Keesokan paginya, mereka pulang setelah sarapan. Mayra masih memajang wajah cemberut dan Seon masih enggan menatap wajah gadis itu.
Ciuman pertamanya teramat berkesan, meski dilakukan unsur ketidaksengajaan. Namun, Seon tidak akan bisa melupakan hal itu seumur hidup.
Meski bagi Mayra ciuman semalam, diartikan sebagai hal wajar saat patah hati. Seon sendiri memang jelas memikirkan gadis yang duduk di sebelahnya. Namun, dia bersyukur dengan kepolosan sang adik yang masih belum curiga padanya.Dalam perjalanan segalanya hening, Seon juga tak mampu memecah keheningan seperti biasanya. Malu dan sedih, dua hal yang masih berpadu dalam hatinya. Hingga sikapnya dingin pada Mayra untuk menutupi kesalahan semalam.Setelah tiba di rumah Amara, sebelum pulang Mayra sempat mengobrol sedikit pada Seon."Aku tetap pemenangnya," kata Serra menekankan seraya bangkit dari kursi dengan senyuman licik. Beranjak pergi dari meja gadis itu, tapi sebelum melangkah jauh. Mayra mengatakan hal yang dibuatnya tertegun."Sayangnya kemenanganmu hanya di hatinya, bukan dalam ikatan yang sah. Lantas, apa yang harus dibanggakan dari kemenanganmu? Setidaknya yang sah lebih bertamabat," balas Mayra acuh sembari meneguk air dalam gelas tanpa menoleh.Serra membeliak dan membalikkan kepalanya, tapi Mayra membelakangi wanita itu. Dia sudah yakin wajahnya pasti merah padam."Kamu tunggu saja," ancam Serra segera berlalu meninggalkan Mayra yang tak beranjak dan reaksi santai. Seakan tidak perlu takut dengan ancaman.*****Beberapa hari setelah pertemuannya dengan Serra, gadis itu tak pernah melihat lagi Nalan pulang ke apartemen
Desiran dalam dada mulai tak karuan, perasaan yang pertama kali dirasakan. Bahkan, irama detak jantung yang tak senada ini cukup mengganggu dalam pikiran dan hati Bryan.Tak pernah sama sekali ia merasakan detak jantung sehebat ini kala bertemu lawan jenis, hidupnya hanya terkungkung dalam cinta sang ibunda. Namun, hari ini yang terus terlintas dalam benaknya yaitu Mayra.Gadis yang awalnya Bryan bantu, karena merasa kasihan. Sorot mata yang selalu menampakkan kesedihan dan luka yang tersirat jelas dalam kedua bolat matanya.Pandangan mata yang saling tatap secara tak sengaja tadi, menampakkan perasaan yang seolah berbeda dari biasanya. Pertama kali tangannya sendiri menyentuh seorang perempuan, kecuali sang ibu."Perasaan apa ini?" gumam Bryan sembari memegangi dadanya yang terus saja berdegup kenca
"Dari mana saja kau?" tanya Nalan menatap nyalang Mayra saat membuka pintu apartemen, terlebih lagi melihat siapa yang bersama istrinya. Amarah lelaki itu memuncak."Aku...," Mayra terhenti tatkala melihat ke arah Bryan. Ia sedikit cemas dengannya, takut kalau sang suami melakukan hal kejam pada dia."Ck! Setelah kau merebut kekasihku, sekarang istriku," decak Nalan sinis.Mayra tertunduk dengan linangan air mata, Bryan melihat hal itu menjadi sangat sedih. Dia tak mempedulikan ucapan Nalan sama sekali, dirinya fokus untuk menenangkan gadis itu."Jangan menangis, kau harus paham dengan sifatnya yang seperti itu," lirih Bryan mengulum senyum saat Mayra mendongak kepadanya."Pulanglah, kak Bay! Aku tidak ingin mendengar kata-kata menyakitkan keluar dari bibirn
Darah Bryan mendidih, tersirat guratan amarah tatkala mengobati lengan Mayra yang memar. Sungguh, Nalan lelaki tega melakukan hal keji pada istrinya sendiri. Meski tak menyukai gadis itu, tak harus mengasari.Ditambah lagi, Mayra yang dari tadi meringis kesakitan ketika Bryan memberi alkohol menggunakan kapas.Cengkraman Nalan memang sungguh kuat, hampir meremukkan tulang. Namun, dibanding sakit pada lengan, hatinya lebih remuk lagi."Aku antar ke dokter saja, ya May," saran Bryan menatap serius memar itu. Dia nampak khawatir dengan bagian dalam yang memar, bagaimanapun tangan Nalan berotot. Mencengkram lengan yang perempuan sangat membahayakan."Tidak perlu, kak Bay!" tolak Mayra secepat kilat. Meski terasa sakit, tapi ia yakin hanya memar dan bengkak saja.
