Bagian depan rumah Aslan rusak akibat ledakan. Pusat ledakan berada di mobil Alice dan anak buahnya. Beruntung rumah warga jaraknya berjauhan, sehingga tidak memakan banyak korban.
Keadaan di dalam rumah Aslan masih terdapat beberapa orang yang tertelungkup. Orang yang pertama kali bangun adalah Alice. Tubuh Alice terlindung oleh pria berjas hitam yang merupakan anak buahnya.Anak buah Alice yang melindungi Alice telah tewas. Hal itu bisa dipastikan dari tubuhnya yang tidak bergerak. Alice menyingkirkan tubuh anak buahnya."Aslan!" Alice langsung teringat pada Aslan. Matanya menatap sekeliling mencari keberadaan Aslan."Di sini, Nona!" panggil anak buah Alice yang selamat.Alice langsung mendekat ke arah anak buahnya ketika melihat Aslan tengah dibawa oleh anak buahnya. "Tuhan ... tolong jangan biarkan dia mati sekarang. Tunda dulu, Tuhan." Alice merapalkan permohonan dengan nada lirih."Kita harus segera pergi, Nona. Sebentar lagi rumah ini akan segera hangus oleh api.""Baiklah."Alice dan anak buahnya pergi dengan membawa Aslan. Baru saja berjalan beberapa langkah, api langsung menyebar ke seluruh rumah Aslan. Alice dan anak buahnya mempercepat langkah menuju ke tempat aman.Di sinilah Alice berada sekarang, yaitu di tengah pematang sawah. Tepat di belakang rumah Aslan hanya ada pematang sawah yang paling aman. Aslan dibaringkan di jalan pematang sawah."Dia masih hidup kan?" Alice memastikan."Iya, Nona. Dia hanya pingsan.""Carilah air untuk membangunkannya.""Baik, Nona." Anak buah Alice kemudian pergi mencari air terdekat. Kebetulan pengairan sawah sedang dalam keadaan air yang terbatas, sehingga perlu mencari ke bagian lain.Alice menelepon anak buahnya yang lain untuk datang menjemputnya. Ia harus segera membawa Aslan untuk menjalankan misi yang telah disusun. Walaupun dalam benak Alice tidak mempercayai Aslan bisa menjalankan misi."Apa yang bisa diperbuat dengan orang seperti ini?" Alice memandang rendah seorang Aslan."Saya sudah menemukannya, Nona." Anak buah Alice membawa air dengan sebuah botol air minum bekas."Siram!"Byuurr!Anak buah Alice menyiram tepat di wajah Aslan. Hasilnya Aslan terbatuk-batuk akibat kemasukan air di hidung. Ditambah air yang berbau membuat Aslan cepat bangun."Akhirnya bangun juga. Tidak merepotkan lagi," ucap Alice.Aslan mendudukkan dirinya. Kepalanya terasa pening dan basah. Tangan Aslan meraba kepalanya. Ternyata kepalanya berdarah."Santai saja. Luka itu tidak akan membuatmu mati. Sebentar lagi bantuan datang." Alice seakan mengerti apa yang dikhawatirkan Aslan."Apa yang terjadi?""Tentu saja tanda belasungkawa yang sebenarnya tadi dikirim.""Jangan berbelit-belit.""Baiklah. Sepertinya kau tidak cepat mengerti. Jadi, serangan bom tadi adalah untuk membunuhmu dan saudaramu yang tersisa. Termasuk juga membunuhku.""Jadi, tadi dia ada di sini?""Tidak. Hanya anak buahnya saja yang bertindak. Boss mafia tidak mungkin turun tangan langsung."Aslan kemudian teringat dengan Gavin. Sejak tadi Gavin ada bersamanya. Namun sekarang Gavin tidak ada."Di mana Gavin?""Siapa Gavin? Bukannya adikmu bernama David?""Pria yang bersamaku. Dia sahabatku."Alice menggidikkan bahu. Begitu pula dengan anak buah Alice.Jawaban Alice membuat Aslan bangkit dari posisinya dan berniat mencari Gavin. Namun tangan Alice dengan cepat menarik Aslan."Jangan membahayakan dirimu! Aku sudah bersusah payah menyelamatkanmu."Aslan melepaskan tangan Alice dengan kasar. Ia tidak bisa meninggalkan Gavin yang telah dianggap sebagai saudara sendiri. Berlari mendekati rumahnya, Aslan ternyata tidak cukup memiliki tenaga. Perlahan sakit kepala yang ditahannya semakin terasa menyakitkan hingga Aslan tidak bisa menyeimbangkan tubuhnya.Bruuukk!Tubuh Aslan terjatuh, lalu pingsan kembali. Alice yang menatap