati yang baru. Ada terbersit keraguan dihatiku. Bagaimana jika Bang Kay benar-benar mengidap penyakit berbahaya. Sehingga dia tidak mau menyentuhku dimalam pertama, hingga saat ini ....
Kubawa pulang segala kegundahan dari rumah Fika. Hembusan angin tidak mampu menerbangkan kegundahanku bersamanya. Ku rem motorku setelah memasuki pagar rumah. Gontai aku berjalan ke dalam rumah dan bersandar pada empuknya Sofa.
Sudah jam 16.30, wajah tampan Bang Kay kusayang belum juga terlihat. Sedangkan aku sudah hampir satu jam duduk termenung, memikirkan jawaban mengapa Bang Kay tidak berani melakukan hal itu denganku istrinya sendiri. Dan menyayangkan nasib yang malang ini. Tidak sekali dua kali aku terfikir dan tergoda untuk memilih melakukan hal yang terlarang. Selingkuh misalnya, namun ku tahan sebisa mungkin, karena aku sendiri yang memilih bertahan."Assalamualaikum Maya, Abang pulang." Akhirnya yang di tunggu-tunggu datang juga."Waalaikumsalam." jawabku pelan tanpa beranjak menyambutnya."Loh ... Maya Abang kok cemberut?" tanya Bang Kay.Hening, aku hanya ingin menatap lurus kedepan, memberi kode bahwa aku sedang bad mood kepada Bang Kay. Kemudian aku ngeloyor meninggalkanya beranjak ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Mungkin dengan menyirami kepalaku dengan air bisa membuat rilex diriku.Setelah mandi, kulihat Bang Kay duduk di sofa empuk dengan satu kaki dinaikkan ke atas meja. Matanya mer
“Maafkan kesalahan Abang yang tidak berterus terang. Yang Abang yakini pondasi rumah tangga adalah kepercayaan. Kamu hebat sayang, bisa bertahan dan percaya selama 1 tahun belakangan walau mungkin hari ini hatimu goyah.” ucap Bang Kaylani dengan suara lemah lembut. Begitu layak Bang Kay dikagumi, diluar sana, mana ada laki-laki yang mau meminta maaf duluan. Padahal sudah jelas kesalahannya. Berbeda dengan Bang Kay ku sayang, Dia mau meminta maaf dan mau membujukku hingga hatiku luluh lantah.“Bang, maafkan Maya juga ya, kalau tadi Adek ngomongnya kasar, marah-marah, sampai banting pintu. Maya tidak tahan Bang, tiap hari Maya ke warung ada aja orang yang nanya, kenapa Maya belum hamil. Teman-teman Maya juga gitu, selalu nanyain Maya kapan Hamil. Kata mereka, ga sabar gendong ponakan.” ucapku lembut. Aku ingin mencari simpati suamiku lagi, karena kenyataannya, dia tidak bisa melakukan kewajibannya adalah semata-mata karena alasan taat. Tidak seperti apa yang kuduga selama ini. Homo, pun
“Maafkan kesalahan Abang yang tidak berterus terang. Yang Abang yakini pondasi rumah tangga adalah kepercayaan. Kamu hebat sayang, bisa bertahan dan percaya selama 1 tahun belakangan walau mungkin hari ini hatimu goyah.” ucap Bang Kaylani dengan suara lemah lembut. Begitu layak Bang Kay dikagumi, diluar sana, mana ada laki-laki yang mau meminta maaf duluan. Padahal sudah jelas kesalahannya. Berbeda dengan Bang Kay ku sayang, Dia mau meminta maaf dan mau membujukku hingga hatiku luluh lantah.“Bang, maafkan Maya juga ya, kalau tadi Adek ngomongnya kasar, marah-marah, sampai banting pintu. Maya tidak tahan Bang, tiap hari Maya ke warung ada aja orang yang nanya, kenapa Maya belum hamil. Teman-teman Maya juga gitu, selalu nanyain Maya kapan Hamil. Kata mereka, ga sabar gendong ponakan.” ucapku lembut. Aku ingin mencari simpati suamiku lagi, karena kenyataannya, dia tidak bisa melakukan kewajibannya adalah semata-mata karena alasan taat. Tidak seperti apa yang kuduga selama ini. Homo, pun
“Ini Bang, ambil emasnya dan jual besok ya Sayang.” ucapku menawarkan kotak perhiasanku.“Itu emasmu Sayang, biar sajalah Abang usahakan sendiri. Kalau bisa Abang minjam sama Bapak.”“No, no, no. Pokoknya emas ini udah Adek kasih ke Abang. Terserah mau Abang gunakan buat apa. Mau nutupin kekurangan uang buat beli kucingpun Engga apa-apa deh Bang. Bagiku, Mas sesungguhnya itu ya kamu.” ucapku memaksa namun dengan nada manja.“Tapi kan Yang … ga usah Sayang.” ucap Bang Kay bersih keras menolak. Aku jadi curiga apa ada hal lain yang mungkin dia tutupi. Harusnya kan Suami senang kalau istrinya menolong perjuangan suaminya. Tapi ini kok seolah-olah Bang Kay ingin mengulur waktu 5 bulan lagi.”“Ga ada tapi- tapi ya Sayang, pokoknya jual aja besok emas itu terus kita ke kota cari kucing Persia, terus Abang harus segera hamilin Maya!”ucapku menegaskan."Sayang ... jangan keras kepala. Nanti setelah beli kucing Persia kamunya nangis, sedih kehilangan emasnya." Bang Kay masih bersih keras."Ban
