Setelah menempuh perjalanan selama kurang lebih satu jam, akhirnya kami sampai di kediaman ibu mertua. Di sana sudah terlihat banyak orang. Ibunya Mas Fajar memang yang paling tua di keluarganya. Beliau mempunyai tiga orang adik, yang rumahnya tidak terlalu jauh dari rumah beliau. Hanya beda desa saja. Ada bibi Yati, bibi Sari, dan paman Joko yang paling bungsu. Jadi saat hari raya seperti ini, adik-adik ibu mertua selalu berkumpul di rumahnya.
Mereka begitu antusias melihat kedatanganku dan Mas Fajar.
"Itu Fajar dan Ayu sudah datang," ucap bibi Sari.
Mas Fajar meletakkan keresek oleh-oleh buat ibu di meja teras rumah. Ada bolu pandan kesukaan ibu, beberapa macam kue kering, dan buah-buahan. Sementara uang THR untuk ibu sudah Mas Fajar berikan beberapa hari sebelum idul Fitri. Setelah ibu menjanda, semua kebutuhan ibu memang di tanggung oleh Mas Fajar. Itulah sebabnya aku tidak menyewa asisten rumah
Hari demi hari tak terasa semakin berlalu. Bulan ini kehamilanku sudah memasuki usia empat bulan bahkan hampir lima bulan. Keadaan ku pun sudah semakin membaik. Selera makan juga sudah kembali normal.Beberapa hari lagi aku memutuskan untuk mengadakan acara syukuran empat bulanan. Bukan perayaan meriah, hanya sekedar syukuran kecil-kecilan yang akan di hadiri keluarga dekat, saudara dan tetangga. Sebagai wujud rasa syukur atas amanah besar dan berharga yang Alloh berikan. Dan sebagai doa agar Alloh selalu menjaga dan melindungi ibu dan bayinya sampai waktunya melahirkan nanti tiba. Pun semoga nantinya, anak yang ada di kandungan ini akan tumbuh menjadi anak Soleh Solehah.Aku akan mengadakan syukuran itu di rumah ini. Meskipun dari awal ibu mertua maunya di adakan di rumahnya. Hal itu membuat ibu Mas Fajar protes. Tapi Mas Fajar berhasil membujuk ibunya."Dek, ibu tadi telpon, katanya besok minta di jemput. Mau ke sini sama Nina d
Dua bulan berlalu setelah acara empat bulanan itu, tak banyak yang berubah. Kecemasanku akan tersebarnya aib rumah tanggaku juga tak terbukti adanya. Lega rasanya. Yang berubah hanya perubahan perutku yang semakin membuncit. Pun dengan bobot tubuhku, naik drastis.Bayi dalam kandunganku juga terasa semakin aktif. Getaran-getaran halus bahkan kencang pun sering kali kurasakan. Apalagi kalau perutku dielus lembut. Bayi dalam perutku akan menggeliat seolah memberi respon. Lucu sekali. Hanya dengan membayangkannya saja aku sudah merasa sangat bahagia. Berbunga-bunga.Tak terkecuali Putra juga Mas Fajar. Mereka senang sekali mengelus perut buncit-ku. Setiap pagi sebelum berangkat sekolah, Putra selalu mengajak bicara adik yang masih dalam kandungan ini."Kakak berangkat sekolah dulu, ya, Dek," ucap Putra sedikit membungkuk, mengelusnya pelan lalu menciumnya. Ketika adiknya itu memberi respon dengan menggeliat, Putra akan tertawa bahagia.Pun deng
Bahagia sekali rasanya mengetahui jenis kelamin bayi dalam kandunganku adalah perempuan. Meski kemungkinannya masih 90%. Mas Fajar pun tak hentinya mengucap hamdalah tanda bersyukur Alloh mengabulkan keinginan kami.Aku merasa ini benar-benar hadiah luar biasa dari rasa sakit yang sedang aku alami. Ini anugrah terindah dari Alloh di waktu yang tepat. Waktu dimana aku memang membutuhkan kekuatan, membutuhkan semangat untuk bisa bangkit dari keterpurukan."Dek, kita sekalian belanja kebutuhan bayi saja ya? Mumpung Mas libur," ajak Mas Fajar antusias.Aku pun mengangguk mengiyakan. Aku memang belum mempersiapkan perlengkapan bayi. Karena ingin memastikan terlebih dahulu jenis kelaminnya.Mobil melaju pelan meninggalkan area klinik.Setelah kurang lebih lima belas menit, kami sampai di toko perlengkapan bayi. Tempatnya memang tidak jauh dari klinik dokter kandungan tadi. Aku dan Mas Fajar keluar mobil, lalu masuk ke dalam toko
