Erica kembali di kejutkan oleh suara ponselnya yang tiba-tiba berdering. Buru-buru dia mencari benda itu ke dalam tasnya yang ada di atas nakas dan ternyata telepon dari Tara. Walau masih belum siap dan takut untuk sekedar bicara di telepon tapi Erica tetap harus mengangkat panggilannya.
"Akhirnya kau angkat juga teleponmu." Sepertinya Tara agak kesal.
"Maaf,aku baru bangun," jujur Erica yang memang belum menemukan ide apapun untuk berbohong. Erica hanya bersyukur karena cuma panggilan suara bukan panggilan video.
"Apa kau sakit?" Tara langsung terdengar khawatir.
"Tidak aku hanya lelah."
"Aku meneleponmu sejak semalam."
"Sepertinya aku langsung tertidur setelah dari acara amal."
"Jangan lupa jaga kesehatanmu, akhir bulan ini aku baru bisa pulang."
Seharusnya Erica senang mendengar suaminya akan pulang tapi entah kenapa sepertinya dia malah takut seperti ini.
"Aku merindukanmu," tanbah Tara, "sangat merinduka
Erica masih belum bisa ikut pulang bersama Tara karena minggu ini Adam dan Jemy akan datang."Sebenarnya aku juga ingin bertemu Jemy tapi aku takut Adam masih tidak suka melihatku.""Dia memang agak berlebihan, kudoakan semoga nanti anak mereka jadi mirip denganmu biar Adam tambah kesal.""Semoga persalinannya lancar, sampaikan saja salamku untuknya.""Pasti." Erika memeluk Tara sebentar sebelum membiarkan pria itu masuk ke pintu keberangkatan dan kembali melambai dengan berat karena tidak rela untuk berpisah.Erica juga masih belum tahu sampai kapan mereka harus terus berpisah seperti ini. Kadang dia juga takut, takut dengan banyak hal yang bisa membuat pria itu tidak akan kembali p
Setelah hampir dua minggu mendapat pengawasan intensif, akhirnya Jemy dinyatakan siap untuk menjalani persalinan sang cara cesar, karena memang terlalu beresiko untuk persalinan normal. Semua keluarga menunggu cemas sementara Adam menemani istrinya di dalam ruangan operasi.Erica yang sudah biasa menghadapi situasi seperti ini pun ternyata juga gelisah ketika adik perempuannya sendiri yang sedang berada di ruang operasi. Untungnya persalinan tersebut berjalan lancar dan ketiga bayi serta ibunya dinyatakan baik-baik saja.Erica langsung ikut menangis memeluk ibunya karena sama-sama luar biasa terharu dengan tiga anggota baru keluarga mereka. Ketiga anak laki-laki yang pasti juga akan bisa menjadi obat bagi mereka semua atas kepergian Nathan."Akan ada anak laki-laki lagi di keluarga kita."Ibu Adam juga tidak kalah antusias setelah selama ini hanya memiliki Adam seorang dan tiba-tiba mendapatkan hadiah tiga orang cucu sekaligus.Sementara Jemy masih
Tara kembali mendayung papan selancarnya untuk meluncur menghadang gelombang. Setiap kali hanya itu yang bisa dia lakukan ketika sangat menginginkan wanitanya tapi sedang tidak tahu lagi harus berbuat apa karena nyatanya jarak tetap akan menjadi kesenjangan yang paling nyata untuk dia hadapi setiap hari dan setiap malam. Semakin hari semakin berat dan Tara sendiri tidak tahu sampai kapan akan tahan seperti ini. Selalu berjauhan dari wanita yang dicintainya.Tara meluncur lebih cepat untuk mengejar gulungan ombak yang lebih tinggi. Suara desingan angin dan permukaan air yang bergesekan keras dengan papan selancarnya ikut memacu andrenalin Tara untuk terus meluncur lebih cepat, tanpa henti, dan tanpa lelah. Mungkin Tara memang hanya ingin membuang sebanyak mungkin energinya yang sudah nyaris meledak karena sudah terlalu merindukan wanitanya tapi tiap kali yang bisa dia lakukan hanyal
Tara melihat ada kerumunan di depan warung kopi tempat biasanya dia duduk menunggu kapal motor. Dia langsung menghampiri kerumunan tersebut dan alangkah terkejutnya Tara ketika melihat Erica sedang di kelilingi anak-anak dan ibu-ibu yang keheranan karena tidak pernah melihat orang asing berada di dermaga. Erica memang terlihat mencolok dengan rambut pirang alami dan manik mata biru seperti laut dalam, persis seperti boneka yang cantik, sangat cantik meski sedang mengunakan sendal jepit yang Tara tahu dipinjam dari ibunya. Ketika Tara menyeruak kedalam kerumunan Erica terlihat masih berjongkok untuk memberikan penjepit rambut pada anak perempuan kecil berambut kemerahan yang tadi memuji kecantikan jepit rambutnya. "Bagaimana kau bisa sampai kemari?" "Aku mencarimu." Erica langsung bangkit berdiri.
