Finn melepaskan tautan bibir dengan sang istri. Gerakan tiba-tiba Finn itu membuat Myesha sedikit terkejut.“Kenapa?” Myesha menatap Finn bingung.Finn yang duduk di tempat tidur, menggoyangkan tempat tidur. Derit ranjang terdengar. Itu menandakan jika ranjang akan berbunyi ketika digerakkan.“Ranjang ini sudah berapa lama tidak dipakai?” Finn menatap sang istri. Memastikan pada sang istri.Myesha memikirkan sambil menghitung kapan dirinya terakhir memakai tempat tidur ini. “Sepertinya sejak aku pergi ke ibu kota.”Finn sadar jika Myesha pergi ke ibu kota sejak lulus sekolah. Artinya sudah cukup lama sekali.“Kenapa?” Myesha masih bingung dengan yang dilakukan oleh Finn.“Aku yakin sekali kita jika gunakan akan berisik sekali. Derit ranjang akan terdengar sampai ke luar. Apalagi sepertinya tidak ada peredam suara di sini.” Finn melihat ke sekeliling.Myesha ikut melihat ke mana Finn melihat. Memerhatikan apa yang dilakukan oleh sang suami.“Memang apa yang kita lakukan sampai membuat
Myesha keluar dari kamar mandi. Rambutnya basah karena dia memang baru saja keramas. Terbiasa di rumah Finn dengan pendingin ruangan memang membuat Myesha kepanasan di rumah ibunya. Sejak pulang dia memang terbiasa langsung mandi saat bangun tidur. Keringat selalu membanjiri tubuhnya.“Cie ... pengantin baru mandi keramas pagi-pagi.” Myeshi dengan polosnya menggoda sang kakak.Myesha membulatkan matanya. Adiknya benar-benar bar-bar sekali. Karena mengatakan hal itu. Padahal dia masih sekolah.“Jangan asal bicara kalau tidak tahu.” Myesha memberikan peringatan pada adiknya.“Aku tidak asal bicara. Mbak Myesha baru menikah. Pasti semalam kalian ....” Myeshi tidak mengantung ucapannya. Justru tertawa. “Makanya Mbak Myesha mandi keramas.” Dia melanjutkan ucapannya.Ternyata itu yang dipikirkan sang adik. Myesha benar-benar tidak habis pikir. Bisa-bisanya sang adik berpikir jika semalam dia dan Finn melakukan malam pertama. Padahal semalam mereka hanya tidur saling berpelukan.“Kamu ini, m
Finn keluar dari kamarnya. Bergabung dengan istri, mertua, dan adiknya di ruang makan. Entah kenapa Finn malu sekali dengan mereka semua. Tatapan mertua dan adiknya sedikit aneh. Mungkin karena mendengar suara jeritan Myesha tadi. Dipikir mereka sedang mantap-mantapan. Padahal mereka tidak melakukan apa pun.“Bu, nanti Finn mau ajak Myesha ke dokter. Apa ibu mau ikut?” Finn memilih mengalihkan perhatian ibu mertuanya. Dari pada ditatap dengan tatapan aneh.“Tentu saja ibu mau ikut.” Bu Mirna begitu bersemangat. Dia mau ikut dengan Finn dan Myesha yang sedang akan ke rumah sakit untuk memeriksakan cucunya.“Memang Mbak Myesha kenapa ke dokter?” Myeshi memang tidak tahu jika kakaknya hamil. Ibu dan kakaknya sengaja menyembunyikan itu semua karena merasa tidak baik jika dicontoh oleh adiknya.“Mbak hanya tidak enak badan. Jadi mau ke dokter.” Myesha pun langsung menjawab. Tak mau adiknya curiga. “Kamu sekolah ‘kan?” Myesha tersenyum pada sang adik.Myeshi percaya saja yang dikatakan sang
Finn, Myesha, dan Bu Mirna ke apotek. Karena banyak yang sedang menunggu obat, mereka duduk terpisah. Myesha duduk bersebelahan dengan Finn, sedangkan Bu Mirna duduk sendiri.“Kenapa tadi tanya seperti itu?” Myesha berbisik pada Finn.“Memang kenapa?” Finn dengan polosnya menjawab. Tanpa berpikir dirinya salah.“Tadi ada ibu, kenapa bertanya saat ada ibu?” Myesha mengingatkan Finn akan hal itu.Finn mengingat jika tadi ada ibu mertuanya. “Aku lupa.” Dengan polosnya Finn tersenyum. Dia jadi malu sendiri ketika mengingat itu semua.Myesha hanya menekuk bibirnya. Suaminya benar-benar tidak tahu malu.“Sayang, tapi jawaban dokter tadi ambigu. Aku bingung.” Finn merasa bingung dengan jawaban dokter. Antara boleh dan tidak. Jadi dia bingung memilih yang mana. Antara mau melakukannya atau tidak.Myesha melihat jelas jika Finn memang ingin. Jadi wajar sampai bertanya pada dokter. “Bukankah dokter bilang boleh asalkan pelan-pelan.” Myesha mencoba mengingatkan pada Finn.“Jadi menurutmu kita b
