Share

Perselingkuhan Axel

Waktu terlewati dengan sempurna, tak terasa satu bulan telah berlalu. Waktu yang cukup cepat ini, membuat seorang wanita merasa gugup. Ia memejamkan kedua mata sambil menikmati angin yang terus berdatangan ke arahnya.

Dia berdiri di sebuah balkon kantornya. Termenung mungkin pilihan terbaiknya saat ini. Sarah datang tiba-tiba tanpa sengaja mengagetkannya. "Ibu terlihat melamun. Bukankah seharusnya anda senang karena sebentar lagi akan menikah?" tanya Sarah.

"Sarah, menurutmu bagaimana perasaanmu ketika menikah?"

"Gugup dan ragu. Tetapi, ketika memikirkannya kembali saya tidak ragu lagi."

"Secepat itukah keraguanmu hilang?"

"Iya. Tidak begitu baik, jika hati dikelilingi keraguan dalam waktu yang lama. Oh ya, saya punya tips agar dapat mengurangi rasa gugup serta keraguan anda."

"Gimana caranya?"

"Ibu harus memejamkan kedua mata sambil mengingat setiap momentum anda bersamanya. Saya yakin setelah itu, anda pasti merasa lebih rileks."

"Aku akan mencobanya." Bianca memejamkan kedua mata. Dia mengingat setiap pertemuan dengan Axel. Tiba-tiba ponselnya berdering. Bianca meraih ponsel dari dalam saku jasnya. Terlihat nama Axel pada layar ponselnya. Wanita itu tersenyum. "Halo!" jawab Bianca pada panggilan telepon itu.

"Halo, Sayang! Aku kangen kamu," ucap Axel dengan nada mesra. Dia mengganti panggilan Bianca dari dear menjadi sayang karena sebentar lagi wanita itu akan menjadi istrinya.

"Aku juga kangen." Bianca bernada lesu. Axel bisa merasakannya.

"Ada apa? Kamu sakit? Suaramu agak berubah?"

"Gak kok. Aku hanya..."

"Apa mungkin kamu lagi hamil?" terka Axel asal. Memang, waktu itu tindakan Axel terlalu bar bar, tak heran jika Bianca dapat hamil dengan cepat.

"Gak sayang. Aku tidak." Bianca mengecilkan volume pada ponselnya, dia takut Sarah mendengarnya. Wanita itu memberi isyarat agar Sarah kembali ke ruangannya. Sarah menuruti apa yang Bianca perintahkan.

"Kamu yakin? Gimana dengan test pack?"

"Aku belum beli. Tetapi aku gak merasakan mual atau apapun. Hanya saja..."

"Hanya saja apa?"

"Akhir-akhir ini aku mudah lelah. Mungkin, karena aku terlalu sibuk."

"Itu bisa menjadi pertanda, Sayang. Ya sudah, aku kesana ya."

"Ma┄Mau ngapain?"

"Menjemputmu untuk periksa ke dokter," ungkap Axel. Dia melakukan itu hanya memastikan Bianca hamil atau tidak. Walau Axel adalah pria yang buruk, namun dia pria yang bertanggung jawab jika menyangkut soal anak. Selama ini, belum pernah ia menghamili seorang wanita manapun.

"Te┄Tetapi.."

"Ya sudah, tunggu ya, Sayang." Axel langsung mengendarai mobilnya menuju perusahaan Bianca. Sesampai disana, seorang pria mengantarkan Axel ke ruangan Bianca. Dia yang menyuruh pria itu setelah Axel menutup panggilan teleponnya. Hanya sepuluh menit Axel telah sampai keruangan wanita itu. Sarah yang mengerti akan situasinya langsung meninggalkan ruangan tersebut.

Axel memeluk Bianca dengan lembut. Lalu, ia mencium bibirnya dengan cukup ganas. Sepintas, ia memeriksa kondisi Bianca. Walau ia tidak mencintainya, ia berharap menjadi ayah yang baik. Namun, itu hanya persepsinya kalau Bianca hamil. "Ayo, kita kerumah sakit sekarang!" ujar Axel yang tak sabar.

