Part 6 Perintah Abah
Pokoknya aku harus berhasil, karena, sementara, ini adalah satu-satunya cara agar mereka tersiksa secara perlahan dengan angsuran bank yang harus mereka penuhi.Aku mengantur nafasku, bersiap untuk keluar dari kamar mandi. Tapi sebelum itu, ku kirimkan pesan pada abah.[Bagaimana, Bah?]Ya, setelah aku mendapatkan kiriman foto dan video panggilan kala itu, tak lama setelah itu, aku menceritakan semuanya pada keluargaku."Astagfirullahaladzim, " ucap abah lirih mana kala setelah melihat foto-foto pernikahan mas Arga."Kurang aj*r Arga! Dasar laki-laki tak bermoral! " umpat mas Sholeh, kakakku satu-satunya."Ini nggak bisa dibiarkan, Mas nggak rela adik perempuan satu-satunya, Mas, di permainan seperti ini. Apa mereka lupa kalau empa bulan yang lalu, merekalah yang mendatangi kami untuk melamarmu, hah! ""Tenangkan dirimu, Sholeh, " ujar umi yang mencoba menenangkan anak sulungnya.Meskipun tampak diam sejak tadi, tapi aku bisa merasakan bahwa umi juga merasa kecewa atas perbuatan menantu dan keluarga besannya itu. Sementara abah, masih diam sembari beristighfar pelan.Dan aku tahu, dibalik diamnya abah, pasti beliau sedang memikirkan cara untuk masalahku.Dan aku, kalaupun harus bercerai, aku siap. Lagipula untuk apa mempertahankan laki-laki macam mas Arga. Bukankah lebih baik menjadi janda daripada berbagi suami dengan mantannya sendiri."Kita grebek saja mereka nanti, lagian mana mungkin mereka menikah resmi tanpa surat-surat? Abah, kan, mudin, pakde Rudi lurah, nggak mungkin kalau sampai nggak tahu, apalagi ini termasuk orang terdekat di keluarga kita, " tutur mas Sholeh.Sejenak aku mencerna penuturan kakakku ini. Ada benarnya apa yang ia ucapkan. Pernikahan itu pasti hanya pernikahan siri, karena kalau resmi seharusnya mas Arga mengurusnya terlebih dahulu.Itu artinya, ketika mengurus untuk syarat-syarat pernikahan ia seharusnya berhadapan dengan orang kelurahan. Sementara abah selaku mudin yang kerap mengurusi siapa saja yang akan menikah pun tak tahu menahu soal ini.Wah, kakakku ini memang luar biasa, ia selalu melindungiku dari dulu. Bahkan saat aku dikatain perawan tua, hanya dia, setelah orang tuaku yang tidak ikut-ikutan mengumpatku.Bahkan setelah menikah pun ia masih setia melindungiku dan menjagaku. Katanya, aku salah satu alasan kenapa dia menikah dengan orang yang sekampung juga.Padahal, aku tahu itu hanya bualannya saja. Wanita cantik nan sholehah, mbak Lita. Anak ustadz Zaky di kampung ini. Laki-laki mana yang tak tertarik jika dijodohkan dengannya. Hihii."Kamu cari bukti kuat dulu, pastikan kalau foto itu asli, apalagi yang ngirim nggak jelas orangnya, " kata abah."Tapi, Bah .... ""Abah dan pakdemu akan cari tahu dulu informasi yang masuk di kelurahan, daftar siapa saja yang akan menikah bulan ini. ""Iya, Bah, " kuiyakan saja perintah abah, kalaupun harus berdebat yang ada tak kelar-kelar nantinya.Semenjak saat itu, sembari menunggu kabar dari abah, aku memikirkan cara untuk mengamankan sertifikat tanah milikku yang sudah terlanjur di gadaikan di bank.Aku tak ingin, jika aku bercerai, keluarga mas