"Ayo pulang." Ares menggantung tasnya di pundak, berdiri di dekat meja Lisa.
"Yaudah, sana pulang. Nanti aku bisa dijemput sama Pak Udin." Lisa menjawab tanpa menoleh, fokus pada buku di depannya.
"Nggak. Pokoknya kita pulang bareng."
"Aku masih lama, Res."
"Yaudah, kutunggu." Ares mengambil kursi di meja sebelahnya, menariknya agar mendekat ke meja Lisa lalu duduk disana. Pemuda itu mengambil pulpen dari tempat pensil Lisa, mencoret sesuatu di bukunya tiba-tiba.
"Ares jangan!" Lisa berseru, menarik bukunya agar menjauh dari tangan pemuda Reigara itu. Ia sungguh tak habis pikir. Ares itu berniat menunggu atau mengganggu sih?
Waktu menunjukkan pukul dua lebih. Bel pulang sekolah berbunyi beberapa menit yang lalu. Beberapa murid sudah beranjak pergi meninggalkan kelas, tapi Lisa masih saja fokus pada pena dan buku di depannya, menyelesaikan catatan rumpang sebelum UTS datang.
Dua hari kemudian."Ares, kerjain dulu remedialnya. Main game-nya nanti. Ada lima soal yang belum diselesaiin tahu!" Lisa berujar sebal pada Ares, melirik sekilas jam dinding di ruang tengah yang menunjukkan hampir pukul sepuluh malam."Bentar." Pemuda Reigara itu masih saja tiduran di sofa ruang tengah, asik bermain dengan IPhone di tangan, menjawab sebentar untuk kedua kalinya. Sebentar yang pertamanya saja sudah sejak seperempat jam yang lalu. Itu sebentar dari mana?Lisa yang awalnya duduk di bawah-di atas karpet-beranjak berdiri, mengambil IPhone dari tangan Ares. Pemuda itu akan berkata sebentar sampai seratus kali jika IPhonenya tidak juga diambil."Yah..." Ares berseru kecewa, menatap IPhone-nya yang diambil Lisa begitu saja.Lisa kembali duduk, menaruh IPhone pemuda Reigara itu di atas meja ruang tengah. Ia menggeleng tegas. "Nanti. Selesaiin dulu remedial sama tugasnya."
Keesokan harinya.Koridor sekolah yang Lisa lewati lengang. Bel masuk telah berbunyi lima menit yang lalu. Ares yang berjalan di belakangnya menguap berkali-kali, mengantuk. Tidak merasa bersalah sama sekali telah membuat Lisa merusak rekor tidak pernah terlambatnya selama ini.Setelah berjalan cepat, Lisa langsung menghela napas lega ketika sampai kelasnya. Beruntung gurunya belum datang. Meskipun sudah terlambat-motor Ares memasuki gerbang sekolah jam tujuh lewat satu menit-, setidaknya wali kelasnya itu tidak mengetahui hal itu secara langsung."Wah! Bu Ketua Kelas tumben terlambat." Salah satu temannya menyeletuk.Lisa hanya menyengir samar, beringsut duduk di bangkunya, tidak berniat menanggapi ucapan temannya barusan."Kamu berangkat sama Ares, Sa?" Dilla bertanya, melirik sekilas Ares yang melangkah memasuki kelas sembari menutup mulut karena menguap.Lisa tertegun sejenak. "
Lisa melangkahkan kakinya keluar dari gerbang sekolah. Waktu menunjukkan pukul dua lebih beberapa menit. Awan gelap nampak menggantung di atas langit, menutupi matahari. Kemungkinan sebentar lagi akan turun hujan.Lisa menghela napas, mempercepat langkah ketika halte tujuannya telah dekat. Tadi ia cepat-cepat keluar kelas setelah pelajaran Bahasa Inggris selesai. Ia sedang kesal dan tidak ingin pulang bersama Ares. Daripada nantinya dipaksa ikut pulang, lebih baik ia langsung meninggalkan pemuda Reigara itu saja.Halte yang Lisa datangi sedikit sesak, kursinya penuh. Ia menunggu beberapa saat sebelum akhirnya sebuah bus datang. Beberapa murid yang sama sekolah dengannya segera naik, melegakan halte. Lisa tidak, itu bukan bus jurusan rumahnya---rumah baru, maksudnya.Lisa segera duduk ketika beberapa bangku tunggu sudah kosong. Ia membuka handphone sebentar. Niatnya untuk mengecek notif, tapi ia langsung mendengus sebal ketika mendap
Lisa menggantung handuk putih di dekat jendela, baru saja mandi sore setelah tadi pagi tidak mandi. Hari ini hari libur. Lisa malas mandi karena sibuk belajar untuk persiapan UTS besok. Terlebih ujian pertama adalah Matematika, kemudian dilanjutkan Sejarah dan Bahasa Indonesia. Dua mapel hafalan. Mantap sekali.Merasa belum membuka handphone sejak tadi pagi, Lisa segera mengambil benda pipih itu dari bawah bantal, menghidupkannya. Ia memang menon-aktivkan benda itu sejak tadi. Takut menganggu konsentrasinya saat belajar.Saat handphone telah hidup dan jaringan terhubung, beberapa pesan langsung masuk secara bersamaan.VianHari libur nggak pulang masa?Padahal pengen minta ajar:(Udah keenakan nih tinggal berdua sama suami07:15 AMLisa membaca dengan malas. Jika Vian ada di hadapannya, pemuda itu pasti sudah Lisa timpuk dengan buku paket tebalnya sejak tadi. Awalnya ia iba, tapi membaca chat
