Acara yang baru saja digelar masih menyisakan kehangatan. Menik meminta mereka untuk tinggal di rumah mereka, sebagian tinggal di rumah Alden dan Indira.
“Mungkin kumpul-kumpulnya di rumahku aja, biar luas dan bisa kebagian kamar semua, Ma!” seru Alden memberi saran pada ibunya.Alden dan Indira sengaja membangun satu bangunan villa lagi di belakang bangunan utama mereka untuk tujuan menampung keluarga besar nanti jika berkunjung.
Villa dengan jumlah enam kamar tersebut akhirnya menjadi tempat sempurna untuk semua berkumpul. Saras, mengagumi bangunan yang Alden desain sendiri. Suaminya memberi house tour pada keluarga besarnya sementara Indira menyiapkan camilan dan suguhan.
“Ini foto siapa?!” pekik Saras dengan ekspresi terkejut.
Ada sebuah figura berukuran sepuluh R dengan foto hitam putih. Sepasang pengantin dengan baju adat jawa tergantung di sana.
“Orang tua Indi, Tante,” jawab Alden. Wajah Saras tertegun.
Ia mengusap foto yan
Pernikahan Siwi tidak lagi diragukan menjadi puncak kebahagiaannya. Genta memperlakukan Siwi dengan limpahan kasih sayang sekaligus berbagai kejutan atas sifat aslinya.“Geeen …,” teriak Siwi dari kamar mandi. Genta yang baru saja mandi melonggokkan kepala kembali.“Apa, Sayangku?” jawab Genta sambil mengeringkan kepalanya dengan handuk.Siwi berdiri merapat di ujung kamar mandi dengan gemetar sementara tangannya menunjuk pada bawah wastafel.“A-ada ku-kura-kura di bawah s-sana,” ucap Siwi dengan gugup dan wajah pucat. Genta tergelak dan meraih kura-kura kecil dengan hati-hati.“Ini Ulil, Wi. Kura-kura ninjaku yang paling perkasa! Ayo kita bertempur melawan penjahat!” Genta meliukkan badan kura-kura dengan gerakan seperti sedang menyerang musuh.“Bawa keluar! Aku takut!” pekik Siwi dengan ekspresi ngeri.Genta tidak memahami ketakutan istrinya. Baginya Ulil adalah bina
Berulang kali perempuan itu melihat gambar yang ada di ponselnya. Setelah yakin akan kesamaan yang ada, perempuan itu turun dan menemui satpam untuk menanyakan tentang Alden. Setelah dipersilahkan untuk menunggu di ruang depan, satpam itu segera menemui atasannya.Tidak lama kemudian, Alden keluar. Ketika melihat wanita itu keningnya berkerut dan tampak kesal.“Apa maumu, Emma?!” tanya Alden terlihat tidak menyukai kunjungan tamunya tersebut.“Kamu mau bicara di sini atau di ruangan tertutup supaya nggak denger semua cerita masa lalumu?” tantang wanita bernama Emma tersebut.Alden mengumpat dan akhirnya memberi isyarat pada Emma untuk mengikutinya.Dengan sikap yang tidak bersahabat, Alden mempersilahkan Emma masuk ke kantor dan meminta untuk bicara langsung dan tidak bertele-tele.“Cewek yang pernah ngaku hamil dulu, sekarang anaknya mau sekolah dan minta biaya. Kamu tidak pernah menafkahi anakmu, Al!” tu
Deretan kalimat yang tertulis di layar ponselnya membuat Indira gemetar. Putri menceritakan tentang semua usahanya untuk membuat Alden bertanggung jawab, namun pria itu menolak dan tidak mengindahkan semua tuntutannya.Alden terkesan tidak peduli dan hanya mengirimkan sejumlah uang untuk kompensasi Putri supaya tutup mulut dan tetap bungkam. Ada kecewa yang begitu besar mulai merayap dan membuat Indira mengubah pandangannya selama ini pada Alden.Tidak semua yang ia lihat saat ini menjadi karakter Alden yang sesungguhnya!Indira memberanikan diri untuk membaca pesan berikutnya.‘Saya tidak ingin mengganggu rumah tanggamu, Ndi. Tapi saat ini kondisiku sangat sulit karena kehilangan pekerjaan dan anakku butuh biaya hidup. Aku tidak bermaksud menuntut Alden menjadi ayah anakku, hanya tanggung jawab nafkah yang layak dan pantas supaya anakku bisa terus sekolah dan mendapatkan hidup yang lebih baik dari sebelumnya.’Indira meletakkan ponsel
Tanpa memberitahu dengan jelas, Indira mengabarkan pada keluarga Alden jika suaminya pergi tanpa kabar berita. Raka terhenyak dan sangat terpukul. Tidak ada yang mengerti apa yang sebenarnya Alden inginkan dan tuju.Indira memilih untuk menjauh dan menghindar ketika Siwi dan Shana mencoba menghubungi dirinya. Mentalnya yang tidak siap menerima pukulan kedua dalam hidupnya, membuat Indira akhirnya harus merelakan diri untuk menemui psikiater demi meluahkan emosi yang terpendam.Wanita itu dengan sabar menuntun Indira yang Awalnya sulit membuka diri. Dalam penilaian psikiater tersebut, Indira adalah pribadi yang terbiasa menjadi single fighter dan sulit mempercayai orang dalam sekejap.“Menurutmu, ini adalah kesalahan kalian berdua? Karena tidak terbuka?” Mina, psikiater itu melontarkan kalimat pada Indira.Remasan gugup jari Indira yang terus memintir ujung bajunya menunjukkan wanita tersebut tidak sepenuhnya percaya diri melontarkan pendapatny
