Bye..bye Daisy
“Apa mereka sedang melakukan pemakaman juga?” Gina bertanya dengan heran, saat melihat taburan bunga lain di sekitar yacht yang berhenti di dekat yacht mereka tumpangi.Keberadaan mereka tidak mencurigakan, tapi setelah melihat taburan bunga mengambang yang juga sama dengan apa yang dilakukannya, tentu menjadi pertanyaan.“Mungkin.” Mae melirik Ash yang sudah kembali menjadi nahkoda—dan segera menambah kecepatan agar jarak mereka semakin jauh dengan kedua kapal itu. Tidak ada orang yang terlihat memang, tapi lebih baik cepat menjauh.“Kalau tidak mereka mengunjungi anggota keluarga yang meninggal tenggelam,” kata Parker.“Tolong jangan membicarakan hal seperti itu. Nanti paling tidak.” Poppy yang masih payah berbaring, sampai memaksakan diri. Ia yang paling penakut diantara mereka semua, tentu tidak menyukai pembicaraan mengenai orang tenggelam.Mae sudah tersenyum geli, dan lega mereka tidak lagi terlalu memperhatikan kapal lain yang mengikuti.“Yacht ini milikmu.” Cale yang sejak tad
“Kalian benar-benar berpiknik.” Aroma yang menerpa hidung mereka begitu menaiki yacht adalah makanan—barbeque lebih tepatnya. Ada daging yang dipanggang, dan satu sudah ada di tangan Amy yang melambai dengan gembira menyambut mereka.“Hai! Mae, aku sudah menyiapkan untukmu.” Amy dengan lincah menarik tangan Mae, sedang memastikan kalau Ash melihat kalau ia ikut bukan hanya untuk menikmati piknik di laut, tapi juga untuk menghibur Mae yang bersedih.Mae sudah lupa dengan sedihnya tapi, karena terlalu terkejut. Ash menyebut piknik karena melihat makanan, tapi Mae akan menyebutnya perjamuan. Makanan piknik yang dikenalnya adalah sandwich atau mungkin hotdog, bukan aneka jenis hidangan yang memenuhi meja panjang. Dan tentu tidak ada chef berseragam putih pada piknik yang normal.Saat ini Mae melihat chef yang sedang memakai blow torch untuk memasak sesuatu yang menyala di atas kompor. Hidangan yang terhampar di atas meja itu adalah hasil tangannya tentu. “Ini bukan piknik, Ash.” Dean mem
“Kau apa?” Ash tentu juga amat tercengang, dan mengambil tablet itu untuk memeriksa isinya. Tapi memang hanya proposal normal. Kegiatan amal yang hampir setiap tahun dilakukan Rowena, hanya skalanya sedikit diperbesar karena kampanye.“Amy, bisakah kau turun dulu. Aku ingin membicarakan sesuatu dengan Mom.” Ash ingin menyingkirkan Amy agar lebih bebas. Namun, tidak mungkin mudah.“Tidak mau. Aku sudah besar! Bisa mendengar urusan—”“Aku akan membawamu ke Paris liburan nanti. Setelah aku punya waktu.” Ash mengucapkan janji yang segera membuat Amy berdiri dari kursi, dan berlari untuk turun ke lambung kapal—ada kamar dengan televisi dan aneka games disana—tanpa pertanyaan. Ash tahu benar cara menyuap Amy.“Apa ini? Kau tidak sedang menyuruh Mae untuk melakukan sesuatu lalu mengacaukannya bukan?” Kecurigaan Ash berkembang biak dengan liar, dan Mae sebenarnya juga sama. Mae bahkan dulu sempat khawatir kalau Rowena akan merusak kue yang disiapkannya untuk Amy, tapi kemudian sadar kalau Row
“Apa tidak masalah kita disini?” Mae memandang titik lampu di kejauhan. Di sisi lain sungai Thames. Salju tidak turun, jadi pemandangannya cukup cantik.“Kenapa jadi masalah. Masih ada banyak makanan yang harus kita habiskan.” Ash kembali duduk di sebelah Mae setelah menaikkan suhu penghangat. Mereka berpindah ke kabin, tidak lagi di geladak atas saat gelap turun. Sisa hidangan yang belum habis sudah dibawa turun juga oleh Ash. Setengah botol wine, dan kacang berselimut coklat, dan platter aneka keju dengan ceri segar.Yacht yang rupanya milik Dean itu memang benar cocok untuk berpiknik. Kabin itu menawarkan kenyamanan maksimal yang cocok untuk bermalas-malasan. Begitu melihat sofa bed bersama selimutnya menghadap ke pemandangan indah, Mae tidak ingin bangun lagi. Hanya duduk sambil menyelonjor dengan kaki tertutup selimut.“Aku pikir kita akan pulang bersama yang lain.” Mae memang tadi sempat bersiap, tapi Ash mengatakan tidak perlu, mereka tidak tergesa untuk apapun.‘Piknik’ yang t
PRANG!Bob menghindar pada saat yang tepat, jadi lemparan pisau pembuka kertas dari Monroe tidak menancap di wajahnya. Pisau itu tidak amat tajam, jadi mungkin tidak akan amat melukai, tapi tetap luka yang harus dihindari.“Kau sudah tahu siapa pria yang bersamanya, dan masih tidak bisa melacak keberadaannya?!” Monroe berteriak murka sampai kacamatanya miring.“Tapi memang tidak ada jejaknya. Ashton Cooper juga sedang cuti bertugas setelah acara itu. Tidak terlihat di Andover.” Bob melaporkan selengkap mungkin.“Bukankah mereka memakamkan Daisy? Apa kau mencari di pemakaman? Mungkin di Bakewell atau Reading!” Monroe memberi ide sambil berteriak, tapi ide itu basi.“Kami sudah memeriksa rumah duka di Bakewell maupun Reading, Sir. Tapi tidak ada terdaftar pemakaman untuk Daisy Gardner.” Bob tidak amat bodoh.Monroe membuka kacamata dan mengusap wajahnya. Kesal, dan frustasi. Tidak menyangka kalau menyingkirkan Mae akan menjadi sesulit ini.“Lalu kau mencari kemana?” tanya Monroe.“Toko.