Hampir sepuluh menit. Lisa belum juga keluar dari kamar mandi, membuat Ares sedikit khawatir. Apa gadis itu baik-baik saja?Selama ini yang Ares tahu Lisa hanya takut pada cicak, tidak sampai pada taraf fobia. Biasanya gadis itu hanya bereaksi panik ketika ditakuti, tidak ada perubahan fisik yang terjadi. Tapi melihat reaksi Lisa yang mual-mual setelah ia perlihatkan cicak di depan wajah, Ares langsung menyimpulkan sesuatu. Itu bukan ketakutan biasa, bahkan termasuk ciri khas seorang mengidap sebuah fobia.Dan yang membuat Ares kesal adalah ia baru memahami hal itu sekarang. Lisa tidak pernah bercerita apapun padanya. Atau gadis itu memang ingin cari mati dengan membiarkan dirinya menakuti cicak setiap hari? Astaga... Jika bukan istri, sebalnya mungkin sudah sampai ubun-ubun sekarang.Beberapa menit menunggu, akhirnya pintu kamar mandinya terbuka, berdecit pelan. Lisa keluar dengan kondisi yang berbeda dari sebelumnya. Tubuhnya lesu
Seminggu melesat dengan cepat.Lisa menuruni tangga menuju lantai bawah, berjalan ke dapur untuk mengambi air putih. Waktu baru menunjukkan pukul enam lebih seperempat, tapi bundanya sudah sibuk memasak sesuatu di sana. Pasalnya ini hari libur, jadi sebenarnya tidak perlu sarapan pagi sekali.Lisa memang menginap di rumah orangtuanya sejak sehari yang lalu. Pulang sekolah hari Sabtu kemarin ia langsung pergi kemari. Bersama Ares tentu saja.Ares mungkin masih terlelap di kamar tamu sekarang, mengingat tadi malam ia dan pemuda Reigara itu begadang menonton film zombie sampai jam satu di televisi. Kasetnya sudah dibeli sejak lama, tapi baru bisa Lisa tonton tadi malam. The Walking Dead Series.Tenang saja, Lisa masih normal. Serajin-rajinnya ia dalam belajar, Lisa masih suka menghabiskan waktu dengan menonton film. Apalagi UTS sudah selesai. Hal itu bisa dijadikan refreshing dari belajar-belajar melelahkan selam
"Ini rumah siapa?" Lisa turun dari motor, menatap rumah dengan halaman sejuk dan asri di depannya. Tanah halaman dan tanamannya masih basah, mungkin baru saja disiram.Lisa tidak punya ide sama sekali rumah siapa yang Ares datangi kali ini. Ares tidak mungkin kan mengajak Lisa pergi ke salah satu rumah temannya?"Masuk aja dulu." Ares juga turun dari motor, melepas helm. Pemuda itu melangkah ke teras diikuti Lisa di belakangnya. Belum sampai mengetuk pintu, seseorang di dalam rumah sudah membukakan pintu dari dalam."Oh ternyata kalian berdua. Kapan sampai?"Lisa tersenyum ketika melihat seseorang yang menyambut di depan pintu. Itu Oma, nenek Ares. Pertama dan terakhir kali Lisa bertemu saat acara pernikahan dua minggu yang lalu.Wanita yang berusia lebih dari setengah abad itu yang selalu mendampinginya di hari pernikahan. Ia ingat sekali Oma sempat bercerita panjang lebar tentang pernikahannya dul
Matahari masih bersinar terik di atas sana. Lisa melirik jam tangan, pukul setengah tiga. Ia segera duduk di dekat Ares, di trotoar dengan dedaunan rimbun di atasnya, memberikan es kelapa muda yang baru saja ia beli kepada pemuda itu."Minum dulu, Res. Belum ketemu masalahnya?" Lisa bertanya.Motor Ares tiba-tiba macet tadi. Entah karena apa. Padahal Lisa sudah menyusun kegiatan yang akan ia lakukan di rumah setelah pulang sekolah nanti---ia punya banyak tugas. Sepertinya Lisa memang perlu menjadwal ulang hal itu setelah ini.Lisa juga baru tahu motor semahal dan sekeren milik Ares bisa macet juga di tengah jalan. Yang jadi masalah, ponsel pemuda itu lowbat sehingga tidak bisa meminta bantuan bawahan papanya. Bisa saja memakai ponsel Lisa, tetapi pemuda di sebelahnya itu tidak ingin sekali menganggu papanya yang sedang berada di luar negeri. Ralat, sebenarnya Ares hanya gengsi. Lira menghubungi bundanya saja dicegah, bil