dari jauh hanya menghela napas. Ia berdiri bersama anak buahnya mendekati Aslan."Hah ... cukup merepotkan," keluh Alice."Iya, Nona. Sebenarnya buat apa kita mencari dia sampai kemari?""Cuma dia yang bisa membantu kita membalas dendam pada mafia brengsek itu! Kau akan tau fungsi pria itu nanti." Alice mempercepat langkahnya untuk mencapai Aslan.Anak buah Alice membawa Aslan seperti membawa karung beras dengan cara dipanggul. Alice tidak peduli bagaimana anak buahnya membawa Aslan, yang terpenting dirinya tidak repot membantu. Mereka kemudian berjalan bersama keluar dari daerah rumah Aslan.Di ujung jalan pematang sawah dapat dilihat banyak orang sedang bahu-membahu memadamkan api di rumah Aslan. Alice menghentikan langkahnya saat melihat Gavin ada di sana. Gavin sedang menenangkan adik Aslan yang meronta ingin menerobos masuk mencari Aslan."Rupanya teman Aslan masih hidup. Baguslah! Aslan tidak perlu dramatis lagi mencari temannya saat bangun nanti," gumam Alice."Nona, mobil untuk Anda sudah siap. Ada di ujung sana." Anak buah Alice mengingatkan."Oke, mari kita percepat langkah." Alice tidak peduli berat tidaknya tubuh Aslan dibawa oleh anak buahnya.Alice tiba di depan mobilnya. Aslan diletakkan di kursi belakang dengan hati-hati oleh anak buah Alice. Akibat tidak ada kursi lain yang bisa ditempati Alice, maka terpaksa Alice harus duduk di sebelah Aslan.Mobil berjalan meninggalkan lokasi. Rumah sakit terdekat yang menjadi tujuan Alice dan anak buahnya. Selama perjalanan Aslan sempat mengigau. Pikir Alice cukup merepotkan Aslan sekarang."Percepat!" Alice tidak tahan mendengar rintihan Aslan dari dalam bawah sadar.Perjalanan menuju ke rumah sakit memakan waktu tiga puluh menit. Aslan dibawa masuk ke dalam ruang tindakan. Urusan administrasi tidak perlu repot diurus oleh Alice, karena rumah sakit yang sekarang merupakan jaringan kerja samanya dalam dunia gelap.Selama satu jam Alice menunggu Aslan sadar, usai diberi tindakan. Perlahan mata Aslan terbuka. Wajah bingung pertama kali yang ditunjukkan oleh Aslan pada Alice."Kau jangan akting amnesia seperti di televisi. Kalau sampai akting, akan kubunuh kau sekarang!" Bukan sambutan hangat atau sekadar basa-basi menanyakan keadaan, Alice justru memberi ancaman.Aslan mendudukkan dirinya. Ia memegangi kepalanya yang terasa pusing. "Kau memang tidak pernah memiliki sopan santun. Aku ingat semua.""Baiklah. Langsung saja kita pergi dari sini. Jangan buang-buang waktu!""Kau saja belum menceritakan dengan jelas apa tujuanmu. Bagaimana mungkin aku ikut denganmu?"Alice memberi kode pada anak buahnya untuk mengambilkan sesuatu di dalam tas. Anak buah Alice langsung menjalankan perintah tanpa protes.Sebuah tablet dikeluarkan dari tas Alice. Anak buah Alice menyerahkan pada Aslan. Selanjutnya Alice memberitahu apa saja yang harus dilihat oleh Aslan."Cepat buka video itu!" perintah Alice yang tidak sabar melihat Aslan hanya termenung memandangi tab yang diberikan Alice.Aslan tak menuruti perintah Alice. Ia masih curiga dengan tujuan Alice yang sebenarnya. “Apa hubungannya video di dalam sini denganku?”Alice tampak murka. Berbicara dengan Aslan tidak membuahkan hasil yang sesuai harapan. Ia kemudian menatap ke arah anak buahnya. Anak buah Alice tampak mengerti harus melakukan apa sesuai dengan kode dari Alice.Anak buah Alice mendekati Aslan. Sikapnya terlihat dingin menatap Aslan. Hal itu membuat Aslan harus memundurkan diri untuk melindungi diri. “Kau mau apa?” Aslan waspada.Kraaaakk!“Arrrghhhh!” keluh Aslan kesakitan saat tangannya dipelintir oleh anak buah Alice secara tiba-tiba.“Masih ingin menolak?” tanya Alice dengan mengangkat sebelah alisnya."Lepaskan dulu! Aku akan melakukan perintahmu!" Aslan akhirnya berusaha percaya, demi menghilangkan rasa sakitnya. Alice memberi kode pada anak buahnya untuk melepaskan tangan Aslan. Tentu saja anak buah Aslan menuruti perintah. Barulah Aslan menekan ikon play video pada tablet yang diberikan Alice. Video terputar. Aslan serius menonton video yang disajikan. Di dalam sana tampak ayah dan ibunya diperlakukan tidak adil oleh mafia kejam hanya karena tidak ingin menyerahkan Aslan sebagai generasi selanjutnya menjalankan perintah dari mafia kejam. Rupanya terdapat perjanjian kalau Aslan berumur lebih dari dua puluh tahun, maka harus diserahka