“Kita langsung pulang?” tanya Myesha memastikan.“Iya, agar ibu tidak curiga. Kita hanya bilang mau ambil barang-barang ‘kan.” Finn ingin berlama-lama, tapi merasa tidak enak dengan mertuanya. Dia merasa jika sang mertua.“Kalau begitu akun keringkan dulu rambutku.” Myesha segera mengambil hair drayer. Dia memilih duduk di kursi sambil mengeringkan rambutnya.Finn menatap sang istri. “Kenapa dikeringkan?” tanyanya.“Nanti ibu lihat aku pulang dengan rambut basah. Yang ada dia berpikir kita baru saja melakukannya. Yang walaupun benar jika kita melakukannya.” Tangan Myesha masih bergerak mengeringkan rambutnya.Finn tersenyum. Yang dikatakan sang istri ada benarnya juga. Bisa jadi jika mertuanya itu tahu jika mereka berdua pulang dengan keadaan rambut basah. Walaupun bukan masalah baginya mengingat kini mereka sudah sah. Tetap saja itu membuatnya merasa tidak enak.Finn mengayunkan langkahnya menghampiri sang istri. Tepat di belakang sang istri, dia mengambil alih hair dryer. Mengeringk
“Apa barang-barangmu sudah siap?” Finn menatap sang istri. Kemarin setelah mendapatkan telepon dari Mama Risha, Finn memutuskan untuk pulang. Dia juga tidak bisa berlama-lama meninggalkan pekerjaanya. Pastinya akan banyak sekali pekerjaan. Jadi dia tidak bisa meninggalkan terlalu lama.“Sudah.” Myesha mengangguk. Dia melihat koper yang sudah berisi barangnya. Dibanding dulu waktu pulang, kopernya kali ini jauh lebih kecil. Finn meminta pakaian untuk sebagian ditinggal. Mengingat saat Myesha pergi memang baju-baju yang diberikan oleh Finn ditinggal olehnya di sana. Finn juga mengatakan jika lambat laun, pastinya Myesha tidak akan menggunakan pakaian itu. Mengingat perutnya akan semakin besar.“Baiklah.” Finn lega. Barang-barang sudah siap. Tentu saja tinggal menuju ke stasiun. Kebetulan Finn akan membawa mobil ke stasiun. Kemudian mobil akan diambil oleh pimpinan proyek. Finn memilih kereta, karena saat hamil muda, tidak disarankan untuk naik pesawat.“Sayang, bagaimana nanti kita menj
Mereka segera menuju ke ICU. Tadi Finn sudah diberitahu sang mama jika dia berada di ruang ICU. Papanya sudah mendapatkan penanganan lebih.Saat sampai di ruang ICU, tampak Mama Risha berada di sana. Duduk menunggu di depan ICU. Mungkin tidak boleh ada yang menunggu di ruang ICU.“Ma.” Finn langsung menghampiri sang mama.“Finn.” Mama Risha berdiri ketika terdengar suara Finn. Dia langsung memeluk sang anak. Dia begitu kalut sekarang. Tangisnya pecah ketika melihat anaknya yang kini berada di seberangnya.“Tenang, Ma.” Myesha yang berada di belakang sang mama membelai lembut punggung sang mertua.Finn berusaha menenangkan sang mama. Kemudian mengajaknya untuk duduk bersama. Myesha pun ikut duduk. Dia duduk berada di sebelah mama mertuanya. Masih terus berusaha menenangkan sang mama mertua.“Bagaimana keadaan papa sekarang?” Finn bertanya pada sang mama.“Tadi dokter bilang keadaannya belum stabil. Masih akan diobservasi oleh dokter.” Mama Risha menjelaskan sambil menangis.“Sebenarn
Pagi ini Myesha kembali mual dan muntah. Namun, dia berusaha untuk kuat. Dia ingin melihat keadaan papa mertuanya di rumah sakit. Dia pun segera meminta asisten rumah tangga membuatkan minuman hangat untuknya. Mengurangi rasa mual yang dirasakannya.Saat menikmati minuman, Myesha melihat ponselnya yang berdering. Saat mengalihkan pandangannya, terlihat di layar ponselnya terdapat nama kontak sang suami. Myesha segera mengangkat sambungan telepon.“Halo.” Myesha menyapa dengan penuh semangat. Semalam dia harus tidur sendiri. Jadi tentu saja itu membuatnya begitu merindukan sang suami.“Halo, Sayang. Apa kamu mual hari ini?” Finn di seberang sana segera bertanya. Dia memastikan keadaan sang istri.“Ini aku baru saja meminum teh hangat untuk mengurangi rasa mualnya.” Myesha menjelaskan pada sang suami. Padahal dirinya sudah meminum obat. Namun, ternyata tidak mengurangi rasa mual.“Apa kita perlu ke dokter untuk meminta anti mual lagi?” Finn tidak tega mendengar sang istri masih mual.“T