"Bagaimana keadaan Mbak Wanda?" Tessa memulai percakapan karena merasa Rendra hanya diam saja sedari tadi.
"Wanda sepertinya depresi," sahut Rendra menatap ke depan.
Tessa ikut diam. Suasana hati suaminya pasti sedang tidak baik-baik saja. Wajah Rendra benar-benar murung.
Tatapan laki-laki di sampingnya itu membuat Tessa penasaran. Tessa mengikuti pandangan sang suami. Ada sepasang suami istri, suaminya sedang menggendong bayi perempuan, dengan si ibu yang memainkan tangan si mungil tersebut.
Tessa tiba-tiba meneteskan air mata. Meski tidak dibicarakan, sedikitnya Tessa mengerti apa yang Rendra rasakan. Pelan Tessa memberanikan diri meraih tangan Rendra.
"Mas," lirih Tessa membuat Rendra menoleh. Tessa menghela napas terlebih dahulu sebelum bicara. "Mas enggak perlu maksa untuk milih antara aku sama Mbak Wanda."
Rendra diam masih berusaha mencerna ucapan Tessa.
"Mas bisa jujur sama aku?
Kresna menatap lampu-lampu indah yang berasal dari rumah-rumah di bawah bukit ini. Aroma sejuk yang menyegarkan pernapasan. Dia merasa tenang di tempat yang jauh dari bising kendaraan dan asap polusi."Indah," gumam Kresna, "oh, ya, terima kasih karena sudah menolong aku." Entah benar atau tidak yang dilakukannya sekarang. Kresna hanya menuruti keinginan seseorang untuk pergi ke sini. Dia juga memang mau mengucapkan terima kasih kepada orang tersebut."Untuk apa?""Karena sudah menuruti kemauan aku untuk berpisah. Aku minta maaf kalau selama ini enggak bisa menjadi yang terbaik." Kresna diam sebentar masih menikmati pemandangan di bawah sana."Jadi apa yang mau--" Ucapan Kresna berhenti saat tiba-tiba dua tangan menelusup pinggang, seseorang di belakang Kresna ternyata langsung memeluknya tanpa izin.Kresna sontak memberontak dan melepaskan diri. "Maaf, tapi kita bukan mahram. Aku ke sini karena mau mendengarkan apa ya
"Mas Rendra?" Tessa yang bersuara saat menatap laki-laki yang langsung menghampiri mobil Kresna.Laki-laki itu mengetuk pintu kaca mobil. Kresna membuka perlahan dengan dahi yang berkerut. "Mas bikin kaget kenapa harus motong jalan gitu?" tanya Kresna."Kamu menculik istri Mas, ya?" Rendra menatap Tessa sambil melukis senyum.Tessa memalingkan muka tidak bernafsu membalas senyum sang suami.Kresna yang menyadari ketegangan yang terjadi, segera berdehem. "Iya, nih, aku nyulik istri orang yang katanya mau kabur, mau cari suami baru lagi kayaknya," kata Kresna membuat Tessa cemberut."Apa sih, Kak?" Tessa memukul paha Kresna. "Enggak kok. Aku enggak mau kabur."Kresna sedikit terkekeh, kemudian tanpa Tessa sadari Kresna melirik Rendra penuh arti. "Em, kalau gitu ikut gih, pulang sama suaminya.""Enggak mau," tolak Tessa."Katanya enggak kabur. Nanti suaminya diambil orang lho,"
Tessa sedang asik jalan-jalan. Aski berada dalam gendongannya. Tessa sengaja tidak membawa baby sitter karena sedang cuti, lagipula Tessa hanya sedang mengantar ART-nya berbelanja."Hallo, Mbak." Seseorang menyapa Tessa saat dirinya sedang melihat-lihat sepatu bayi."Iya, ada apa ya, Kak?" tanya Tessa ramah."Em, maaf nih, Kak. Suaminya ke mana, ya?"Tessa ingin sekali memukul mulut lelaki di depannya kini. Lancang sekali dia!"Ada. Kenapa, ya?" Tessa menahan amarah."Oh." Laki-laki itu mau mencubit pipi gembul Aski, tapi lekas Tessa menepis tangan tersebut."Kalau dilihat-lihat anak Mbak ini mirip kayak Pak Rendra, ya? Mbak tahu enggak Pak Rendra?" cecar laki-laki itu semakin membuat Tessa jengah."Enggak, Kak. Saya enggak kenal." Tessa segera membalikkan badan. Lebih baik pergi dari pada meladeni orang seperti ini. Stress sepertinya ini orang, kepo dengan urusan hidup orang lain
"Mbak ...." Tessa berujar lirih sambil melihat istri pertama suaminya sedang terbaring lemas di ranjang rumah sakit.Perempuan itu bisa ada di sini karena telah melakukan percobaan bunuh diri. Wanda mencoba menyilet pergelangan tangannya. Untung saja Rendra keburu datang dan melihat sang istri tergolek lemah dengan pergelangan tangan yang mengeluarkan darah.Sementara, di sudut ruangan itu Rendra sedang mengamati pemandangan halaman rumah sakit di balik jendela. Entah apa yang dipikirkan laki-laki itu. Tessa sendiri hanya menoleh sekilas lalu kembali menatap Wanda. Pucat dan kurus, berbeda sekali dengan Wanda yang sering dia lihat selama ini."Mbak, Mbak harus sehat, ya? Aku kangen lho, kangen lihat Mbak yang selalu cantik." Tessa tidak kuasa menahan tangis melihat perempuan yang terbaring itu hanya bisa menatap kosong.Wanda sudah siuman sejak satu hari dia dirawat di rumah sakit. Baru saja perempuan itu keluar rumah sakit sekaran