Seperti biasa, minggu ini di hari sabtu sore, Menik mengantar Indira menemui Mina. Ketika melihat Indira yang semakin terlihat bingung, Mina meminta waktu untuk berbicara pada Menik.“Ada kabar di mana Alden, Bu?” tanya Mina. Menik menggelengkan kepalanya dengan lemah.“Ada saudara terdekat yang bisa mendampingi Indira setelah ini?”Menik kembali menggelengkan kepala.“Dia yatim piatu,” jawab Menik. Mina menghela napas berat.“Terima kasih, saya akan teruskan sesi hari ini. Untuk pertemuan minggu depan, tolong bawa Indira tiga kali seminggu. Kondisinya sudah tidak terlalu baik. Ditilik dari fisiknya, Indira menderita depresi yang cukup parah dan akut.”Menik mengangguk dengan cepat sementara menahan diri untuk tidak tersedu. Mina menepuk pundak Menik dengan lembut.Indira duduk di sofa panjang dengan tegang. Mina memintanya untuk tenang dan bersantai.“Kamu kehilangan berat
Mina menarik meja kecil di sebelahnya dan meletakkan laptop di atas. Tangannya mengetik dengan cepat kemudian melakukan satu klik dan tampil sebuah video yang cukup menguncang batin Indira.Awal mulanya hanya tampak sesi pertemuan antara seorang wanita dengan rambut panjang kusut bersama dokter yang mirip seperti seorang psikiater.Sesi diskusi tersebut hampir serupa dengan yang Indira lalui beberapa kali ini. Wanita itu terlihat resah dan cemas. Sikapnya menunjukkan jika ada tekanan batin yang begitu besar.Kemudian video yang kedua menampilkan kondisi wanita yang makin terlihat sangat buruk dan memprihatinkan. Tubuhnya kian kurus dan penampilan kusut juga kumal. Pada sesi tersebut wanita itu menunjukkan sikap agresif dengan berteriak dan mulai merusak beberapa benda di sekitarnya seperti luapan emosi yang tersimpan.Indira memegang ujung bajunya dengan gemetar. Ia mengenal siapa wanita yang ada dalam video tersebut. Video terakhir menampilkan situasi wa
Kejenuhan yang dirasakan ketika sedang dalam situasi mengalami ujian hidup memang sangat menyesakkan. Itu yang dialami Indira. Hari-harinya serasa menghimpit dan tinggal di rumah yang pernah ia habiskan bersama dengan Alden cukup memberinya tekanan yang menambah daftar siksaan jiwanya. Ingin rasanya mengutarakan pada Menik, mertuanya, untuk sejenak pergi dan mencari kelegaan yang mampu memberinya ruang gerak.Masalah yang dihadapi dalam hidup memang sangat kompleks. Jika ekonomi bukan sumbernya, maka lingkunganlah yang akan berperan. Kebimbangan dalam menentukan sikap membelenggu Indira dalam kungkungan yang tidak bisa ia uraikan.“Indi, ini pertemuan kita yang keempat,” cetus Mina membuka percakapan pertemuan mereka hari itu.“Ada perubahan yang kamu rasakan?” tanya Mina kemudian.Indira mengeluarkan buku diari dari tasnya dan mengangsurkan pada Mina.Mina tersenyum.“Kamu memilih menulis? Itu bagus. Aku juga l
11 September Semua menjadi semakin membaik. Sejak aku memutuskan untuk meninggalkan semuanya di Bali, aku merasa lega. Semoga aku bisa memulai dari bawah tanpa penyesalan. Ini akan kujalani dan tekuni sebagai titik balik yang menuntunku menjadi seorang manusia yang mandiri. Urusan hati akan kututp rapat-rapat. Mungkin keberuntungan mengarungi kebahagiaan pernikahan bukan rejekiku. 01 Oktober Aku harus segera memutuskan tentang hak asuh Renzo. Rasanya tidak adil jika aku terlarut dalam kesendirian sementara Renzo harus kehilangan Alden dan kini juga diriku. Walaupun tidak yakin, tapi aku harus mengambil solusi yang terbaik. Renzo tidak pantas menerima akibat dari prahara kedua orang tuanya. Dia harus memiliki masa depan yang cerah dan aku akan berjuang untuk itu! 16 Oktober Aku tidak bisa! Aku bukan ibu yang baik! Setiap melihat Renzo, aku kembali teringat akan Alden. Apa yang harus aku lakukan? Ini seperti kembali ke titik awal depresiku. Maaf