Sampai pagi Serena tidak mau keluar kamar. Dia tidak menghiraukan panggilan Dirga yang memintanya keluar. Setelah sholat shubuh Serena segera mengirim pesan pada guru sekolah Zena untuk mengabarkan jika hari ini Zena tidak masuk sekolah. Tidak lupa dia juga mengirim pesan pada Aira jika hari ini ia juga tidak bisa datang dan berjanji akan datang esok harinya. Dia sudah memasukkan beberapa baju Zena dan bajunya ke dalam koper. Juga semua buku sekolah Zena ke dalam tas sekolah milik putrinya itu. Kali ini hatinya sudah benar-benar yakin untuk melepaskan Dirga. Setelah melihat sikap Zena tadi malam membuatnya yakin jika semua pengorbanannya sia-sia. "Zena, bangun sayang! Ayo mandi!" Serena seger membawa putrinya itu ke kamar mandi yang ada di dalam kamar. Setelah selesai, Serena memakaikan baju biasa yang membuat gadis kecil itu terlihat bingung. "Zena gak pakai seragam sekolah Ma? Memang ini hari apa?" tanyanya polos. "Hari ini kita mau jalan-jalan," jawab Serena sembari memakaikan c
"Tunggu!" Dirga mengeratkan genggamannya pada pegangan koper. "Baik, aku setuju. Aku akan membuat surat perjanjian seperti yang kamu inginkan." Dirga tak punya pilihan selain menuruti keinginan Serena. "Hubungi aku jika suratnya sudah siap!" ucap Serena lalu menarik paksa kopernya. "Lepas!" sentaknya karena Dirga tetap menolak melepaskan koper milik Serena yang ia pegang. "Aku akan membuatnya sekarang. Tunggulah sebentar!" pintanya setelah ikut berdiri. "Baik." Serena melepaskan kopernya lalu kembali duduk di sofa yang tadi ia duduki. Setelah menarik nafas panjang Dirga berjalan memasuki kamarnya untuk membuat surat perjanjian seperti yang didinginkan istrinya itu. Sekitar 15 menit, Dirga keluar kembali dengan membawa dua lembar kertas yang sudah di tempel materai. Dirga meletakkannya di meja beserta sebuah pulpen. Serena mengerutkan dahinya melihat ada dua kertas perjanjian yang di tunjukkan Dirga. "Ini perjanjian yang kamu inginkan silahkan kamu baca!" Dirga mengangsurkan satu
Dirga mengajak anak dan isterinya makan siang di restoran siap saji karena setahu Dirga putrinya itu sangat menyukai ayam goreng. Dirga menyuruh Serena memesan makanan menggunakan kartu ATM miliknya tapi Serena menolak dengan alasan dia sudah tidak ingat dengan pinnya. Dari pada ribut di tempat umum, akhirnya Dirga memilih untuk diam dan memasukkan kembali ATMnya ke dalam dompetnya. "Di habiskan ayamnya ya,!" suruh Serena pada Zena yang duduk di samping. "Siap Mama," jawab Zena patuh. Dirga memandang sendu pada dua wanita beda usia yang telah menemaninya selama delapan tahun ini. Tanpa sadar Dirga tersenyum melihat putrinya yang pendiam bercerita tentang sekolahnya pada Serena sambil sesekali tersenyum. Baru kali ini Dirga benar-benar melihat putrinya tertawa dengan lepas dan ceria. Ternyata Zena bisa begitu cerewet jika bersama Serena, hal yang tidak pernah di perhatikannya selama ini. Tanpa sadar Dirga tersenyum ketika melihat Zena dan Serena tertawa. Hal itu sudah lama sekali
Pagi ini Dirga setelah sholat subuh Dirga tidak kembali tidur seperti biasanya. Ia memutuskan untuk keluar kamarnya dan menuju dapur. Dirga tersenyum tipis ketika melihat Serena sedang sibuk berkutat dengan alat-alat dapur dan bahan makanan. "Masak apa?" tanya Dirga tiba-tiba berdiri di balik table kitchen. "Astaga," pekik Serena kaget. "Kamu ngagetin saja," kesal Serena setelah menoleh pada Dirga yang tiba-tiba sudah berdiri di belakangnya sambil tersenyum tipis. "Sorry, kamu pasti melamun makanya kaget!" ujar Dirga sambil tersenyum. "Ck.. Gak lucu," Serena berdecak kesal. "Aku cuma bertanya Rena, tapi kamu yang berlebihan. Begitu aja sudah kaget," ceplos Dirga tanpa sadar mengucapkan kata berlebihan yang sangat di benci Serena. Sontak membuat Serena menoleh dan memandang tak suka pada pria itu. Menyadari kesalahannya Dirga lantas mengalihkan dengan bertanya hal lain. "Pagi-pagi sudah melamun. Memang siapa yang sedang kamu pikirkan?" tanyanya sedikit canggung. "Yang pasti buka