"Te┄Tetapi..." Axel tak memberikan kesempatan Bianca untuk melanjutkan kata-katanya. Axel menggenggam tangan Bianca. Wanita itu tersenyum. Ia mengira, Axel begitu mencintainya.

Mereka mengendarai mobil Axel. Walau terlihat lusuh, dia terpaksa melakukan itu karena ban mobil pada mobil Bianca kempes. Untuk menunggu Suryo pun lama. Kemudian, Axel mengambil keputusan itu. Axel dan Bianca saling tersenyum. Keduanya duduk bersebelahan. Tangan kiri Axel menggenggam tangan Bianca. Lalu, dia mencium tangan itu. 

Sesampai disana, Axel menggenggam Bianca dengan langkah yang terburu-buru hingga Bianca tak sengaja bertabrakan dengan orang lain. Axel menatap tajam pada orang itu. Tak ingin berlarut-larut, keduanya masuk mengambil nomor untuk mengantri.

Mereka duduk dengan sabar sembari menunggu nama Bianca dipanggil oleh suster. Raut wajah Bianca tegang. Segala pikirannya melayang, memikirkan bagaimana untuk menjadi seorang ibu. Kedua tangannya tampak dingin. Semakin gugup, tanpa sengaja ia malah bersin. Axel juga tak berbeda jauh darinya. Ia juga tegang. Hingga nama Bianca dipanggil, lalu ia berdiri dengan Axel yang menggenggam tangannya.

Bianca terbaring pada sebuah ranjang, seorang dokter wanita tersenyum padanya. "Pasti pertama kali, ya, datang kemari," ucap sang dokter. Bianca menganggukkan kepala. Dokter itu memeriksa kandungan Bianca dengan USG. Setelah beberapa menit, dokter itu telah selesai memeriksanya. Axel tak sabar ingin segera mengetahuinya.

"Dokter, gimana?" tanya Axel.

"Semuanya normal. Tidak ada tanda-tanda kehamilan pada istri anda," ucap sang dokter yang mengira mereka telah menikah.

"Sa┄Saya kira hamil," ujar Bianca. Axel memejamkan kedua matanya, ia menghela nafas.

"Kamu masih muda. Masih banyak kesempatan untuk hamil."

"Kalau begitu, Dokter, terima kasih banyak," ucap Axel seraya menundukkan kepala. Dia menggenggam tangan Bianca. Axel tak berkata apapun. Ia membisu hingga sesampainya di mobil. Sepanjang perjalanan, Axel tetap diam. Bahkan Bianca mengajaknya berbicara, namun Axel tak membuka suara. Dia berpikir, Axel telah berubah.

                         *****

Dua minggu setelah kejadian itu, acara pernikahan mereka digelar dengan sangat mewah. Banyak diantara mereka yang hadir dan memberi selamat untuk Bianca dan Axel. Pria itu memilih untuk menjauhkan diri dari para tamu. Dia membasuh wajahnya. Jika diingat kembali pertemuannya dengan Bianca terbilang cukup singkat.

Rencananya yang licik dan kejam tak mempedulikan Bianca yang tulus padanya, hingga ia tega menjebak wanita itu hanya ingin mengubah nasib hidupnya. Dia membutuhkan pekerjaan yang tetap dan uang yang berkelimpahan. Mulai detik ini dan seterusnya, hidupnya akan berubah. Setelah menghabiskan selama lima belas menit di Toilet, dia keluar dari sana.

Sesosok wanita yang berparas cantik serta berpenampilan seksi berpapasan dengannya. Wanita itu tampak menggoda Axel. "Ibu mertua?" ujar Axel seraya menaikkan salah satu alisnya. Wanita itu mendekatinya.