Bangun tidur aku masuk ke kamar mandi. Kamar mandinya cukup lengkap, didalamnya ada 2 buah handuk dan peralatan mandi lain juga tersedia. Seperti, pasta gigi dengan 2 sikat gigi yang masih segel tergantung ditempat khusus, sampo dan sabun cair aroma mawar. juga sabun mandi sekuran jempol. Ku letakkan handuk yang ku bawa dari kampung ketempat gantungan, aku tidak mau memakai handuk hotel, walau warnanya seputih salju dan sewangi kesturi, aku tidak yakin handuk itu benar-benar bersih, entah sudah berapa ribu orang yang telah memakainya, dan aku tidak akan mau jadi orang yang memakai pakaian bekas ribuan orang.Pandangan mataku kembali tertuju ke sabun kecil putih yang tergeletak disamping peralatan mandi. Aku tertarik dengan bentuknya yang kecil dari sabun itu, kuambil sabun tersebut dan mendekatkannya ke wajahku. Ada merk asing tertulis disabun itu,ku hirup aromanya, lumayan wangi, aku tertarik memakainya untuk mandi.Kusirami rambutku dengan air. Aku sengaja keramas agar rambutku bers
Dikamar, jam 20.30 ….“Terimakasih udah beliin Maya semua yang Maya inginkan Bang. Kucing persianya, emasnya, cemilannya, bajunya, semuanya deh. Makasih ya Sayang, Maya doain Abang banyak rezeki.” ucapku kepada Bang Kay sambil memasang perhiasan.“Sama-sama Dek Maya, kebahagiaanmu adalah kebahagiaan Abang.” ucap Bang Kay tersenyum sambil menyandar ke tempat tidur.“Malam ini ‘kan Bang?” tanyaku sembari mendekat kearah Bang Kaylani.“Apanya malam ini Dek?” tanya Bang Kaylani.Kesal! Bang Kay seolah-olah tidak mengerti kemana maksud ucapanku.“Bulan madunya.” ucapku dengan senyum memaksa.“Emm, capek loh Dek seharian jalan- jalan terus.” ucap Bang Kay, menghindar.“Aaa, Abang lemah deh. Masa Maya lebih kuat daripada Abang.” sungutku.“Besok aja ya Dek!” ucap Bang Kay.“Engga mau! Pokoknya Malam ini! Lihat Maya Bang, Maya udah pakai baju dinas ini loh Bang!” ucapku memaksa sambil mencengkram bahu Bang Kaylani.“Engga bisa malam ini Dek …” ucap Bang Kaylani mengernyitkan dah.“Pasti ada s
“Ya Allah Bang, gara-gara trauma kejepit resleting Abang sampai tidak mau di sunat?" ucapku menahan tawa. Aku tidak habis fikir. Terlalu banyak masalah Bang Kay ku sayang. Untung aku sangat mencintainya sampai keteteran. Kalau tidak ...."Sakit banget loh Dek kejepit resleting itu, lebih sakit daripada melahirkan. Kejepit aja sakit apalagi dipotong."“Ih, ga samalah Bang,di sunatkan dibius dulu. Engga di sunat bukan berarti ga bisa 'kan Bang? gimana kalau tetap di lanjutkan aja malam ini.” ajakku pada Bang Kay, mumpung masih berpakaian dinas lengkap.“Ga bisa Dek …kata orang di kampung, sunat itu wajib hukumnya bagi laki-laki. Tidak boleh mencampuri istri kalau belum sunat. Di kampung Abang, orang-orang yang muallaf sebelum menikah disunat terlebih dahulu. ““Udah tau sebelum menikah wajib disunat, kenapa ngga sunat dulu?” tanyaku menahan kesal.“Kan udah Abang bilang, Abang takut disunat. Membayangkan saja ga sanggup Dek, itu yang dipotong barang yang vital, bukan motong kuku atau ra
Sudah sore, aku tidak sadar sudah berapa lama aku ketiduran. Kulihat Bang Kay diruang tamu, duduk menyilangkan kaki sambil membaca Koran. Ada segelas kopi dihadapannya. Ah … dia suami yang selain baik juga begitu pengertian. Dia tau aku lelah sehingga dia tidak membangunkanku untuk membuatkan kopi untuknya.“Sayang, sudah bangun?” ucap Bang Kay, terkejut melihatku didepan pintu kamar dengan rambut acak-acakan.“Masih capek? Kucingmu sudah datang tuh Dek.” ucap Bang Kay menunjuk keteras rumah.“Jam berapa datangnya Bang?” tanyaku senang.“Belum lama Dek, barusan sampai diantar travel.” jawab Bang Kay.‘Meong … meoong … meoong ….’ Terdengar suara merdu kucing Persia yang semalam kami beli di kota. Segera ku kucucir rambutku dan berlari kearah teras rumah.“Duh … sayang, lucunya kamu. Bulu mu indah sekali.” ucapku mengelus kucing Persiaku.“Siapa ya namamu, Gimana kalau aku panggil Lani mau? biar mirip sama Bang Kaylani.” sambungku, mengajak kucing bicara seolah-olah dia akan mengerti ka