Alice memejamkan mata. Sedangkan Aslan langsung berusaha bangkit dengan mengangkat Alice yang berada di atas tubuhnya. Mereka berdua terjatuh di ruang rawat inap pasien. Walaupun tidak menimpa pasien yang sedang sakit, kedatangan mereka membuat pasien shock hingga pingsan. "Kita harus segera pergi!" Alice menahan tangan Aslan yang ingin menolong pasien tersebut. "Tapi—" Ucapan Aslan terpotong ketika Alice menarik tangannya keluar dari ruangan. Aslan ditarik Alice berlari menuju ke arah belakang rumah sakit. Tubuh Aslan yang terasa sakit semua membuat langkahnya melambat. Hal itu membuat Alice terus menarik Aslan berlari. "Itu mereka!" seru orang-orang yang berada jauh dari Aslan dan Alice. Aslan menoleh sejenak. Ia refleks menambah kecepatan berlari, sehingga membuat dirinya beralih menarik Alice. Semua rasa sakit yang dirasakan Aslan terasa sirna ketika keadaan mendesak. "Ke Kiri!" ucap Alice sembari menarik Aslan.Hampir saja Aslan dan Alice terjatuh. Mereka terus berlari meng
Aslan meneruskan langkahnya untuk pergi ke tempat yang mungkin saja masih terselamatkan. Ayah Aslan memiliki sebuah bungker yang tidak bisa dihancurkan. Hal itu dapat diingat Aslan saat sang ayah bercerita waktu kecil. "Bantu aku menyingkirkan reruntuhan ini." Aslan berbicara pada Alice ketika menemukan titik tempat bungker berada.Alice memberikan kode pada anak buahnya untuk membantu. Anak buah Alice akan menuruti seluruh perintah yang dikatakan Alice.Aslan dibantu Alice dan anak buahnya mengangkat reruntuhan yang menutupi bungker. Satu per satu disingkirkan. Ketika akan membuka bagian pintu, Aslan merasa panas. Pintu besi tersebut pasti masih menyimpan panas akibat ledakan yang terjadi. "Di dalamnya ada apa?" "Biasanya digunakan tempat persembunyian. Aku tadi melihat ada gambar bungker pada surat wasiat yang ditinggalkan ayahku.""Ada gambarnya? Kapan?""Ada, kecil sekali gambarnya di akhir kalimat sebelah namaku. Kau mungkin akan menganggap itu sebagai noda tinta.""Ternyata b
Langkah kaki Aslan cukup pelan dalam menuruni anak tangga dari rumah pohon. Hal itu dilakukan agar mencegah musuh tidak mengetahui keberadaannya. Semua yang dilakukan Aslan sekarang harus serba hati-hati. Ancaman bertubi-tubi nyata di depan mata. Aslan telah sampai di bawah rumah pohon. Ia menatap ke atas untuk memastikan Alice tidak menampakkan diri. Ketika melihat Alice yang masih memandangi Aslan, maka Aslan segera memberi kode untuk bersembunyi. Alice terlihat menurut pada Aslan.Saatnya Aslan fokus pada sekitar. Tidak ada pergerakan di sana. Namun Aslan memeriksa sekali lagi. Tak akan dibiarkan oleh Aslan bahaya kembali menghampirinya. "Maaf, Nona Alice di mana?" Anak buah Alice tiba-tiba muncul. "Ssstt! Kau jangan keras-keras berbicara. Ada musuh mendekat." Aslan mengutarakan dengan berbicara lirih. "Tidak ada musuh di sini. Aku sejak tadi berjaga tidak menemukan tanda-tanda aneh.""Apa kau tidak lihat itu?" Aslan menunjuk ke arah asap yang membumbung.Anak buah Alice meliha
