Bab 13Mas Broto Dan Savika"Dina, dengerin mas dulu. Sebenarnya wacana itu belum pasti. Mas memang nggak sengaja ngobrol sama dengan Mbak Mika dan keluarganya, mungkin didengar juga oleh Linlin karena dia ada di sana.""Oh, jadi kalian pergi bersama-sama tanpa sepengetahuanku, Mas? Kelihatan banget ya, keluargamu benar-benar tidak menerimaku. Bahkan ternyata wanita itu lebih berharga di mata ibumu daripada aku, menantu yang sudah menemani putranya selama 2 tahun ini. Lalu, kamu juga keterlaluan! Kamu lebih memilih mengatakan kepada orang lain tanpa memberitahuku terlebih dahulu, begitu, hm! Bagus sekali ya, Mas.""Dina, jangan salah paham kenapa, sih? Ibu ngajak Linlin makan malam bersama itu kan wajar, lagian wanita itu nggak akan lama di Indonesia.""Wajar? Aku aja nggak pernah kok, Mas. Kapan Ibu dan Mbak Mika pernah mengajakku untuk makan malam bersama?! Nggak pernah, kan?""Dina ….!"
Bab 14Pilihan Sulit Setelah mengisi bensin secukupnya dari uang pemberian Mbak Ani, aku langsung pulang dan memburu ke ruang tamu. Mas Akbar langsung berdiri menyambutku dengan sumringah. "Kamu udah pulang, Din. Kok bentar amat perginya?""Cuma ke tetangga beda gang doang Mas. Eh, kamu tahu nggak, kalau Mas Broto suka ada di sekitaran sini?!""Sekitaran sini?!" Aku mengangguk cepat. "Setahu Mas, nggak mungkinlah. Tadi aja waktu dia datang bersama dengan Mbak Mika, sepertinya Mas Broto heran kita tinggal di lingkungan ini. Kenapa memangnya?!" Benar juga. Aku menggelengkan kepala dengan pelan. Belum saatnya pria itu mengetahuinya lebih lanjut. Bisa saja aku juga salah mengenali. Mungkin mereka adalah sepasang bos dan sekretaris. Bukankah Savika bekerja di perusahaan besar dengan title sebagai seorang sekretaris."Nggak kok, Mas. Ya udah, aku mau minta maaf y
Bab 15 pergi ke rumah MikaPlease, Din. Aku nggak tahan. Tolong jemput Ibu.Din, jam berapa kamu mau datang?Aku serius lho, Din. Bawa Ibu pergi. Aku jengkel.Karena jengkel dengan beberapa pesan Mbak Mika yang masuk ke ponselku, aku memutuskan untuk bertanya langsung pada Mas Akbar. Ini tengah hari, sudah pasti pria itu tengah beristirahat di kantornya."Ya, Din. Tumben kamu nelpon, Sayang. Ada apa?""Eum, maaf Mas, aku mau ngeganggu kamu, nggak.""Nggak lah, Mas lagi istirahat sambil makan nasi pecel sekarang. Oh ya, ada apa?""Mbak Mika barusan menghubungi aku, katanya Ibu minta dijemput dan aku yang disuruh untuk menjemput ke rumahnya.""Oh.""Kok cuma oh doang sih, Mas. Aku harus gimana ini?""Hmm, ya Mas tahu kamu masih kesal dengan perbuatan ibu. Tapi Mas juga nggak bisa berbuat banyak. Dia kan ibu kita juga. Mas sebenarnya
Bab 16Bicara Dari Hati Ke Hati Mas Broto mengajakku ke halaman samping dimana bunga-bunga anggrek tidak terawat dan hampir sebagian besarnya mengering. Mungkin benar kata satpam tadi, di sini tidak ada pelayan karena tidak ada yang patah bekerja lama-lama."Mau ngomong apa, sih?" Pria itu bertanya dengan nada dibuat semanis mungkin. Terlihat sekali matanya yang jelalatan itu saat memindaiku."Aku tahu Mas Broto dan Mbak Mika sedang bertengkar. Maaf jika aku ikut campur. Namun sepertinya aku tahu siapa wanita yang belakangan ini mas kencani."Pria itu langsung terhenyak begitu aku membuka suara."Kamu tahu siapa dia?" Aku mengangguk dengan seyakin yakinnya."Iya, kamu benar, Din. Aku menjalin hubungan dengan tetanggamu."Sudah kuduga."Hidup itu pilihan, Mas. Apakah Mas Broto akan meninggalkan wanita itu dan mempertahankan keluarga Mas? Atau Mas akan memilih m