Setelah menempuh perjalanan cukup jauh, Bryan dan Mayra tiba di hotel Guala yang berada di tengah-tengah kota Utara. Hotel termegah dengan nuansa gaya eropa.Bryan memesan dua kamar bersebelahan dengan Mayra, awalnya gadis itu ingin sendiri membayar kamarnya. Namun, ditolak."Biar aku bayar sendiri saja, kak Bay." Mayra mengeluarkan kartu debit miliknya dari dalam tas."Tidak perlu, aku bayar sampai 4 hari ke depan. Sisanya, jika kamu masih ingin tinggal di sini, bayarlah sendiri." Bryan bertutur halus saat menolak."Tidak enak, kak Bay sejak di perjalanan uangmu terus terpakai." Mayra tidak enak menerima kebaikan Bryan, ini akan menjadi hutang yang tak dapat dibayarnya nanti."Jangan khawatir, bagaimanapun harga diri lelaki itu mengeluarkan uang untuk setiap perempuan ya
Empat hari pencarian Nalan atas kepergian Mayra, lelaki itu nampak gusar dan kehilangan akal. Dia sudah mencari berhari-hari disetiap sudut kota Himalaya, mengerahkan seluruh anak buahnya untuk menemukan sang istri. Namun, gadis itu tak menunjukkan tanda-tanda keberadaannya sama sekali.Bak ditelan bumi setelah kejadian itu, Mayra menghilang. Bahkan Bryan yang dihubunginya pun mengaku tak tahu."Aku memang bersamanya hari di mana kau menyakitinya, tapi setelah itu aku meninggalkannya di pelataran parkir apartemenmu. Dia menolak untuk kuantar pulang ke rumah Seon," kilah Bryan saat menerima telepon dari Nalan."Tidak mungkin kau tidak tahu!" sentak Nalan tak percaya begitu saja. Ia yakin jika Mayra bersama Bryan, tapi dari hasil penyelidikannya mobil sahabatnya itu selalu terparkir di kantornya.
Nalan menyerobot masuk ke dalam kamar hotel tanpa diizinkan masuk, Mayra bergeming menunduk sembari mengepalkan tangan."Mau apa lagi, dia?" batin Mayra bertanya.Nalan berjalan mendekat, menutup pintu dengan rapat. Dia menarik istrinya ke tembok dan menekan tubuhnya.Mayra terperanjat, ditatapnya mata Nalan yang penuh dengan amarah. Wajah mereka sangat dekat, hingga lelaki itu tanpa pikir panjang langsung mencium sang istri. Gadis itu membeliak tak percaya.Berusaha mendorong sekuat tenaga, tapi tubuh Nalan sangat kuat dan tak bisa membuatnya menjauh."Seberapa lama kau mencoba sembunyi?" tanya Nalan seraya melepaskan ciumannya. Mayra memalingkan wajahnya, ia tak ingin melihat lelaki itu. Memilih bungkam.Nalan men
"Aku tak ingin kembali bersamamu, aku akan berpisah denganmu," racau Mayra dalam mobil dengan penuh emosi."Mayra!" Nalan menyentak dengan suara menggema, berhasil membungkam istrinya dengan tatapan tajam. "Bisakah kau tenang sedikit?" pintanya dengan desahan kasar.Mayra duduk sembari menyilangkan kedua tangan dan memalingkan diri dengan nafas memburu, wajahnya tertekuk. Dia tak ingin melihat wajah Nalan yang teramat menyebalkan."Sekarang kita kembali dulu, lalu bicarakan semuanya pelan-pelan," ujar Nalan kembali fokus mengendarai mobilnya.Nalan merasakan hal yang berbeda sejak semalam meniduri istrinya, ia tak mampu mengucapkan kata perpisahan. Kepergian sang istri mulai membuatnya tak karuan, bahkan sampai mengacuhkan kekasih yang dicintainya.Selama perjalanan