#MPS
Part 27 MusyawarahTapi, kenapa pihak mas Arga belum datang? Bahkan Tama pun tak kelihatan batang hidungnya. Jangan-jangan mereka ... Ah, tidak mungkin. Aku yakin mereka tidak ingin masuk penjara dan jadi bulan-bulanan warga lagi.Padahal aku sendiri sudah berdandan dengan lebih dari biasanya. Stelan gamis modis, dengan polesan make up tipis, agar tak kalah dengan si tukang perampas laki orang.Meskipun kata umi, aku memang jauh lebih baik dari Preti. Ah, itu 'kan kata umi. Tapi aku percaya, sih, umi tak pernah berbohong soal itu.Hampir setengah jam aku dan yang hadir menunggu, bahkan ku lihat ada beberapa warga yang sudah jajan es teh sampai dua kali, tapi pihak mas Arga belum ada tanda-tanda juga.Sepuluh menit berlalu ..."Assalamualaikum. " Kami semua yang ada menoleh kearah pintu utama aula, dimana ternyata Tama sudah ada di depan pintu."Waalaikumsalam. " Balas kami para hadirin serempak. Lega jug#MPS Part 28 Fira's Shop. "Lantas mau Anda ingin membalasnya?" tanya pak lurah pada Preti."Tentu," balas Preti bersemangat. "Dia dulu menaburkan bubuk cabai di pah*ku. Dan aku mau membalasnya sekarang juga. Dihadapan semua orang!" Preti mengeluarkan sebotol kecil berisikan bubuk cabai dari tasnya.Seketika suasana di aula kembali riuh. Para hadirin yang ada saling berbisik. Samar-samar aku pun mendengarnya."Duh, kasihan Fira, ya," kata seseorang dari arah belakang."Wah, gil* istri barunya Arga tuh," timpal yang lainnya. Heboh.Aku terperanjat mendengar perkataannya. Apa dia sudah tak waras? Bagaimana mungkin dia berpikiran untuk menaburkan bubuk cabai di pah*ku? Sementara aku memakai gamis untuk menutup auratku. Kalaupun bisa tak seharusnya dilakukan dihadapan para orang."Silakan." Pak lurah menyilakan Preti, dan ia pun berjalan kearahku dengan pelan seraya memberikan senyuman menyeringai. Nafasku naik turun. Ku gelengkan kepalaku perlahan. Seakan masih tak percaya apa yang aka
#MPS Part 29 Hilangnya Arga"Lah, apa hubungannya sama saya bu Joko?""Ya 'kan saya suruh hati-hati. Nggak paham apa?" Bu Joko terlihat sewot.Tiba-tiba Lela mengambil ponselku. "Kamu tanyain aja sama bu Joko soal pesan tadi," kata Lela menyerahkan ponselku."Katanya pesan nggak penting," balasku seraya meraih ponsel tersebut.Saat aku mulai membuka aplikasi WA, Lela dan bu Joko mendekatkan wajahnya ke layar ponselku. Kepo. "Ini beneran nomornya Preti ?" tanyaku seraya memperlihatkan isi pesan dari nomor yang menghubungiku berulang kali tadi. "Ah, nggak kelihatan, " bu Joko meraih ponselku. Mengamati pesan WA tersebut dengan seksama. Bu Joko lalu mengeluarkan ponselnya. Sepertinya ia sedang mencocokkan antara nomor di ponselku yang mengaku Preti dengan nomor Preti yang ia miliki. "Fir, lihat tuh, " Lela menunjuk kearah luar toko. Dari kejauhan terlihat Preti sedang berjalan kearah kami bersama
#MPS Part 30 Menyalahkanku? Seperti biasanya, toko hari ini lumayan ramai. Karena pengunjungnya juga buka dari para warga kampung sini, tapi juga dari luar bahkan ada yang tergabung dalam group resellerku di WA. “Firaaa ... !!”Aku menoleh kearah sumber suara, dimana ternyata bu Joko yang tengah berlari menghampiriku. Ada apa gerangan? Jangan-jangan minta diskon lagi. “Si ratu gosip datang, tuh,” kata Lela yang berdiri di sampingku.“Hus!” balasku seraya menyenggol lengannya.Bu Joko tiba dihadapanku. Seperti sebelum-sebelumnya ia membuat para pengunjung mengalihkan pandangannya kearahnya. Bu Joko mengatur nafasnya yang ngos-ngosan karena berlari.“Kenapa Bu?” tanyaku.“Si Arga.”“Iya, kenapa dia? Mati?” potong Lela yang tak sabaran.“Sembarang kalau ngomong! " tegur bu Joko seraya mengibarkan telapak tangannya di depan wajah Lela. "Si Arga udah pulang, terus kena semprot sama ibu dan istri
#MPSPart 31 Tamunya AbahBrugg!!"Astaghfirullah," ucapku pelan takkala seorang lelaki tak sengaja menyenggol paper bag yang ku bawa. Mungkin ini salahku juga karena aku berjalan sambil bermain ponsel. Ya, pagi ini aku ditugaskan umi untuk membeli beberapa makanan ringan tepatnya seperti jajajn untuk menjamu seseorang yang akan datang nanti malam. Tapi kenapa jajanannya seperti untuk anak kecil ya? "Maaf," kata lelaki yang menyenggolku tadi. Ia memunggut dua paper bag tersebut.Lelaki tersebut menyerahkan paper bag ku. Ia memberi senyum yang sejujurnya membuatku terkesima. Wajahnya teduh, berkarimastik, moodboster banget, masyaaAllah.Ditambah penampilannya yang memakai koko model pakistan, juga peci yang menutupi rambutnya. Ya Allah ... Andai dia jodohku."Astaghfirullah," lirihku yang membuyarkan lamunanku."Kenapa? Ada yang rusak barangnya ?" tanyanya yang terlihat kebingungan dengan sikapku."Ekh,