Pov FajarSetelah mengetahui jenis kelamin calon anakku, aku begitu bahagia. Setiap hari selalu aku lalui dengan senyuman. Aku sungguh sangat tidak sabar menunggu kelahirannya--bayi perempuan yang cantik. Anak yang sudah dinantikan olehku dan Ayu.Setiap hari selalu berkomunikasi dengannya. Mengelus lembut perut Ayu, kemudian perutnya terlihat bergerak, kadang menonjol sebelah kanan, kadang sebelah kiri. Sering kuajak dia bicara, tentang apa saja. Aku yakin, meskipun masih dalam kandungan, dia pasti akan mendengarnya. Aku pun sering mendendangkan sholawat untuknya.***Sudah beberapa hari ini, aku pergi bekerja dengan naik motor. Ayu tidak ingin melihat mobil kami lagi. Aku pun mengerti dengan apa yang dirasakannya. Bayangan perbuatan bej*dku dengan Rina dalam mobil itu, pasti tak akan pernah hilang, selama mobil itu masih nangkring di halaman rumahku. Aku pun menitipkan mobil itu di rumah temanku. Kebetulan dia suka berbisnis jual beli mobil. Mungkin
Setelah mengetahui pemecatan Mas Fajar, hatiku masih tak karuan. Otakku terus menebak, siapa yang sudah membocorkan aib Mas Fajar? Bukankah hanya antara aku, Rina, dan Doni yang mengetahui semua ini? Apa mungkin Doni? Ah, rasanya tidak mungkin. Bukankah dia juga pasti tidak ingin Rina--istrinya di pecat. Tapi siapa?Sebagai istri, malu ... sekali rasanya aib suaminya terbongkar di muka umum. Harga diriku seolah jatuh. Masih menerima lelaki yang sudah mengkhianatiku. Bagaimana reaksi para tetangga nanti? Apalagi kalau kabar itu sampai pada orang tuaku. Apa yang harus aku katakan pada mereka?Matahari terlihat sangat terik. Cuaca pun terasa sangat menyengat. Setelah menumpahkan tangisnya tadi pagi, Mas Fajar pergi ke rumah temannya untuk menanyakan lowongan pekerjaan. Katanya, dia tidak ingin menyia-nyiakan waktunya dengan berdiam diri di rumah."Assalamu'alaikum. Bunda ... aku sudah pulang." Aku yang masih terbuai dalam lamunan, dikagetkan oleh keda
Setelah sampai di rumah, aku langsung meletakkan belanjaan sayur dengan kasar di atas meja makan. Aku berlari kecil menuju kamar, menghamburkan diri ke atas ranjang. Menumpahkan air mata yang sedari tadi kutahan. Mas Fajar yang sedang menyetrika baju-baju baru untuk calon bayi langsung menghampiriku."Kenapa, Sayang? Datang-datang kok tiba-tiba nangis?" Mas Fajar memegang bahuku pelan.Aku bergeming. Masih sesenggukan karena dada masih begitu sesak. Sehingga aku belum sanggup untuk bicara. Mas Fajar hanya mengelus-elus punggungku."Mas ambilkan air minum dulu, ya? Biar kamu tenang." Mas Fajar beranjak menuju dapur.Tak lama ia datang dengan segelas air putih di tangannya."Minum dulu, Dek." Mas Fajar memegang bahuku, membantuku untuk duduk. Dia menyodorkan gelas itu. Aku meminumnya beberapa teguk, lalu kembali menyerahkan gelas itu ke tangan Mas Fajar. Mas Fajar men
SENTUHAN HARAM SUAMIKUDeru motor terdengar berhenti di depan rumahku, ketika aku baru saja selesai melaksanakan salat zuhur. Terdengar pintu depan dibuka sambil terucap salam. Mas Fajar sudah pulang rupanya.Teringat pesan bapak tadi, sebesar apapun kesalahan suami, tetaplah hormati dia. Lakukan semua kewajiban dengan baik. Aku menghela napas kasar. Mengusir rasa tak nyaman yang menelusup relung hati.Gegas kuhampiri dia, yang ternyata sedang menuangkan air putih ke dalam gelas."Sudah pulang, Mas?"Dia mengangguk seraya tersenyum lalu duduk di kursi meja makan seraya meneguk air hingga tandas."Sudah makan, Dek? Mas lapar banget ini." Mas Fajar bangkit berjalan menuju rak piring."Belum, Mas.""Kita makan bareng, yah." Mas Fajar mengambil dua buah piring. Aku segera menghampirinya."Biar ak
SENTUHAN HARAM SUAMIKUPov FajarSelama seminggu ini aku sudah mencoba berkeliling mencari lowongan pekerjaan. Memasukkan lamaran pekerjaan ke beberapa perusahaan. Pun bertanya kepada teman-temanku. Tapi hasilnya nihil. Aku sadar, sekarang nama baikku sudah tercemar. Tidak mudah bagi sebuah perusahaan untuk menerima karyawan dengan latar belakang yang buruk, kecuali memang tidak mengetahuinya. Ah, bagaimana mungkin tidak mengetahui, sementara ketika kita interview saja selalu ditanya, kenapa keluar dari perusahaan sebelumnya? Haruskah berbohong? Tentu itu bukan jalan yang baik untuk memulai sesuatu. Karena cepat atau lambat, kebohongan itu akan kembali terungkap.Sebagian teman-temanku pun, sepertinya enggan untuk membantu. Jangankan untuk memberitahu lowongan pekerjaan di tempatnya bekerja, ketika aku baru saja menghubunginya, kebanyakan mereka langsung pura-pura sibuk dan mematikan sambungan telep