Mereka berhenti di rumah mewah. Bukan rumah lebih tepatnya mansion.
Mentari terkagum-kagum melihatnya, mansion ini seperti ada di novel-novel yang sering dia baca.
Sangat luas, bahkan mungkin sepuluh kali lipat lebih besar dari rumahnya.
"Ini rumah siapa kak?" Tanyanya.
"......."
Mentari menoleh kan wajahnya saat Benji tak kunjung menjawab pertanyaanya.
Dia mengerutkan kening nya saat melihat Benji seperti gelisah dan khawatir. dia tidak pernah melihat Benji seperti ini sebelumnya.
Mentari menyentuh pundak Benji pelan.
"Kak..." ucapnya.Akhirnya benji menolehkan wajahnya,Dia tersenyum kecil seperti terpaksa.
"Ayo kita masuk" ujarnya, Dengan memegang tangan Mentari. Benji menarik napas dalam-dalam, lalu menghembus kan nya.Mentari mengangguk setuju,
Mereka pun keluar dari mobil.Mentari terus melihat ke arah Benji, pria itu sedari tadi terus menghembus kan napas. Ada apa sebenarnya.
<Mentari masih asik mengobrol dengan omanya Benji sedari tadi."Oh iya apa Benji pernah cerita soal keluarganya ke kamu?" Tanya oma pemasaran.Mentari menggelengkan kepanya sebagai jawaban.Oma tersenyum"Wajar kamu terlihat kaget tadi.." ujarnya saat melihat ekspresi bingung Mentari di dalam tadi."Emangnya ada apa oma?" Tanya nya bukan bermaksud lancang, cuman jujur dia penasaran kenapa keluarga Benji seperti tidak menyukai pria itu."Mmm jadi begini Benji itu anak dari istri kedua papinya.."ucap oma Benji mulai cerita.Mentari melebarkan matanya kaget. Wajar saja wanita yang ada di meja makan tadi tidak mirip dengan wanita yang ada di foto, yang di lihatnya di apartemen Benji.Ternyata dia ibu tirinya Benji."Yang kamu lihat di dalam tadi itu istri pertama papimya Benji namanya Laras, dan yang cowok sama cewek itu adik tirinya Benji" jelas oma."Dulu papinya Benji menikahi mamahnya Benji karena Laras tidak bisa hamil, pad
Mentari memilih menunggu Benji di luar. dia duduk di sebelah mobil Benji yang sedang terparkir.Mentari menghapus air matanya, agar Benji tidak melihatnya. Dia berharap semoga Benji tidak mengetahui kalau tadi dia menguping pembicaraan Benji dan papinya.Dia juga tidak pamit pada oma bukanya tidak sopan, namun tidak enak kalau harus mengganggu oma yang sedang istirahat.Mentari menghembus kan napasnya dia tidak menyangka bahwa hidup Benji sesedih ini."Masuk" ujar Benji yang baru saja keluar dan langsung masuk ke mobil.Mentari mengikutinya masuk ke dalam mobil.Tidak ada yang bicara mereka sibuk dengan pikiran masing-masing.Mentari menoleh ke arah Benji memperhatikan wajah pria itu. Masih sama terlihat datar seolah tak terjadi apa-apa."Jangan lihatin gue kayak gitu, gue nggak suka" ujar Benji dingin. Dia tidak suka ketika Mentari menata
Mentari terbangun dari tidurnya dia menoleh kesampingnya Benji sudah tidak ada."Dasar jelangkung" guman Mentari.Semalam dia tidak berhasil mengusir Benji. Terjebak dengan ucapannya sendiri waktu itu.Ngomong-ngomong gimana ke adaan Romi. Dia masih kepikiran walaupun dia benci sama pria itu, tapi tetap saja dia masih punya hati. Apalagi semuanya terjadi juga gara-gara dia.Benji tidak tanggung-tanggung kemarin, dia memukul Romi hingga babak belur. Membuat Mentari menjadi sangat khawatir.Ting...tong....ting....tong...Seseorang menekan bel dengan tidak sabar."Astaga siapa lagi.." ujar Mentari lelah, perasaan hidupnya tidak pernah tenang lagi akhir-akhir ini.Semenjak kenal sama Benji semakin banyak orang yang mengganggunya, terutama di kampus.Dia turun dari ranjangnya lalu masuk ke kamar mandi untuk gos