Arga malah mengelak tak mau membayar angsuran bulannya.Mengingat mas Arga hanya cleaning service di sebuah rumah sakit swasta yang gajinya sekitar dua juta. Itu belum berkurang kebutuhan sehari-hari, belum jatah ke ibunya, sementara selama ini aku yang selalu menutupi kekurangan keuangan dengan berjualan online yang untungnya tak seberapa.Walau kata Lela, keuntungan jualan onlineku terbilang banyak karena tak jarang bisa menembus satu juta sebulannya, bagiku sama saja, karena harus menambal keungan rumah tangga. Eee, ini malah pakai acara menikah lagi.Cukup lama aku berdiam diri di kamar mandi. Ku lihat lagi ponselku, ternyata abah sudah membalas pesanku. Dengan cepat aku membukanya.[Iya, nanti kamu ke rumah abah, jangan ajak Arga. Abah dan pakde ada rencana untukmu.][Njih, Bah]Hari ini harus ku tuntaskan semua. Mendapatkan tanda tangan perjanjian agar mereka tak kabur dari tanggung jawabnya kelak, mengingat angsuran bank akan lunas kurang lebih tiga tahun lagi. Setelah itu, melakukan rencana dari abah.Aku kembali ke luar. Saat melewati kamar Tara, ingin sekali aku membukanya tapi kemungkinan besar pasti wanita jal*ng itu sudah disembunyikan di tempat lain. Lagipula, ada Rosi yang berada di ruang tengah yang sedang berjoget-joget tak jelas di depan layar ponselnya.Ku urungkan niatku, dan berjalan kearah teras dimana ada ibu, mas Arga dan Rumi di sana."Silakan tanda tangan. Mas, kamu juga, kalau enggak berarti benar kalau kamu selungkuh, " kataku seraya mendudukkan badanku di kursiku semula."Apa hubungannya sama aku selingkuh atau engga? ""Mas, kamu inget gosip yang aku ceritakan tadi malam, kan? Jangan-jangan itu kamu lagi! "Mas Arga seketika terkejut. "A-apa? Jangan dengerin gosip, deh. Lagian itu bukan aku, " balasnya."Buruan tanda tangan, setelah itu aku mau pulang ke rumah abah. ""Mau ngapain, Nduk? " tanya ibu mertuaku. Masih terlihat lembut."Disuruh pulang katanya, mas Sholeh juga gitu katanya, Bu. Mungkin mau pembagian tanah yang di kampung sebelah, " ujarku berbohong."Yaudah, tanda tangan Rum, " titah mas Arga. Ia tampak bersemangat mendengar kata pembagian tanah."Ibu juga, Mas juga, " peringatku.Mereka pun bergantian menandatangi surat tersebut. Sebenarnya, harus ada tanda tangan Tama juga selaku orang yang katanya sebagai peminjam."Tama gimana, nih? " tanya mas Arga."Ntar nyusul," kataku."Yaudah, Mas antar ke rumah abah, Yuk, " ajak mas Arga hendak bangkit dari kursinya."Antar aja ya Mas, soalnya ini baru rembukkan, jadi hanya keluarga inti. Mas Sholeh juga nggak ngajak anak istrinya, kok. ""Iya, yang penting kamu selamat sampai sana. "Dih, sok banget suamiku ini. Memangnya hidup matiku tergantung dia apa, bisa menjamin keselamatanku. Astagfirullah, kenapa dulu aku bisa menikah dengan lelaki macam dia, sih.Astaghfirullah, aku dan keluargaku merasa tertipu dengan sikap manis nan baiknya selama ini. Sampai-sampai aku dengan suka rela dan percaya begitu saja memberikan sertifikat tanahku. Aku pun tak henti-hentinya beristighfar.Sama halnya ke rumah ibu meretua, ke rumah orang tuaku pun tak memakan banyak waktu, karena