Siang ini Serena pergi menjenguk Kaisar bersama Nurida, sedangkan Al dan Zena sedang bersama Dewa. Sejak dua hari yang lalu Dewa sudah kembali dari Bali. Dia akan kembali bekerja di kantor pusat Jakarta mulai senin depan. Hari ini Dewa ingin membawa Zena dan Al beli mainan dan eskrim lalu mengajak mereka ke rumahnya karena orang tuanya sangat merindukan dua anak sahabatnya itu. Dewa belum menikah sedangkan orang tuanya sudah sangat ingin menimang cucu, karena itu orang tuanya sangat menyayangi Zena dan Al. Karena Zena dan Al sudah ada yang menjaga, Nurida ikut menjenguk Kaisar. Dahulu semasa sekolah Nurida juga mengenal baik Kaisar. Mantan kekasih sahabatnya itu adalah seniornya di SMA. Kaisar kelas 12 ketika Serena dan Nurida baru memasuki kelas 10. Kaisar adalah siswa yang ramah dan tampan juga kaya. Kaisar juga siswa yang memiliki banyak fans di sekolah. Entah apa yang membuat Kaisar langsung jatuh cinta pada Serena di pertemuan pertama mereka. Saat itu mereka tidak sengaja berta
Serena dan Zena sedang makan malam ketika Dirga pulang. Serena menghentikan kegiatan makannya sebentar ketika mendengar klakson mobil suaminya namun sama sekali tidak berniat untuk membukakan pintu untuk pria itu."Ma, itu suara mobil Papa," kata Zena saat terdengar suara klakson mobil papanya. "Mungkin." Serena mengangkat bahunya lalu tersenyum. "Sudah lanjutkan makannya!" perintahnya yang mendapatkan anggukkan dari gadis berumur 7 tahun itu. Sudah sejak tiga tahun yang lalu Serena tidak lagi menyambut kepulangan Dirga. Tepatnya setelah pertengkaran besar mereka yang menyadarkan hati seorang Serena untuk memahami apa itu arti 'Sadar diri'. Pertengkaran itu di picu karena Serena menelfon Dirga terus menerus ketika dia sedang meeting. Saat itu Dirga tidak memberi kabar jika dia pulang terlambat karena menemani bosnya meeting dengan klien. Karena merasa khawatir Serena mengirim banyak pesan namun tidak satupun dari pesannya di balas oleh Dirga dan ketika Serena menelfon, Dirga merasa
Kekecewaan seorang wanita itu ibarat salju,, Jika terus menerus menumpukAkan menjadi es yang keras bak batu. ❄❄❄"Aku sama sekali tidak ingin kembali seperti dulu." Serena menjawab dengan tegas. "Rasanya terlalu sakit jadi aku tidak akan kembali lagi," sambungnya menatap Dirga dengan pandangan terluka. "Lalu bagaimana dengan Zena?" tanya Dirga pada istrinya yang duduk sekitar empat meter darinya. "Bukankah kamu sendiri sudah tahu, putriku itu tidak akan terpengaruh,""Tidak bisakah kita memulai dari awal lagi? Aku akan,,," Dirga tidak meneruskan kalimatnya begitu Serena memandangnya dengan tatapan penuh luka. "Seperti apapun aku menjelaskan kamu tidak akan pernah mengerti seperti apa sakitnya? Jadi, cukup kasihanilah kami! Apa itu juga terlalu sulit?" ucap Serena lalu menghela nafas. "Jika saja kamu bisa memahami sedikit perasaanku, kamu akan tahu sebesar apa rasa kecewaku sekarang."Dirga mengamati wajah wanita di depannya itu. Wajahnya tak lagi seceria dulu saat pertama kali me
Pagi ini Dirga bangun kesiangan, saat dia keluar dari kamar rumahnya sudah sepi. Anak dan istrinya sudah berangkat. Mendapati rumah sepi Dirga hanya bisa menghela nafas dalam lalu kembali masuk ke kamarnya untuk bersiap-siap berangkat kerja. Di kantor Dirga tidak dapat berkonsentrasi dalam pekerjaannya. Beberapa kali dia menghela nafas, ketika di pikirannya terlintas wajah kecewa yang di tunjukkan Serena tadi malam. Galih yang duduk tidak jauh dari meja kerja Dirga. hanya bisa memandang iba pada sang sahabat yang sedang mengalami masalah pelik dalam rumah tangganya. "Apa Serena masih belum mau memaafkanmu?" tanya Galih setelah sembari memeriksa kertas-kertas di mejanya. "Hemm. Kelihatannya dia tetap kekeh ingin berpisah," jawab Dirga sambil menyadarkan punggungnya pada sandaran kursi. "Wanita yang kecewa memang sulit untuk memaafkan. Tapi jika kamu terus menerus meminta maaf dia pasti akan memafkanmu. Karena pada dasarnya wanita itu mahluk paling lemah akan perasaaan," Galih member