Tentu saja yang dituju Kanaya bukanlah rumah seorang teman seperti apa yang telah diucapkan bibirnya. Melainkan sebuah tempat yang ia pikir tidak akan ada satu pun orang yang mengenalinya. Tempat salah yang akan membuatnya euphoria dan melupakan sejenak kepedihannya.Kanaya melangkah pelan memasuki tempat dengan lantai dansa berukuran besar di tengah-tengah. Ruangan bernuansa gelap yang hanya bermodalkan lampu sorot berputar-putar dan lampu ambience yang menempel di dinding. Gendang telinganya dipaksa menikmati alunan musik disko yang dibawakan disjoki melalui sistem PA.Sebenarnya ia tak suka, ini bukanlah gaya Kanaya. Seperti memasuki sebuah club malam waktu itu, kali ini juga untuk pertama ia memasuki diskotek. Namun, kakinya tetap masuk lebih dalam mencoba keluar dari zona nyaman untuk mencari kesenangan. Pikirannya sungguh kacau. Kanaya masih syok dengan yang terjadi pada rumah tangganya. Butuh waktu untuk mencerna kenyataan pahit yang baru saja ia telan.“Hai cantik,” goda sala
Setan berefhoria sebab Bima menyambut bibir ranum milik Kanaya. Keduanya tenggelam dalam cumb* menyesatkan. Meski Kanaya menganggap yang dihadapannya itu Elang, nyatanya Bima tetap menikmati setiap panggutan. Persekian detik panggutan pun terlepas.“Maafkan saya.”“Kamu tidak akan aku maafkan, Mas!”“Jangan seperti ini lagi, jangan jadi wanita bodoh! Selesaikan masalahmu.”“Brengs*k!” Kanaya mendorong tubuh Bima. Ia langsung membuka pintu mobil dan jalan sempoyongan memasuki rumah.Dahlan, sekuriti yang membukakan pintu pagar hanya mengerutkan dahi. Ia merasa aneh dengan prilaku majikannya. Namun sama sekali tidak berani bertanya atau menegur. Begitupun dengan Darmi yang membukakan pintu rumah. Ia hanya curiga kalau majikannya ini tengah menghadapi masalah. Anak-anak tentu saja masih dalam keadaan tidur dan terbuai mimpi. Kanaya lagi-lagi bisa melenggang dengan aman. Elang bahkan belum pulang juga. Kanaya langsung masuk kamar mandi dan mengguyur tubuhnya dengan shower. Perlahan
“Kebetulan Kanaya sedang enggak enak badan. Ada apa ya, Bim? Kok, lu tanyain keadaan istri gue?”“Oh, itu … sebenarnya semalam tidak sengaja bertemu dia.”“Dimana?”“Di tempat hiburan malam.”“Istriku bersama siapa?”“Bersama temannya,” karang Bima.“Wanita atau laki-laki?”“Wanita.”Oh ternyata benar, ia memang menemani temannya yang sedang patah hati karena diselingkuhi. Akan tetapi apapun alasannya, aku tidak suka Kanaya mendatangi tempat seperti itu. Ucapnya dalam hati.“Dia mengenali lu?”“Ya iyalah.”“Terus gimana?”“Dia tanya apakah lemburnya sudah selesai?”“Apa? Terus lu jawab apa?” tanya Elang panik.“Ya gue jawab kalau gue enggak lembur.”“Aduh!” Elang meremas kepalanya.“Emang gue enggak lembur.”“Eum … lalu dia bilang apa?”“Dia tanya apa lu benar ada lembur.”“Astaga! Lu jawab apa Bim?”“Tadinya gue mau jawab enggak ada.”“Berarti lu jawab ada lembur kan?” sambar Elang.“Begitulah.”“Wah, thanks brow!” girang Elang seraya memeluk Bima secepat kilat.“Kenapa lu bohong sam
Mereka menyembunyikan badannya di balik pintu. Sesekali kepala Anna menengok kea rah dalam. Sayang sekali lelaki itu memakai jaket hoodie dan kepalanya memakai upluk dari hoodie tersebut. Posisinya juga membelakangi lagi. Memancing rasa penasaran Anna lebih jauh. Ia pun merasa familiar dengan tubuh tegap lelaki yang bersama tantenya. Dengan mata memicing, Anna melihat punggung Si lelaki itu.“Mas, buka dong jaketnya!” rengek Kamila.“Aku tidak mau kalau sampai ada yang melihatku,” ucapnya pelan.“Ini ruangan pribadi, Mas. Mana ada yang lihat.”“Kalau begitu, tutup rapat pintunya.”“Oh iya, lupa.”Percakapan Kamila dengan lelakinya sama sekali tak tertangkap gendang telinga Anna. Karena Kamila berjalan menuju pintu, Anna dan Devi secepat kilat menjauh dari ruangan tersebut. Pintu ruangan pun tertutup rapat.“Yah, gagal deh mau lihat siapa yang bersama tante,” keluh Anna.Mereka memutuskan untuk memilih meja dan segera memesan makanan. “Eh, kamu penasaran banget ya dengan cowo