#MPSPart 32 Nama Lelaki itu ... Kini obrolan abah dan tamunya dilanjutkan di ruang tamu. Pak Irwan dan bu Sari. Itulah nama keduanya. "Ini anak-anakku. Ini Abdullah dan si cantik ini Aisyah. " Samar-samar ku dengar pak Irwan memperkenalkan anak-anak mereka. 'Oh, Abdullah namanya,' batinku ketika ku tahu bahwa nama lelaki yang mencuri perhatianku tersebut."Dan ini cucu pertamaku. Namanya Yusuf. Tampan 'kan seperti kakeknya, hahaha." Pak Irwan memperkenalkan seorang bocah laki-laki yang ku perkirakan usianya sepuluh tahunan, ia duduk di sebelah pak Irwan yang diikuti tawa hingga membuat pecah suasana. "Kalo gadis kecil ini cucu kedua kami, namanya Sofia, " kata bu Sari menunjuk gadis kecil yang sudah lebih dulu ku lihat tadi. "Masyaallah, namanya bagus, cantik seperti parasnya, " puji umi. Beliau terlihat terkesima dengan gadis kecil itu. "Kenalkan juga, ini Sholeh anak pertamaku, itu istrinya, dan si kecil ini
#MPSPart 33 DikhitbahAbah dan keluarga pak Irwan sudah kembali dari masjid. Abah pun langsung mengajak mereka ke ruang makan untuk makan malam yang sudah disiapkan sebelumnya. "Bagaimana Hamdan, sudah kau tanyakan pada anakmu? " tanya pak Irwan setelah makan malam selesai. "Belum, tapi ku pastikan ia takkan menolaknya. Iya, kan, Nduk? " Kali ini abah melihat kearahku. Ku telan salivaku. Netraku mengelilingi arah sekitar. "Ma-maksud Abah apa? Fira takut salah jawab, " balasku lembut. Jaim sedikit di depan tamunya abah. Meski sebenarnya aku tahu arah tujuan pertanyaan abah. Pasti seperti yang mbak Lita tuturkan tadi. Abah meneguk air di depannya. "Jadi, maksud kedatangan keluarga pak Irwan kemari, ingin mebgkhitbah kamu untuk anaknya, Abdullah, " tutur abah. Mendengar penuturan abah barusan, sejujurnya membuatku senang tak karuan. Tak menyangka rasanya bahwa lelaki yang mencuri perhatianku, yang baru ku lihat tadi pagi untuk pertama kalinya, ia datang kembali untuk mengkhitbahku.
#MPSPart 34 Sebuah Jawaban "Istri pertama saya sudah meninggal. " Mas Abdullah melanjutkan perkataannya. "Alhamdulillah, " ucapku dengan spontan hingga membuat yang lainnya memandangiku. "Astagfirullahaladzim! " lanjutku dengan cepat untuk mencairkan suasana. Aku pun hanya tersenyum nyengir seraya menggaruk bagian belakang jilbabku yang tidak gatal. Ya, saking bahagianya diriku ketika mendengar bahwa istri pertama mas Abdullah ternyata sudah meninggal. Itu artinya Aisyah adalah saudaranya. Adiknya atau kakaknya? Tapi dia terlihat lebih muda dariku, pasti adiknya. Tapi belum tentu juga sih. Ah, jadi bingung. Selain itu tidak akan ada drama antara mas Abdullah dengan mantan istrinya karena status cerai mereka adalah cerai mati. "Dengarkan dulu, " ujar umi seraya menyentuh jari jemariku yang berada di atas meja. "Iya Mi, " balasku dengan senyum malu-malu kearah umi. Sepintas ku lihat mas Abdullah juga tersenyum kearahku. Aish, jangan-jangan dalam hatinya ia mentertawakanku karena
#MPSPart 35 Pertanyaan Itu LagiDengan cepat mas Sholeh mengangkatnya dan menekan tombol loudspeaker sesuai permintaan istrinya. "Heh, Arga, jangan coba-coba gangguin adik saya lagi! " ucapnya dengan tegas. "Assalamualaikum, " balas dari seberang sana. Seketika membuat kami terdiam. Suara tersebut bukanlah suara mas Arga. Aku sendiri seperti pernah mendengarnya tapi siapa pemiliknya aku tak mengingatnya. "Waalaikumussalam Warohmatullahi wabarakatuh, " balas mas Sholeh. "Siapa ya? ""Ini Sholeh anaknya pak Hamdan 'kan? " tanya seseorang itu lagi. Aish, bukannya menjawab pertanyaan malah memberi pertanyaan. Siapa sih dia. "Iya. Maaf, Anda siapa ya? ""Oh, saya pak Mur yang satu RT sama kamu. Masak nggak kenal suara saya? Saya 'kan sering ke rumah abahmu. Ini saya dapat nomor kamu dari ibu mertuamu. Abah kamu mana? Saya telepon-telepon nggak bisa. " Ku anggukan kepalaku tanda mengerti siapa pak Mur yang diseberang telepon sana. Beliau memang satu RT dengan tempat tinggal mas Sholeh.