“Inspektur yang bertugas saat itu sedang tidak berada di negara ini. Saya belum bisa melaporkan apapun.”Stone Langsung mengakui pekerjaannya yang belum beres begitu Ash turun dari mobil.“Kita kesini bukan untuk kasus itu, tapi Ok. Aku akan menunggu.” Ash masih ingin tahu, tapi masalah itu tidak lebih penting dari nyawa Mae saat ini.“Jadi akhirnya kita memilih Jalan yang sulit ini?” Stone menghela napas sambil menatap papan nama kantor polisi wilayah Bakewell. Mereka berjalan melewatinya tanpa masuk. Titik kantor polisi itu hanya menjadi tempat pertemuan mereka karena mudah. Mereka ada di sana untuk mencari nama suami pertama Mae tentu. Ini ide Ash.“Aku tidak akan bertanya hal berat pada Mary saat ini.” Ash tadi melihat bagaimana Mae kesulitan mencerna saat membahas detail tabrakan itu. Ini sangat ringan dibanding pembahasan tentang monster itu. Ash akan merusak seluruh acara Rowena kalau nekat bertanya tentangnya.“Lalu kemana kita akan bertanya?” tanya Stone. Ia mengerti rencana
“Anda memang menarik,” kata Stone, setelah mereka keluar dari cafe.Ash bergeser ke samping, menjauh dari Stone dengan pandangan curiga. Stone yang tadi mengaku kalau mereka akan menikah dengan mudahnya.“Bukan menarik yang seperti itu.” Stone terkekeh. “Ya memang kalau dari segi wajah Anda menarik, tapi saya lebih tertarik pada ini.” Stone mengetuk pelipis. Ia tertarik pada otak Ash.“Anda mencari cara tanpa lelah, menggali detail dari pengalaman, lalu menyamar dengan apik juga saat mencari informasi. Anda memang sangat cocok menjadi detektif.” Stone memuji dengan sungguh-sungguh.Ash yang biasanya langsung menampik, kali ini tidak bereaksi negatif.“Aku sedang mencari pekerjaan yang tidak berbahaya. Aku sempat menimbang untuk kembali meneruskan kuliah kedokteran yang terputus, tapi akan sangat lama,” kata Ash.“Oh, kalau begitu cobalah. Mungkin tidak bisa langsung menjadi detektif—petugas polisi dulu, tapi dengan kemampuan Anda, saya yakin Anda bisa lulus tes menjadi detektif dengan
“Ya… Oh?”Mae berpaling saat mendengar denting lonceng mungil yang ada di belakang pintu tokonya, dan mendapat kejutan, karena yang baru saja masuk adalah Rowena. Ia tampak mengamati tumpukan box, lalu terdiam melihat Louis dan dua temannya yang ikut merapikan semua box yang sudah terlipat. Mereka di sana untuk menjaga Mae sebenarnya. “Kau ikut bekerja di sini?” Rowena bertanya pada Louis dengan heran. Pekerjaannya tidak termasuk melipat box.“Tidak, My Lady. Kami hanya—”“Maaf, saya yang meminta mereka membantu. Akan saya minta berhenti.” Mae menyela dengan halus. Ia tidak mau Louis mendapat masalah karena membantunya.“Oh? Itu tidak…” Louis ingin menyela juga, karena mereka membantu bukan karena Mae yang menyuruh, tapi ide mereka sendiri saat melihat Mae terlalu sibuk. Tapi penjelasannya tersangkut saat Mae menggeleng perlahan.Mae tidak akan bisa dipecat dari posisi menantu saat membuat kesalahan, sedang Louis bisa kehilangan pekerjaan. Maka lebih aman kalau Mae yang mengaku.“Apa