"Benar! Aku tahu kamu menikahi Bianca bukan karena cinta, melainkan karena uang," terka nya yang seakan tahu tujuan Axel mendekati Bianca. Pria itu mengerutkan kening. Meili menyentuh dagu Axel. "Aku bisa memberimu uang," ucapnya. Dia mencium bibir Axel dengan rakus.

"Sepertinya, kamu bukan ibu tiri yang baik," bisik Axel. Dia tak ingin menyia-nyiakan kesempatan itu. Axel membalas ciuman Meili dengan buas. Tanpa diduga, mereka saling melepaskan gairah mereka disana. Desahan menggema tanpa ada rasa malu.

Axel semakin mempercepat gerakannya. Ia tahu tak memiliki banyak waktu. Karena tempat itu bukanlah tempat privasi. Seseorang bisa saja tiba-tiba kesana untuk buang air kecil atau mencuci tangan atau mungkin yang lainnya.

Tetapi ia tak tahu, apa yang terjadi padanya dan Meili telah disaksikan oleh Bianca. Wanita itu menangis. Tubuhnya berguncang hebat. Ia tak mengira, pria yang ia anggap mencintainya, malah main gila dengan ibu tirinya. Tangisan itu semakin pecah.

Saat itulah, dia telah menyesal memilih Axel sebagai suaminya. Bianca berjalan dengan deraian air mata hingga berdiri di sebuah balkon sendirian. Dia tak tahu apa yang harus ia lakukan. Walau harus mengakhiri pernikahannya dengan Axel, dia sudah tak suci lagi. Dia berpikir untuk mengakhiri hidupnya.

Toh, Axel tak mencintainya. Ayahnya juga tampak tidak mempedulikannya. Sekarang, tidak ada yang benar-benar menyayanginya lagi. Namun, jika dia mati begitu saja, Axel tetap berhubungan gelap dengan ibu tirinya. Segala pikirannya berkecamuk. Ia tidak tahu apa yang harus ia lakukan.

Ketika kebimbangannya melanda, saat itulah Vivian datang menghampirinya. "Mau kubantu untuk membalaskan sakit hatimu?" bisik Vivian seraya menyeringai. Tiba-tiba Bianca merasa kaget.

"Si┄Siapa kamu?" tanya Bianca. Ia tak mengira ada seseorang yang melihatnya disana. Namun, dia melihat sosok itu berbeda dari yang lain.

"Aku adalah roh iblis. Kamu terlihat menyedihkan. Aku datang ingin membantumu."

"Roh iblis?" Bianca mengerutkan kening. Ia berpikir pasti mimpi. Dia mengira kalau perselingkuhan suaminya juga bagian dari mimpi buruknya. Seakan tahu isi hati Bianca, Vivian semakin mendekat.

"Kamu tidak bermimpi, Bianca."

"Kamu mengenalku?" Bianca tak mengira Vivian mengetahui namanya. Padahal, dia baru saja melihat Vivian.

"Bagaimana? Kamu mau ku bantu? Dengan kamu yang sekarang ini, tidak akan bisa membalaskan rasa sakit hatimu. Pada akhirnya, orang-orang  semakin tidak menghargaimu dan kamu dapat dibuang kapanpun. Apa kamu yakin, menjalankan hidupmu yang penuh derita dengan orang-orang seperti mereka? Jika kamu bersedia, semua orang yang menyakitimu, akan kubalas dua kali lipat dari perbuatan mereka terhadapmu," ucap Vivian mencoba meyakinkan Bianca. Bianca mengepalkan kedua tangannya. Wanita itu menyadari jika dirinya lemah.

"Lalu, bagaimana kamu membantuku?"

"Ini tidak gratis. Ada satu syarat yang harus kamu penuhi."

"Apa syaratnya?"

"Berikan jiwamu untukku, maka aku akan membantumu. Dan dendammu akan terbalaskan," kata Vivian sambil tersenyum licik. Apa yang akan dilakukan Bianca?

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status