Alexander tidak menjawab, dia memperhatikan Rianne dengan lekat, “Ayo kita kembali ke kamar, kau pasti lelah.” Alexander mengangkat tubuh Rianne ala bridal style. Rianne menenggelamkan wajahnya pada dada bidang Alexander saat mereka berdua naik tangga.Di depan pintu, Caroline melihat nya dengan tatapan nanar, dia semakin merasa Alexander semakin jauh darinya, “Rupanya kau memang tidak pernah mencintaiku ….” Lirihnya melihat dua orang yang tengah di mabuk cinta itu semakin menjauh.Di kamar, Alexander kembali membaringkan tubuh Rianne diatas kasur, “Tidurlah! Aku akan menunggumu sampai kau benar-benar terlelap.” Alexander mengusap lembut rambut panjang yang selalu wangi.Rianne tersenyum miring dan menepuk sebelahnya meminta Alexander juga berbaring di sampingnya, “Tidur bersamaku. Kau tidak ingin memelukku? Aku merindukan wangi tubuhmu.” Ucap Rianne sudah mengusap lembut wajah tampan dihadapannya.Alexander menangkap tangan lembut itu dan mengecupnya, “Baiklah, kita akan tidur bersam
Caroline mendongak, dia yang sudah berjongkok di sela paha sang kekasih, merasa sangat aneh, namun dengan senyum menawan dan tangan lembutnya, dia megusap lembut sesuatu di balik celana kain berwarna hitam.Alexander mendongak, dia merasakan sentuhan halus tangan Caroline yang semakin membuatnya frustasi, melihat itu Caroline tersenyum miring, tidak ada satupun pria yang akan menolak sentuhannya.Yang tidak disadari oleh Alexander adalah penghalang di bawah sudah merolot, entah kapan wanita dengan wajah putih pucat itu menurunkannya. Alexander semakin frustasi saat Caroline memanjakan senjata nya.Tidak tahan lagi dengan sensainya, Alexander membawa Caroline ke atas kasur, melemparnya dengan pelan dan mengungkungnya, keduanya sudah tidak menggunakan sehelai benangpun saat ini.“Sayang … aku tahu kau tidak akan menolak sentuhanku.” Caroline meraba dada bidang itu dengan sesekali mengecupnya.“Kau benar, kau memang sangat luar biasa.” Alexander sudah gelap mata, siang itu mereka berdua
“Kau membuat sekertaris mu cemburu padaku.” Rianne melepas ciuman mereka.Alexander kembali menarik tubuh itu agar tidak membuat jarak. Pria tampan itu kembali memeluk wanitanya, “Apa ini caramu membalasku?” tanya Alexander tetapi masih mengelus punggung Rianne lembut.“Benar dan juga bisa salah. Jangan banyak berpikir, nikmati saja masa-masa indah bersama, sebelum salah satu diantara kita mati.” Alexander melerai pelukannya, dia menatap lekat Rianne, dia membenci satu kata paling akhir.“Kenapa suka sekali mengatakan kematian? Sejauh ini apa kau memang tidak mengerti? Aku mencarimu, tetapi kau kembali menghilang, setelah susah payah menemukanmu sekarang kau bicara kematian padaku?”Alexander berjalan ke sisi lain, dia memandang ke bawah dari dinding kaca besar di kantornya, pria itu membenci kata mati, itu sama saja mengingatkannya pada Arche pria yang tidak sengaja anak buahnya bunuh. Tetapi apakah Rianne tidak juga mengerti, keempat pria yang membunuh kakaknya sudah mati juga oleh
“Sungguh aku sangat suka dengan percaya dirimu.” Kata Caroline menatap tajam Rianne yang menatapnya biasa saja.Rianne hanya tersenyum miring terlalu banyak derita dan pengkhianatan membuatnya tidak bisa lagi menjadi wanita lemah seperti biasanya, mungkin Tuhan memang sudah menakdirkannya menjadi wanita tanpa perasaan.“Nona, jika kau memang tidak menyukaiku, katakan langsung pada pria yang kau anggap kekasih, bukan padaku.”Setelah mengatakan itu, Rianne berlalu begitu saja, di abaikan teriakan Caroline, yang semakin menjadi dengan sumpah serapahnya, jangan salahkan Rianne, dia juga ingin hidup tenang tetapi memang Alexander yang terus menahannya.Jika seperti itu, Rianne harus bagaimana? Tentu saja mengikuti keinginan pria yang dulu dipujanya tetapi berbalik menjadi pria menyeramkan baginya.“Bagaimana harimu? Menyenangkan?” kini keduanya berada di balkon kamar milik Alexander yang sudah menjadi kamar Rianne juga, keduanya makan malam di kamar, karena Rianne menolak makan malam bers