"Rasnya masih sulit dipercaya ada bagian dari diriku yang sedang tumbuh di dalam sana. " Tara kembali mencium perut Eica yang masih berbaring seusai mereka bercinta."Kadang aku juga berpikir demikian.""Seperti apa rasanya?" tanya Tara benar-benar penasaran."Sebenarnya masih belum terlalu terasa.""Berapa usianya? ""Mungkin dua bulan.""Dua bulan? " kutip Tara dan langsung mendongak pada wanitanya."Sebenarnya aku hanya ingin memastikan sebelum memberitahumu." Sebenarnya Erica tidak berbohong dia hanya tidak mengatakan apa yang sebenarnya sedang dia pastikan dan berulang kali Erica kembali ngeri jika teringat ketakutannya kemarin."Belum ada yang tahu jika aku sudah mengandung anakmu.""Nanti kita akan menyampaikanya bersama. "Kali ini Tara merangkak naik untuk mencium kening Erica."Terimakasih, " ucap Tara masih sambil menghirup dalam puncak kepala istrinya."Bulan depan Jemy dan Adam akan mengad
Sudah berulang kali Erica coba memperhatikan motif ukiran lumba-lumba yang pernah dibuat oleh ayah Tara di tiang gubuknya. Erica yakin ada sesuatu yang ingin di sampaikan dalam rangkaian cerita lumba-lumba tersebut tapi Erica masih juga belum bisa menemukan jawaban apa-apa. Erica coba memperhatikan masing-masing lumba-lumba dan cuma ada begitu banyak nama Tara dan Mina karena menurut Tara ayahnya buta huruf dan hanya bisa menulis nama kedua anaknya karena itu nama Tara dan Mina juga tidak memiliki nama belakang agar mudah untuk dihafal ejaannya.Erica sudah membolak-balik rangkaian gambar tersebut tapi masih juga belum menemukan jawaban apa-apa hingga akhirnya ia putus asa dan merasa bodoh dengan pikirannya sendiri.Sepertinya Erica juga bukan tipe wanita yang bisa diam di rumah hanya untuk menunggu suaminya pulang bekerja. Baru sehari
Erica semakin sering terlihat ikut Tara ke dermaga untuk sesekali membantu di klinik pelabuhan. Walaupun kadang yang ditanganinya hanya sekitar sakit kepala dan sakit perut tapi cukup untuk mengisi kegiatan Erica dibanding dirinya hanya diam di rumah menunggu Tara pulang bekerja. Menjelang akhir bulan ketiga perut Erica juga sudah mulai terlihat membuncit walaupun masih belum terlalu nampak jika dirinya berpakaian longgar, tapi Tara senang melihat Erica seperti itu. Entah bagaimana wanitanya bisa terlihat lebih cantik dan mengemaskan dengan perut sedikit buncitnya.Tara meraih Erica yang hendak berlalu setelah meletakkan cangkir kopi di depannya. Dia membawa Erica untuk duduk di pangkuanya dan menciumnya sebentar. Erica mengeser topi yang dipakai Tara karena agak mengganggu."Sudah hentikan aku malu dilihat ibu.""Ibu masih mandi." Tara terus mencium sisi leher Erica ambil mengosok-gososk perut istrinya. "Apa kau mau ikut ke dermaga lagi?""Ya.""I
Adam masih memperhatikan perut Erica yang terlihat membuncit di balik gaun biru lautnya."Jadi benar kau akan tinggal dengannya?""Ya.""Aku tidak percaya wanita sepertimu bisa hidup di sana.""Sebenarnya itu tak seburuk kau yang membawa adik perempuanku untuk tinggal di pulau," balas Erica."Apa karena dia tampan?"Sama seperti yang lain pasti semua yang melihat mereka akan berpikir seperti itu, karenanya Erica juga tidak bisa menyalahkan Adam dan penilaian dangkalnya."Tara memang tidak memiliki kemewahan seperti kalian, tapi jika aku memiliki waktu aku hanya ingin menghabiskan b