Tertegun dengan apa yang dikatakan oleh Rexanda, seuatu meremas hati Lyra dengan kencang. Ada rasa sakit serta perih, kecewa …. Namun, ia tetap tersenyum dan menatap dengan nanar.“Semoga kamu bisa kembali dengan orang yang kamu sayangi dan berbahagia kembali,” ucap Lyra menahan rasa remuk karena mengira yang dimaksud adalah Marina. Rex mengangguk, “Aku baru saja memanadangi fotonya di ponselku. Aku … kecantikannya membuatku luluh," lanjut pemuda itu meremat ponsel. Wajah Lyra yang baru saja ia tatap terus menerus memang membuatnya luluh lantak, ingin mendekap, tetapi terlalu malu untuk berkata apa pun.Dengan kembali menarik napas panjang, mengembus pelan, Lyra mengangguk. ‘Memang Marina sangat cantik, Mas. Dia juga seksi, bukan? Kamu pasti baru saja melihat lagi fotonya berbikini kemarin? Atau mungkin foto kemesraan yang lain? Ah, kalian pasti merindukan masa-masa mesra berdua!’ desisnya dalam hati di balik senyum sendu. Sementara Rex, ia juga berkata dalam hati. ‘Seandainya k
Rex makin meningkatkan teriakannya, berharap Lyra akan mendengar, lalu kembali. Namun, untuk pertama kalinya dalam sejarah mereka bersama, wanita itu tidak mau menurut. Dengan tidak menoleh ke belakang, Lyra keluar dari pintu kamar, meninggalkan lelaki itu sendiri. Rex tentu saja berakhir dengan mengamuk bukan kepalang. Ponsel diambil, lalu menelepon terus menerus. Lyra merasa sakunya bergetar dan ada nada telepon masuk. Mengambil benda pipih, memandangi siapa yang menelepon, lalu menekan tombol merah.“Hah! Kamu menolak teleponku! Apa-apaan!” engah Rex memukuli kasur. Ia sama sekali tidak mengerti kenapa Lyra jadi seperti ini. “Berani sekali kamu menolak teleponku!”Tidak merasa bersalah karena dia tidak tahu Lyra kecewa. Tidak tahu kalau Lyra melihat foto Marina yang seksi. Pun Lyra, tidak merasa bersalah karena membuat bosnya uring-uringan. Baginya, ini wajar karena merasa Rex membuatnya bingung, memberi harapan palsu. Tidak tahu kalau sang lelaki benar-benar cemburu. “Kamu bena
“Apa katamu? Aku cemburu?” ulang Rex memandang angkuh pada Lyra. “Bisa-bisanya kamu bilang aku cemburu! Enak saja!”“Aku? Cemburu pada Dokter Sialan? Kamu waras? Ha-ha-ha! Ha-ha-ha!” tawanya dua kali lipat lebih angkuh. “Kalau tidak cemburu, kenapa marah-marah?” tukas Lyra memandang jengah, kesal, sakit hati, serta seluruh kejengkelan lain berkerumun di hati dan otak. “Karena aku takut kerjamu kacau! Seperti tadi, kamu pergi meninggalkan aku demi menemui dia! Bagaimana kalau kamu pergi lama dengan dia? Aku sendiri, siapa yang membantu kalau ada apa-apa?”Lyra tersenyum pura-pura tenang, “Oke, selama kita di Jepang, aku tidak akan pergi dengann Ian. Aku hanya akan bertemu dan bercengkrama dengannya di lobby saja. Jadi, kalau ada apa-apa, kamu tinggal menelepon dan aku akan segera kembali ke kamar.”“Tetap tidak boleh! Nanti konsentrasimu terpecah! Aku maunya kamu hanya perhatian kepadaku!” dengkus Rex melirik tajam.“Aku akan tetap perhatian kepadamu, sebagai seorang perawat kepada T
Debaran di dada Rexanda makin menggila saat Lyra berkata agar segera mengurus perceraian mereka setelah kaki lelaki itu bisa berjalan kembali. Bukan hanya ditampar atau disambar petir, tetapi permintaan itu mengoyak seisi relung batin. “Kamu ... kamu sungguh-sungguh menginginkan kita bercerai?” engah Rex menatap panik.Lyra mengangguk, “Aku tidak tahu apa yang kamu mau dariku. Rasanya ... aku sudah mencoba untuk selalu bersabar, menomorsatukan kamu. Ternyata, kamu terus saja mengamuk. Aku tidak pernah cukup baik untukmu, Mas?”Bibir Tuan Muda Adiwangsa berkali-kali terlihat ingin mengucap, tetapi di akhir tak ada satu kata pun yang terucap. Ini adalah hari ulang tahun yang telah berubah menjadi hari bencana untuknya. “Kamu juga sejak pertama sudah tidak sabar ingin segera bebas dariku, ‘kan? Jadi, tolong urus surat cerai kita secepat mungkin. Aku tidak tahu bagaimana mengurusnya, karena aku hanya orang bodoh.”Pening kepala lelaki itu mendengar Lyra berkata mengurus surat cerai beru