Alexander hanya tersenyum getir, apakah dia bisa menjadi jahat setelah berhasil menemukan belahan jiwanya?“Apakah itu memang niatmu? Mendekatiku, membuatku jatuh cinta dan menyakitiku dengan kembali pergi?” tanya nya. Rianne tidak menjawab, dia hanya semakin masuk dalam kedakapan Xander. “Coba jelaskan padaku, bagaimana caranya aku memaafkanmu setelah kau membunuh kak Arche?” lirihnya.“An –,”“Aku tahu bukan kau yang membunuh secara langsung, tetapi mereka anak buahmu kan? Bagaimana aku bisa menerima ini dengan mudah? Dia kakakku, dia sudah berjanji akan bersamaku, tapi –,”Alexander menghela napas panjang, dia bangun dari pembaringannya, membuat Rianne heran, pria itu masuk kesebuah bilik di dinding kamarnya, bahkan Rianne baru tahu bahwa dengan sekali dorong saja dinding itu terbuka dan menampakkan sebuah ruangan rahasia.Rianne duduk dia masih menunggu Alexader keluar karena dinding tadi sudah tertutup kembali. Beberapa menit menunggu Alexander keluar dengan tubuh yang masih ber
Rianne yang menyusupkan tangannya disela-sela rambut tebal Alexander memberhentikan tangannya, kini Alexander juga sudah menghadapkan wajahnya kedepan menatap Rianne dari bawah. Tangan kekarnya mengulur ke atas dan mencubit pipi Rianne sampai si empu meringis.“Mau kemana?” Rianne memindahkan tangan Alexander dan siap mendengarkan ucapan selanjutnya.“Aku tidak bisa mengatakannya, tetapi aku pasti akan kembali.”Keduanya saling diam. Rianne kali ini merasa aneh, seperti tidak ingin membiarkan, tetapi dia tidak ada hak untuk itu. Alexander yang melihat diam nya Rianne kembali melanjutkan, “Kau bisa tinggal disini menungguku, juga bisa kembali ke rumahmu kalau memang sangat ingin.”Ucapan Alexander kembali membuatnya bingung, kenapa pria yang mati-matian membuatnya terikat seolah membuka semua ikatan nya, ada apa sebenarnya, apakah memang seperti ini?Alexander kembali melanjutkan, “Hanya saja kedai kopimu, aku tidak bisa mengambilnya kembali karena yang membelinya memang sangat membutu
Baru saja Lyora akan melangkah pergi, suara pintu terbuka membuat langkahnya terhenti, Lyora berbalik dan melihat siapa pemilik sebenarnya. Viola terkejut karena tidak menyangka wanita yang pernah di tolongnya akan berdiri di depan pintu dengan senyum yang tidak ingin dilihat.“Selamat siang, Nona, Viola.” Lyora memang mendapatkan serta nama dari resepsionis tadi, dia teliti wanita yang sangat sulit sekali informasinya dengan seksama, wajah bulat, kulit putih, bibir tipis dan kecil serta bulu mata panjang, mirip boneka.Viola yang awalnya terkejut berusaha menormalkan dirinya, dia bersikap tenang kembali dan tersenyum, melihat dari tatapan Lyora sepertinya gadis itu tidak mengenal wajahnya.“Selamat siang juga, silahkan masuk!” tidak ada kesempatan Viola bertanya, karena pasti Lyora sudah mengetahui siapa dirinya, maksudnya mungkin mengetahui kalau dia adalah penolong bukan penyebab. Lyora masuk memperhatikan semua yang ada didalam, indah itu yang bisa Lyora lihat. “Nona, terima kasi
Pemuda itu memajukan wajahnya lebih dekat dengan wajah Alena, wanita yang menolongnya saat itu. Alena yang seperti sudah tahu apa yang akan terjadi memejamkan mata, jemarinya saling remas, jantungnya berdegup kencang.Satu kecupan mendarat di hidung mandung wanita dengan kulit sawo matang tersebut, Alena mengerjapkan mata berulang kali, “Tu-tuan, anda--,”“Terima kasih karena kau dan ayahmu menolongku.”Alena memundurkan wajahnya, “Tuan, sudah berapa kali anda mengatakannya? Saya dan ayah saya senang karena anda baik-baik saja, percayalah!” Orion mengangguk.Benar, pria yang bersama Alena adalah Orion, entah bagaimana caranya sampai dia bisa bebas dari maut saat itu. Dia mendapatkan beberaa luka, dan itu akan terus mengingatkannya tentang bagaimana pria itu melukainya.Alexander, Orion akan tetap meyakinkan dirinya bahwa semua kejadian tiba-tiba yang dia dapatkan adalah karena Alexander, pria yang tiba-tiba masuk dalam kehidupan nya bersama Rianne.Orian tersenyum saat menyebut nama w