Bab 17Dinas Ke Luar Negeri"Ya ampun kamu itu, ya. Bukannya pesan makanan untuk dua polisi aja, malah minta yang dihidangkan langsung di atas meja." Mulut Ibu misuh-misuh ketika pelayan menyajikan makanan untuk kami pilih salah satu. Aku tersenyum menanggapinya."Aku kan nggak mau sampai Ibu lapor ke Mbak Mika atau ke Mas Akbar kalau Ibu kelaparan selama tinggal denganku. Nah, karena hidangannya sudah lengkap semua, silahkan Ibu makan sampai perut Ibu kenyang," ujarku langsung duduk dan mengambil gulai ayam favoritku. "Kamu itu, ya. Kupikir ditinggalkan dua hari ini kau akan berubah dan bersikap lebih baik. Tapi nyatanya sama saja. Kau itu malah bersikap sombong dan pamer begini. Kau pikir dengan sogokanmu ini Ibu akan senang dan hati Ibu akan mencair, gitu? Nggak Dina, sampai kapanpun Ibu nggak akan pernah menyukai kamu terlebih menerima kamu sebagai menantuku," timpal Ibu dengan ketus. Sementara
Bab 18FitnahAku menoleh ke arah ibu yang tersenyum sampai melambaikan tangannya kepada Linlin, tak lupa Mbak Mika pun melakukan hal yang sama. Mereka tak menghargaiku adik iparnya masih di sini berdiri dengan sedihnya melepas kepergian suamiku."Bu, kenapa Linlin bisa barengan bersama dengan Mas Akbar? Apa Ibu tahu sesuatu?" tanyaku dengan alis mengkerut, menatap wajah itu yang langsung berubah masam selepas Linlin menghilang di balik lorong."Apaan sih kamu, jangan suudzon ya kalau bicara. Percuma aja kamu sholat kalau masih berpikiran buruk.""Bukan begitu maksudku, Bu.""Halah, bilang aja kalau udah nggak ada si Akbar kamu nggak mau berpura-pura manis di depanku. Ayo Mika, kita tinggalkan si menantu nggak tahu diri ini. Lebih baik kita pergi berdua saja." Ibu langsung menarik lengan putri pertamanya dan mengabaikanku yang masih berdiri, bahkan pertanyaanku diabaikan begitu saja olehnya.
Bab 19 Penjelasan Sebelum Kejutan"Semuanya akan aku simpan di atas meja! Dan ingat sebelum makan, selesaikan dulu fitnah Ibu ke tetangga. Kalau tidak, silakan pulang kembali ke tempat Mbak Mika. Karena aku tidak mau menampung Ibu lebih lama di tempat ini, jika hanya untuk membuat namaku jelek di lingkungan sini! Aku juga tidak akan perduli meskipun Ibu mengadu kepada kedua anak ibu itu. Karena aku juga bisa mengadukan perbuatan itu kepada Ayah dan kakakku. Ibu tak mau kan stok beras yang tiap bulan oleh ayahku kirim ke rumah Ibu, dipangkas begitu saja?!" ancamku di telinganya. Ibu tampak menelan ludah dan seperti mati kutu sekarang.Kutinggalkan wanita itu sambil masuk ke dalam kamar. Di tempat ini, aku menghabiskan waktu susah dan sedihku bersama dengan suamiku yang kini jauh di sana. Tiba-tiba saja mataku menghangat mengingat kepedihan pada orang yang membawa separuh hatiku.Semoga aku dan dia diberi kekuatan untuk bertahan dan saling setia hingga akhirnya pria itu kembali pulang
Bab 20Kejutan Yang Sebenarnya Kubuka pesan dari seseorang yang sekarang tengah berada di diperjalanan. Sengaja aku tidak menjemputnya di terminal, mengingat ini adalah kejutan yang pasti akan membuat seseorang terkejut. Aku berharap orang itu bisa sampai ke rumah dengan selamat. Setelah membalas pesannya, orang itu tampak setuju setelah kupesankan grabcar untuknya.Jan setengah sepuluh pagi, aku menutup warung dan segera melajukan kendaraan milik Mas Akbar ke toko kue terdekat. Sengaja hari ini memesan beberapa makanan cukup banyak, mengingat sebentar lagi akan ada ibu-ibu yang hadir di rumahku. Anggap saja ini sedekah dan syukuran atas pencapaianku selama ini. Juga memohon atas keselamatan suamiku, sekaligus demi untuk mengusir fitnah yang sebelumnya sudah disebarkan oleh ibu mertua.***"Wah ternyata sudah ramai saja," ujarku turun dari motor dengan dua tangan penuh dengan belanjaan. Mereka semua tampak antusias, sementara pintu depan masih tertutup rapat. Kemana sebenarnya I