"Hallo"sapa ibu Mentari ke pada orang di sebrang telpon."Datang kesini kamu kerumah saya, jangan main-main sama anak gadis orang ya" ujar ibu Mentari dengan kesal.Mentari hanya berdiri kaku dia nggak tau harus berbuat apa. Mila sudah mencerita kan semuanya ke ibunya saat tadi sore ibunya pulang. dan ibunya sangat marah mendengar hal itu.sekarang ibunya sedang menelpon Benji dan memarahi pria itu. Mentari berharap semoga Benji tidak emosi dan mencelakai ibunya. Tau sendiri kan betapa nekatnya Benji, Mentari takut Benji akan marah dan memukul ibunya."Nggak mungkin kan dia kasar sama orang tua"batin Mentari."Nih.." ibunya mengembalikan handphonenya."Gimana bu, apa katanya ibu nggak di marahin kan?" Tanya Mentari penasaran. Sekaligus takut dengan reaksi Benji.Mira melotot kan matanya."Kok ibu yang di marahin orang dia yang salah, kamu ini
Mira melepas kan pelukanya, Mira memperhatikan wajah Benji."kamu enggak berubah dari kecil, tetap ganteng malah tambah ganteng" ujar Mira tersenyum senang.Benji mengerut kan keningnya."Tante kenal saya?" Tanya nya bingung.Mira mengangguk"Oke, sekarang kita masuk biar tante jelasin semuanya" ujar Mira dengan menarik tangan Benji dan meninggal kan Mentari begitu saja.Mentari melebarkan mulutnya terkejut, kenapa jadi begini.Benji meraih tangan Mentari dan menariknya agar ikut juga.Mereka duduk di sofa Benji duduk di sebelah Mentari. Sementara ibu Mentari duduk di sebelah mereka di kursi yang berbeda."Udah lama banget tante mau ketemu sama kamu" ujar ibunya Mentari dengan tersenyum bahagia."Jadi gimana ibu bisa kenal sama kak Benji?"tanya Mentari tak sabar."Ibu nggak ngomong sama Kamu, ibu ngomong sama Nenji" sewot Mira.Lah kenapa ibunya jadi marah ke dia bukan harusnya marah ke Benji, batin Ment
Benji terdiam mendengar cerita ibu Mentari. Dia tak menyangka sesakit itu hidup yang di jalani mamah nya. Selama ini yang dia tau hanya sebagian kecil saja. Ternyata, sesakit itu hidup yang harus mamahnya jalani.Dia tersenyum miring, mungkin setelah ini dia akan membenci papi nya.Mira mengelus bahu Benji."Tante juga punya sesuatu buat kamu ini titipan dari mamah kamu, sebenarnya sudah lama tante ingin memberikanya namun tante belum sempatbertemu dengan kamu" ujar Mira."Sebentar tante ambil dulu.." Mira pergi menuju kamarnya.Mentari masih terdiam dia tidak tau harus mengatakan apa. Dia menoleh ke arah Benji, pria itu hanya menatap lurus kedepan, tatapanya kosong dia terlihat sangat kecewa.Tak lama kemudian ibu Mentari kembali dengan membawa sebuah amplop di tanganya."Ini surat titipan dari mamah kamu sebelum dia meninggal" ucap Mira dengan memb
Mentari sedang berada di kampusnya, dia duduk di taman sambil menunggu kelasnya di mulai.Sudah tiga hari dia tidak pernah melihat Benji lagi, walaupun itu hal yang wajar karena pria itu biasa begitu. Tapi kali ini beda, dia merasa khawatir takut Benji kenapa-napa, setelah mendengar cerita dari ibunya."Apa aku telpon aja ya..."guman nya.Mentari memutar-mutar handphone nya dengan berpikir."Oke, aku telpon aja" putus nya dia langsung menghubungi Benji."Nggak aktif lagi.."ucap nya lesu saat nomor Benji tidak bisa di hubungi."Apa aku telpon oma aja ya" ujar nya lagi, karena emang dia sempat bertukar nomor dengan omanya Benji waktu itu.Tanpa pikir panjang Mentari langsung menghubungi omanya Benji."Hallo oma.." sapanya saat telponya di angkat."Oma apa kabar?" Tanya nya."Oma baik-baik aja, kabar kamu
Mentari segera membersih kan dirinya ke toilet, dia mengganti bajunya dengan jaket yang dia bawa.Ini lebih mendingan dari pada tadi walau bau busuk dan amis masih kecium, Mentari menutupi rambutnya yang basah dengan tudung jaket.Dia menghela napas sebenarnya dia bisa saja langsung pulag, namun dia nggak mau meninggalkan mata kuliahnya.Dia harus masuk kelas. Mentari berjalan keluar dari toilet, semua orang yang berpapasan denganya menutup hidung seolah ingin muntah."Oi cupu baru kecemplung got lo?" ucap salah satu teman di kelasnya.Mentari menulikan pendengaranya dia terus berjalan dan duduk di bangku nya."Iyuuuhh banget sih lo, busuk banget tau nggak keluar aja sana" saut yang lain.Mereka semua menutup hidung tak tahan dengan bau tubuh Mentari.Wajar mereka begitu dia aja nggak tahan dengan bau badanya, tapi tetap saja dia tidak mau