memang kami hanya tinggal di satu kelurahan saja.Setelah sampai di rumah orang tuaku, terlihat abah dan pakde Rudi yang masih berpakain dinasnya sedang duduk-duduk santai di teras.Aku mencium punggung tangan mereka, lalu masuk ke dalam rumah. Membiarkan mas Arga ikut duduk sejenak bersama mereka.Sebenarnya pun aku tak benar-benar masuk, hanya berhenti di ruang tamu. Mengintip pembicaraan mereka dari balik jendela yang tepat di dekat mereka."Heran saya, ibu-ibu di kampung kok hobinya ngegosip, mana yang di gosipin itu-itu terus lagi, " ucap pakde setelah berbasa-basi dengan Arga."Emang gosipin apa, Pakde? ""Itu lho, suami yang katanya keluar kota tapi malah nikah lagi. Emang salahnya dimana kalau laki-laki nikah lagi? Ya ga, Paklik? " Pakde mengalihkan pandangannya sejenak kearah abah."Ya, nggak ada salahnya, Mas. Ya, kan, Ga? " kali ini abah menoleh kearah mas Arga."I-iya, Bah. "Mas Arga tampak ciut. Ia seperti dipaksakan untuk mengeluarkan senyuman dari bibirnya.Lagian, pintar juga kedua orang yang ku hormati itu berakting. Padahal, sebelumnya aku tak pernah memintanya berucap demikian.Setelah kurang lebih lima belas menitan mereka bertiga mengobrol, pakde pamit katanya mau ada yang diurus. Mas Arga pun ikutan pamit, karena sesuai perkataanku tadi, bahwa ini hanya rembukkan dari keluarga inti.Part 7 Dimana istri barumu? [Malam ini aku nginep di rumah abah dulu, mas nggak usah jemput] Ku kirim pesan WA untuk mas Arga, sesuai perintah abah. [Iya, Dek] ***Waktu menunjukkan 19.30, sembari makan malam, aku, abah, umi dan keluarga kecil mas Sholeh menunggu kedatangan pakde Rudi. Ya, malam ini kami akan melakukan rencana yang sudah disusun abah. Derrt ... Pesan WA ku terima dari Lela. Ia ku minta untuk mengawasi mas Arga sejak pesan WA ku kirimkan padanya sore tadi. Lela memberitahukan bahwa mas Arga pergi sejak usai mahgrib tadi. Entah kemana, yang jelas tidak memakai helm, jaket atau perlengkapan jika akan pergi jauh. Hanya berpakaian biasa. Sudah dapat ku simpulkan, bahwa mas Arga pasti pergi ke rumah ibunya. Tentu ini bagus. Penggrebekan malam ini akan disaksikan juga oleh keluarga mas Arga. "Assalamualaikum. "Terdengar salam dari luar, itu pasti pakde. Mas sholeh pun tanpa diminta ia bergegas meninggalkan makanannya dan membukakan pintu. Kami pun menyusul langkah
Part 8 Kemunculan Sang Pelakor"Kami sudah mengetahuinya, nggak perlu lagi kamu sembunyikan," kata abah.Mas Arga sekilas melempar pandangannya pada ibunya. Dan, setelah itu muncullah wanita muda, berambut panjang lurus hampir sepinggang, dengan stelan kimono dress berwarna marun. Preti."Saya istri barunya, kenapa?" tanya Preti seraya memasang wajah angkuh.Huh, tetiba dadaku sesak kembali. Amarah ingin rasanya ku ledakkan saat ini juga, apalagi melihat tingkah Preti yang tak ada sopan santunnya.Dengan cepat aku menghampiri Preti yang berdiri di samping mas Arga. "Kenapa kamu bilang? Rasakan ini karena sudah merusak rumah tanggaku!" Aku menarik dengan kerasa rambut panjangnya."Aaaaw! Lepaskan! Dasar perawan tua!" Preti berusaha melepaskan tanganku.Suasana mendadak jadi gaduh. Ibu mertuaku dan mas Arga pun berusaha menghentikan ulahku. Sementara yang lainnya hanya diam menonton."Ya ampun Fira, lepaskan, Nduk, kasihan Preti.""Fir, sudah, Fir, maafkan Mas."Mendengar kata maaf dari