Setelah lima menit, Anna sadarkan diri. Devi segera memberikannya minum air putih.“Ann, gimana keadaanmu? Apa yang kamu rasakan?”“Aku hanya pusing.”“Ann ….”“Ya, Dev. Papa aku masih di ruang itu?”Devi mengangguk pelan. “Apa kamu akan mendatanginya?”“Beri aku kekuatan, Dev,” pinta Anna memegang tangan sahabatnya.“Kamu butuh amunisi dulu,” ucap Lia tiba-tiba muncul dengan nampan berisi makanan.“Iya, Ann. Kamu harus makan dulu. Biar pulih.”“Sekalian, kamu juga Dek. Makan yang banyak biar ada energi untuk bantu temannya,” ujar Lia kepada Devi.“Terima kasih, tante.”“Sama-sama.”Sebenarnya tak ada selera untuk makan apapun, tetapi benar apa yang dikatakan Lia, Anna perlu amunisi. Ia memaksa dirinya untuk melahap makanan yang sudah tersaji. Setiap suapnya begitu sulit melalui kerongkongan. Berkali-kali ia tenggelamkan dengan air minum. Dirasa sudah cukup, Anna lekas mengakhiri makan siangnya.“Tante jadi berapa?”“Ya ampun, Dek. Ini gratis. Kenapa juga kamu harus baya
“Bu, ada hal penting apa sampai aku harus cepat pulang?” tanya Kamila sesampainya di rumah.“Kakakmu sudah menunggu di ruang tengah,” terang Mira, ibunya Kamila.“Kak Naya?”“Ya.”Dia tahu aku di Jakarta. Dia mau apa, ya? Tanyanya dalam hati.“Hallo, apa kabar Kak?” sapa Kamila seraya mengulurkan tangan untuk bersalaman, tetapi Kanaya mengabaikan. Ia pun menarik kembali ulurannya.“Buruk,” sahut Kanaya ketus setelah persekian detik.“Kakak ada perlu sama aku?” “Duduklah!”Kamila duduk tak jauh dari kakaknya. “Bicaralah!”“Berhentilah menggoda Elang!” ucap Kanaya dengan menatap tajam Kamila.Jleb! Bak busur panah yang melesat tanpa aba-aba. Kamila langsung terhenyak. Sungguh tidak mengira kalau Kanaya sudah mengetahuinya. “Maksud Kak Naya apa? Aku enggak ngerti.”Aku juga ingin rasanya dari awal bilang sama kamu, kalau Elang suka bermain denganku. Agar rumah tanggamu yang harmonis hancur lebur, tetapi Elang selalu mewanti-wanti jangan sampai Kanaya tahu. Kamila berkata
Dalam waktu yang sama, Kanaya tengah mondar-mandir dalam kamarnya. Ia sedang mempersiapkan diri untuk berbicara kepada Elang. Ia berusaha menguatkan dirinya agar nanti tidak keluar air mata di depan suami pengkhianat. Ia juga memikirkan bagaimana caranya agar tidak ketahuan Anna dan Alya. Karena sekuat apapun menahan diri, kemungkinan besar keributan akan terjadi.Apa aku ajak Elang bicara di kamar mandi saja? Atau aku nyalakan musik saja agar tersamarkan bila ribut nanti. Hati Kanaya bicara.Perasaan gugup, panik dan marah bercampur jadi satu. Banyak berpikir membuat Kanaya kehausan. Ia gegas keluar kamar dan menuruni anak tangga untuk mengambil air minum dingin di lemari es lantai bawah. Saat melewati ruang TV, ia hanya mendapati Alya yang sedang asik menikmati donat gigit demi gigitan.“Al, kak Anna mana?” tanya Kanaya menghampiri.“Kak Anna mungkin sama papa. Tadi di sini. Aku habis ngambil donat di mobil,” terangnya sambil menggigit donat toping coklat.“Oh, papa sudah pulan
Kanaya langsung menyusul Anna. Ia sangat khawatir dengan keadaan anaknya yang tengah kecewa berat. Satu ketukan, dua ketukan dan pintu pun dibuka setelah tiga ketukan.“Mah,” lirih Anna. Ia langsung menghambur ke pelukan Kanaya.“Mah, Kakak kenapa?” tanya Alya penasaran.“Sayang, lebih baik kamu masuk kamar. Ini sudah malam. Nanti kalau Kak Anna sudah merasa baikan, pasti dia akan cerita sama Alya.”“Ok, Mah. Aku kasih waktu buat Kakak. Awas ya, ntar kalau enggak cerita!”“Iya,” sahut Anna pelan.“Hah! Mama juga kayak yang habis nangis. Kok kompakan dengan Kak Anna. Ih kalian ada apa, sih?” Alya penasaran.“Nanti Mama juga akan cerita. Beri kami waktu dulu, Sayang.”“Ya. Kalau begitu aku masu bobo dulu. Bye Mah,” pamit Alya.Untunglah Alya tidak memaksa, ia pun langsung menuju kamarnya. Namun saat hendak masuk kamar, ia melihat papanya basah kuyup.“Eh Papa,” tegur Alya.“Iya, Sayang. Belum tidur?”“Ini baru mau masuk kamar. Papa kenapa malam-malam malah main air?” alis pe