"Maaf, Pak Rendra, apa betul anda sudah menceraikan dua istri anda sekaligus?" Di acara konferensi pers yang di selenggarakan pihak Purnama Grup. Rendra betul-betul langsung dicecar masalah pribadinya.Rendra menahan Oni dengan tangannya saat laki-laki itu hendak berbicara. Rendra tahu, pertanyaan ini terlalu sensitif, karena sebetulnya konferensi pers diselenggarakan untuk peluncuran produk baru dari Purnama Grup."Baik, setelah tadi saya menjelaskan tentang produk baru yang kami luncurkan. Saya berharap produk baru ini bisa laris di pasaran. Pun bisa memberi manfaat terutama untuk konsumen dan perusahaan kami. Untuk pertanyaan yang sodara tanyakan kepada saya, saya akan jawab ...."Suara jepretan kamera terdengar, para wartawan bahkan ada yang saling berbisik, seolah gosip-gosip seperti ini memang nikmat untuk diperbincangkan."Saya dan istri-istri saya, hubungan kami baik-baik saja, dan perpisahan yang kami lakukan pun dil
Tessa sedikit menerka-nerka orang yang sedang membelakangi Tessa tersebut. Sepertinya kenal, tapi Tessa kenal di mana?"Kakak tunggu di sini aja," pinta Tessa sambil melirik Kresna, "biar aku yang nyamperin dia.""Nanti kalau kamu diapa-apain, gimana?" Kresna tentu merasa khawatir, meski jarak laki-laki itu tidak sampai sepuluh meter dari mereka."Tenang aja, Kak. Deket kok. Kakak bisa teriak kalau aku di apa-apain. Lagian ini masih di depan rumah." Tessa menepuk pelan bahu Kresna.Perempuan di sampingnya pun membentuk bulat jari telunjuk dan jempolnya. "Oke," sahut Kresna pelan.Dari jarak yang sekitar satu meter Kresna mengawasi Tessa yang mendekati laki-laki berkemeja itu."Maaf," kata Tessa membuat laki-laki itu menoleh."Oh, Hallo, Mbak Tessa. Perkenalkan saya Andi wartawan dari televisi GEATv." Laki-laki itu langsung mengulurkan tangan.Dengan canggung Tessa meraihnya, denga
Kresna menyusut air mata yang keluar dari sudut matanya. Perempuan itu baru saja tertawa melihat tingkah si Andi, wartawan menyebalkan itu pergi karena malu. Semuanya pertanyaan berhasil dijawab Oni. Bahkan, saat Aski bangun, bayi itu entah kenapa memanggil Oni papa.Wah, memang betul-betul suatu keajaiban. Kresna senang bisa melihat Tessa kembali tersenyum lagi. Keduanya juga memang merasa lega.Rendra mengambil pisang goreng. "Acting kamu bagus, On," ucapnya lalu memakan pisang goreng."Iya, apalagi pas kamu bilang mau bergaya pas difoto si Andi waktu di supermarket. Aku pengen buang air lho lihat kamu cium Tessa. Tessa kamu kaget, ya, dicium pipi sama Oni, itu mata kayak mau keluar. On, kamu mesum juga ternyata?" Kresna menimpali sambil kembali terkekeh kecil.Oni hanya mengulas senyum malu-malu. Dia bukan sengaja melakukan itu, tapi memang perintah Rendra. Ya, kalau pun Rendra tidak menyuruh, mungkin Oni akan sukarela melakukan
Pelukan hangat sang istri membuat Rendra mengusap sudut mata yang perlahan terasa basah. Dia mengelus lembut kepala perempuan yang lemah itu. "Mas," panggilnya lirih. Rendra lalu menurunkan pandang, melihat perempuan yang mendongkak itu kini jadi bermata sayu. Dia mengulas senyum, lalu kembali memeluk erat. "Mas, jangan pernah tinggalkan aku, ya?" Suaranya lirih dan serak. Rendra tahu kalau perempuan itu menangis. Dengan sigap Rendra kembali memeluknya. "Iya, Sayang. Mas akan selalu ada buat kamu, jangan sedih, ya?" Getaran tubuh perempuan dalam pelukannya semakin menambah perih di hati Rendra. Bagaimana ini? *** Sebelas tahun lalu, jalanan Amerika yang sudah sepi membuat seorang perempuan terpaksa berjalan sendiri malam itu. Di salah satu kota di negara tersebut malam-malam memang tidak seramai dalam film-film Hollywood. Rendra yang saat itu sedang mengendarai mobil menuju apartemen, dia melihat perempuan tersebut. Merasa khawatir karena melihatnya sendirian, Rendra sengaja me