Ekspresi Alice yang terkejut sekaligus bahagia tak bisa diartikan sama oleh Aslan. Justru Aslan merasa bingung dengan kotak besar yang ada di depannya. "Coba pakai sidik jarimu untuk membukanya.""Memangnya bisa? Aku kan tidak pernah mendaftarkannya?""Bisa. Di sini cukup memindai dari hasil salinan lain yang dimiliki oleh ayahmu. Kau akan tahu isinya."Cukup canggih juga pikir Aslan apa yang dimiliki oleh ayahnya. Padahal selama ini Aslan hanya tahu jika kunci memakai sidik jari harus menginput dari orangnya langsung saat memindai.Klek!Kotak terbuka saat Aslan selesai menempelkan jempolnya. Isi kotak tersebut berupa beberapa berkas, sebuah kartu ATM, buku rekening, dan kotak-kotak kecil lainnya.Alice senang bukan kepalang saat meraih satu per satu barang yang ada di sana. Ia tahu jika semuanya bernilai. "Kau seolah-olah tidak pernah melihat uang yang banyak." Aslan angkat bicara."Ini sangat bernilai. Kenapa kau biasa saja? Kulihat latar belakang pekerjaanmu biasa saja. Tidak bi
Aslan berlari masuk ke dalam rumah. Ia tidak peduli dengan reaksi dari keluarga dari tetangganya yang menampung sang adik. Alice segera menyelamatkan tas ransel Aslan yang ditinggal begitu saja di depan pintu. Karena di dalam tas ransel tersebut ada barang berharga. Adik Aslan yang bernama David tampak diinfus di rumah. Kebetulan anak dari tetangga Aslan adalah perawat. Betapa hancurnya hati Aslan saat melihat David sakit. "Kakak!" David menatap Aslan dengan mata berair.Aslan menggendong adiknya. Ia juga mencium puncak kepalanya. David menangis sejadinya saat bertemu Aslan. Alice yang ikut masuk ke dalam rumah hanya diam menyaksikan interaksi Aslan dengan David. Tak lupa Alice mencari keberadaan Gavin yang merupakan sahabat Aslan. Jika Gavin tidak ada, maka akan repot bagi Alice dalam pengasuhan David. Namun keberadaan Gavin tidak ada di sana. "Kakak ternyata masih hidup. David kira Kak Aslan sudah meledak bersama rumah kita." Aslan tidak tahu jika adiknya menganggapnya sama pen
Perlahan Aslan bangkit dengan tetap menggendong David. Mulut David tak lagi dibekap oleh Aslan. Karena David tampak bisa berkoordinasi dengan Aslan. Namun tubuh David masih terasa gemetar. "Itu dia!" ucap seorang pria saat memergoki Aslan akan melarikan diri.Dug!Aslan melempar batu bata ke wajah musuh. Hanya satu orang yang kena lemparan Aslan. Sedangkan satu orang lainnya bisa menghindar. Kesempatan mengulur waktu sedikit digunakan oleh Aslan untuk melarikan diri. Ia tidak bisa mencari keberadaan yang lainnya, yang terpenting adalah dirinya dan David selamat. Dor! Dor!Suara tembakan membuat Aslan harus membungkukkan diri dalam berlari. David tampak histeris digendongan Aslan akibat mendengar tembakan bersahutan dengan teriakan kesakitan."Lari ke sini!" seru suara Alice pada Aslan. Aslan langsung pergi ke kanan. Namun sayang harus terjatuh bersama David saat merasakan sesuatu menancap di punggungnya. "Arrrgghhh!" keluh Aslan kesakitan hingga melepaskan tangannya dari tubuh Da
Aslan bersama dengan yang lain langsung keluar dari mobil. Ketika menjauh hingga sepuluh meter, mobil yang dinaiki tadi langsung mengeluarkan percikan api dari bagian bawah mobil. Tidak ingin terkena ledakan lagi, mereka menghindar lebih jauh. Benar saja mobil meledak setelah terbakar hebat. Namun ledakannya tidak separah dari rumah yang meledak. "Kak, aku takut." David sempat merengek dalam pelukan Aslan.Hanya usapan di punggung yang bisa diberikan Aslan pada David. Perkataan tidak bisa menenangkan David sekarang. Karena kenyataannya cukup kontras dengan perkataan hiburan akan membuat bualan semata. "Tasmu aman kan?" tanya Alice.Aslan memperlihatkan punggungnya yang masih menggendong tas ransel."Syukurlah.""Kau lebih baik duduk saja dulu. Biar kami mencari tumpangan." Aslan kasihan melihat Alice meringis menahan rasa sakit sesekali. Alice menurut dengan terpincang-pincang berusaha duduk di pinggir jalan. Anak buah Alice dan Gavin membantu Alice yang terlihat kesulitan duduk se