Part 9 Pisah Ranjang!"Ingat Fir, pernikahan mereka memang sah dimata agama, tapi tidak secara hukum, karena kamu sebagai istri pertama tidak mengetahuinya. Dan lagi, meskipun ada surat pengantar dari kelurahan, tapi itu tanpa sepengetahuan saya selaku kepala desa. Kapanpun kamu mau, kita bisa langsung proses secara hukum, karena pernikahan mereka itu bisa dibilang ilegal, bisa di pidanakan. Ingat itu," tutur pakde menasihatiku ketika kami sampai di rumah abah.Awalnya aku memang tak mengetahui jika pernikahan mas Arga bisa dipidanakan. Karena pernikahan mereka begitu meriah, ditambah pak Agus yang membantu mereka membuat surat pengantar dari kelurahan, jadi menurutku pernikahannya sah secara hukum.Namun, berkat postingan FB dari seseorang yang lewat di berandaku beberapa hari yang lalu, aku jadi mengetahuinya. Meskipun awalnya aku sedikit ragu dengan informasi tersebut, hingga akhirnya aku go*gling dan ternyata benar.Selain itu, aku juga bertanya pada pakde Rudi tentang hukum terse
Part 10 Pembalasan"Mas berangkat kerja dulu, ingat, jangan cari gara-gara, " ucap mas Arga pada Preti yang berdiri di teras depan. "Iya, iya, " balas Preti dengan nada malas. Sebelum meninggalkan Preti, mas Arga mencium keningnya. Aku yang melihatnya dari dalam entah kenapa jadi kesal sendiri. Ah, nggak mungkin kalau aku masih cemburu pada Preti. Waktu memang terbilang masih sangat pagi. Jam 06.00 mas Arga sudah harus berangkat bekerja karena shif pagi. Dan biasanya akan sampai di rumah sekitar jam 15.00.Aku menghampiri Preti yang masih berdiri di teras melihat kepergian mas Arga. "Kemasi barang-barang dan segera angkat kaki dari sini! " ujarku berdiri tepat di sampingnya. "Apa hak mu mengusirku? Aku juga istri mas Arga di sini, " balasnya seraya melipatkan kedua tangannya di dadanya. "Ini rumahku. Pergi atau ku teriaki maling?! ""Teriak aja, orang juga nggak akan berpikir ada maling secantik dan sexy aku, " balas Preti menyombongkan fisiknya. Padahal, kalaupun aku memakai pa
Part 11 Pembalasan, lagi"A-ampun, Fir, ampun, " mohonnya. "Rasakan ini! " ujarku dengan menaikkan nada seraya perlahan demi perlahan ku arahkan mata gunting tersebut kearah wajahnya. Membuat mata Preti semakin membulat besar. "Aaaaaakkk!!" Preti berteriak sekencang-kencangnya seraya menutupi wajahnya dengan kedua telapak tangannya."Lepaskan dia!"Bruugh!"Aargh!" Aku terpelanting ke sisi dinding kamar karena mas Arga yang tiba-tiba muncul.Prank!Aku membuang gunting tersebut ke sisi lain. Lalu berdiri dan menatap tajam kearah mas Arga yang memeluk Preti."Nggak akan ku biarkan ini, nggak akan!" Ku tunjuk mereka dengan wajah penuh emosi. Lalu melangkah meninggalkan mereka."Memangnya kamu bisa? Kamu hanya mengandalkan jabatan di keluargamu, ya, kan?"Langkahku terhenti ketika sudah berada di dekat pintu karena mendengar perkataan mas Arga.Ku balikkan bandanku menghadap mereka. Ku sunggingkan sudut bibir kananku. "Kalau mereka bisa membantuku menjebloskan kalian ke penjara, kenapa