Dokter Ian bagai disambar petir siang hari bolong saat mendengar ucapan Rex yang sedang menatapnya dengan senyum sinis dan dingin. “Terlibat pernikahan?” tanggapnya tidak mau percaya begitu saja.“Beberapa bulan lalu kami menikah. Kemudian, karena satu kesalahan, aku menjatuhkan talak padanya. Tapi, sampai sekarang kami masih bersama, bukan? Jadi … berhentilah mendekati istri orang,” ulang Rex melontarkan senyum jengkelnya sekali lagi.“Kesalahan? Kesalahan apa?”“Bukan urusanmu!”Ian terhenyak, “Jadi, dia masih istrimu atau tidak?”“Secara hukum negara, dia masih istriku. Belum ada surat perceraian di antara kami berdua. Mengerti?”“Tapi, kamu dan dia sudah kembali menjadi suami istri belum?”“Bukan urusanmu!” sinis Rex. Berhenti berucap sesaat, Ian berpikir dengan seksama. Lalu, ia kembali bertanya, “Kamu sudah menjatuhkan talak, berarti dia bukan istrimu lagi. Kecuali … kalian sudah rujuk?”“Tapi … saat aku tanya apa Lyra memiliki hubungan denganmu, dia mengatakan tidak ada apa-ap
Lyra terkejut luar biasa mendengar pertanyaan Dokter Ian. Ia membeku dan hanya menatap wajah sang pemuda tampan di seberang meja. Dada mulai kembang-kempis karena terbawa emosi, resah.“Maaf, bukan maksudku mencampuri urusan pribadimu. Aku hanya ... maaf, ya?” lirih Ian tersenyum, menatap sendu. “Tidak usah dijawab kalau memang terlalu mengganggu.”“Kenapa kamu bertanya begitu? Apa maksudnya?” Lyra terengah. Telapak tangan menjadi dingin dan berkeringat karena gugup.Ian kembali menatap, “Hanya ingin tahu sampai sejauh mana kesempatanku.”“Kesempatan apa?” Kepolosan Lyra memang luar biasa.Tawa pelan terdengar dari bibir dokter yang sedang jatuh cinta. Menarik napas panjang, lalu mengembuskannya. “Kamu tidak tahu?”Menggeleng, sorot mata Lyra menunjukkan dia benar-benar tidak tahu apa maksud kesempatan yang diucap sang dokter. “Kesempatan untuk mendapatkan kamu.”Makin terbelalak mata Lyra, berbarengan dengan bibirnya yang terbuka membentuk huruf O besar. Ini adalah pernyataan yang s
Rex bagai disambar geledek mendengar jawaban Lyra. Matanya melotot dan dada kembang kempis. “Jadi, kamu benar-benar sudah pacaran dengan dia?”“Kan aku sudah jawab, kalau iya, memangnya kenapa? Kita sebentar lagi bercerai. Ada masalah denganmu kalau aku pacaran dengan Ian? Toh, kamu sebentar lagi bisa berjalan dan tidak butuh aku untuk menjadi perawatmu?” angguk Lyra sengaja menutupi apa yang terjadi di cafe tadi, bahwa dia tidak bisa membalas perasaan Ian. “Aku ... aku ...,” gagap Rex kelimpungan. Pemuda itu merasa gila mendadak. “Bagaimana mungkin kamu bisa pacaran dengan dia? Kamu masih istriku secara hukum negara!”“Pernikahan kita hanya karena kamu menodai aku! Tidak usah seakan aku ini istrimu sungguhan! Kamu tidak pernah mencintai aku!”“Itu dulu!” bentak Rex ingin melempar remote televisi ke lantai saking emosinya, tetapi ditahan.Lyra megernyitkan kening. “Itu dulu? Maksudnya?”Napas Rex memburu sangat cepat, panas, tersengal. “Itu dulu ... aku dulu memang tidak pernah menci
Jantung Lyra menghentak seperti irama disco. Pernyataan cinta dari mantan suaminya membuat berdebar hingga ingin pingsan. “Ka-kamu ... kamu apa?”Rex menggenggam jemari Lyra lebih erat. “Aku dulu tidak memiliki rasa apa pun denganmu, hanya kebencian. Tapi, sepertinya aku dulu memang orang bodoh yang buta.”“Aku sekarang jatuh cinta kepadamu, Lyra ....”Pengakuan yang nampak sangat tulus dari mata seorang lelaki bernama Rexanda Adiwangsa. Di mana beberapa bulan lalu, sorot itu hanya terus memandang dengan kebencian.Wanita berambut panjang menatap dengan tak percaya. “Kamu jatuh cinta kepadaku? Kenapa bisa jatuh cinta kepadaku?”Tawa Rex pelan terdengar. “Ya, aku juga tidak tahu. Mungkin karena kamu begitu baik kepadaku? Di saat semua meninggalkan aku, tidak peduli karena aku cacat, kamu justru tetap bertahan.”Jemari pemuda itu membelai pipi Lyra dengan perlahan, lembut. “Kamu tetap baik meski aku telah berbuat sangat jahat kepadamu. Karena itu ... aku ....”“Berawal dari rasa keterga