Part 12 Mengajakku Pulang"Tunggu, Mas, " ku lepaskan tangan mas Sholeh ketika kami sampai di teras. "Apa lagi? " tanyanya kebingungan. "Sebentar, " tanpa menjawab pertanyaannya, aku bergegas kembali masuk ke dalam rumah. Hatiku masih terasa panas karena mereka mencoba mencelakaiku, merusak barang daganganku. Meninggalkan mereka begitu saja, oh, tidak bisa. Aku berjalan langsung masuk ke kamarku tanpa memperdulikan mas Arga yang masih berdiri di ruang tengah bersama Preti tak jauh darinya."Mau apalagi kamu, Fir?" tanya mas Arga ketika aku keluar dari kamar.Ku hentikan langkahku tak jauh dari mereka. "Bereskan semua!" titahku menunjuk lantai yang basah. "Kamu, bersihkan kamar mandi tanpa ada sisa minyak sedikit pun!" tambahku seraya menunjuk wajah Preti."Nggak!" bantah Preti.Ku majukan satu langkah kakiku. Menatap tajam mata Preti. "Aku rasa kamu nggak ingin hidup di penjara, kan?" kataku lirih penuh penekanan.Ia pasti tahu arah maksud perkataanku. Tampak Preti menahan kesal d
Part 13 Menebak-nebak memang susah"Pergi dari sini! " usir abah dengan tegas menunjuk arah luar. "Abah, Arga mohon, Bah, izinkan Fira pulang bersama Arga, " mas Arga memohon, menyatukan kedua telapak tangannya di depan dadanya. Aku yang melihat pemandangan itu pun geli dibuatnya. Sungguh, beruntungnya aku sudah menggugatmu, mas. Kau tak punya malu meskipun sudah mengkhianatiku. "Saya bilang pergi, pergi! " abah mengulanginya lagi tanpa memperdulikan permohonan mas Arga. Mas Arga pun diam, terlihat raut pasrah di wajahnya, ia lalu mengalihkan pandangannya kearahku. "Fir, ingat calon anak kita, " katanya memelas. "Apa alasanmu mengajakku pulang? Sudah bosan dengan Preti? Atau ingin lebih menyakitiku, hah!? " "Akan ku jelaskan nanti .... ""Sekarang! " potongku dengan lantang. "Fira ...," mohonnya lagi. Sungguh, semakin melas sekali wajah mas Arga. Semakin risih pula aku melihatnya. "Aku akan pulang asal sudah ada sertifikat tanah milikku, " ucapku memberi syarat yang membuat ma
Aneh. Pesan yang ku kirimkan lewat nomor WA umi langsung centang dua, meskipun belum dibaca. Ku bandingkan dengan pesan yang ku kirim lewat nomor WA ku sendiri. Ternyata .... Ternyata memang dia sudah kembali on, terlihat dari pesanku yang sudah centang dua juga namun masih berwarna abu-abu. Alias belum dibaca. Sementara pesan yang ku kirim lewat ponsel umi, hanya ia abaikan begitu saja. Karena jelas-jelas ia telah membaca pesanku. Huh. Jadi makin penasaran, kan.***Dua hari berlalu ...[Kamu siap-siap, aku jemput kamu sore ini, Dek] Mataku sekejap membulat besar tak kala membaca pesan dari mas Arga pagi ini. Sampai-sampai aku membacanya berulang kali, berharap aku salah baca, namun nyatanya tidak.Ku letakkan kembali ponselku di atas nakas, ku abaikan pesan dari lelaki yang menggoreskan luka dihatiku ini. Bergegas keluar kamar menyusul sarapan abah dan umi."Sore nanti, kan? Yasudah, buruan hubungi mas mu," titah umi setelah ku sampaikan pesan dari mas Arga. Seperti rencana kem