Share

Siapa kau sebenarnya?

Mata semua murid kini terbelalak, para murid yang sedang sibuk dengan aktivitas mereka masing-masing seketika terdiam dan menjatuhkan semua benda yang tadi, di pegangnya.

Para murid yang sedang asyik bermain kartu, menjatuhkan kartu mereka, dan anak-anak yang sedang memakan camilan, mematung kemudian menjatuhkan camilan yang ada di mulut mereka.

“Eh... Bukankah pak Arnold sudah pingsan lalu kita antar ke UKS, tadi?” tanya lirih salah satu siswa yang ada di sana pada teman-teman kelasnya.

Para siswa yang sedang asyik menonton film, seketika tertegun saat mendengar suara ketukan dari pintu. Proyektor dimatikan, Kelas yang semula ricuh kini berubah menjadi hening seketika.

Semuanya saling menatap tegang dengan tatapan penuh tanya, berpikir apakah Pak Arnold kini sudah kembali tersadar dan sekarang kembali datang untuk menghukum mereka semua? Gusar mereka dalam hati.

Oh tidak, mungkin mereka harus membolos dengan melewati jendela, sekarang. Guru gendut dengan penggaris kayunya itu terlalu sulit dan teramat menyeramkan untuk mereka hadapi.

“Aku takut kepalaku di getok pak Arnold, bagaimana ini? “ semuanya saling berbisik dengan gusar, menentukan dalam diam siapa yang akan dijadikan tumbal, yang akan di pilih untuk membukakan pintu untuk pak Arnold.

Semua pasang mata saling melihat ke sekeliling mencari yang terlemah, karena jika yang terkuat melawan Pak Arnold, kelas ini bisa saja roboh dengan kegaduhan yang di buat oleh mereka.

Contohnya saja jika mengingat bulan lalu, Jake si ahli panco berhadapan dengan Pak Arnold. Pintu yang di buat patah oleh mereka berdua, kursi dan meja juga banyak yang hancur, kelas seolah mau roboh akibat ulah mereka, pada akhirnya semua anak kelas harus terpaksa iuran untuk mengganti semua kerusakan yang sudah terjadi, di kelas ini.

Kini Jake sudah keluar dari sekolah, memilih menekuni pekerjaannya sebagai ahli panco profesional dan memenangkan banyak mendali dari berbagai cabang lomba panco nasional maupun internasional. Mereka akhirnya pun kehilangan salah satu dari kekuatan terbesar mereka untuk melawan pak Arnold. Sekarang mereka sudah tidak sekuat dulu lagi.

Tapi jika dipikir... kuat lawan kuat yang terkena dampak adalah sekitarnya, tapi jika yang lemah di berikan pada yang kuat, yang kuat akan dengan senang hati menerimanya dan hanya kan menindas yang lemah itu saja.

Salah seorang anak kelas berhenti melirik ke sekitar dan matanya kini terpaku seolah sudah mendapat incaran mangsanya.

“Hey... Kacamata, cepat buka pintunya!” lelaki yang merasa dipanggil kacamata seketika menciut dengan takut.

“Aku? Aku, tidak berani.... Jangan aku, kumohon! “ Pintanya dengan takut.

“CEPAT! “ bentaknya kali ini, lelaki berkacamata itu akhirnya pasrah dan berjalan dengan gemetar saat semua anak memelototinya.

Tap... tap... tap...

Murid itu berjalan membungkuk, pergi menuju pintu dan membuka kunci pintu dengan tangan gemetar. Matanya sudah terpejam dengan takut, tubuhnya menciut dengan tegang, berpikir mungkin kali ini sudah tamatlah riwayatnya.

Kriett...

Pintu terbuka membuat seketika seluruh pasang mata menoleh dengan tegang, serempak menatap tajam, ke arah pintu.

(...?!!)

“Tadaa...”

“Haa...?”

“Ada yang mau pizza?” Ujar seorang di balik pintu mengangkat dua kantong makanan cepat saji ditangannya. Dia adalah Aldric, salah satu murid dari kelas ini. Dia mengernyitkan wajahnya dengan ekspresi kebingungan melihat wajah tertekan seluruh anak di kelas.

Lelaki itu masih berdiri dengan bingung di ambang pintu sembari memegang dua kantong besar makanan cepat saji ditangannya, karena semua orang masih hanya diam dan menatapnya.

“Pyuh.... “

Seketika semua murid bersamaan bernafas dengan lega.

“Mengagetkan saja!”

“Hei, cepat masuk!” Ajak salah seorang murid, membuat Lelaki itu langsung berjalan masuk dan menaruh dua kantung makanan cepat saji itu di atas meja guru. Seketika semua anak kelas dengan senang langsung berbondong menyerbu makanan yang dibawa oleh Aldric, barusan.

“Kapan kau keluar? Kami tidak melihatmu?” tanya salah satu anak sembari melahap pizza yang ada di tangannya.

“Aku pergi saat kalian mendorong pak Arnold ke UKS, tadi.”

“Awalnya aku ingin memesan saja, tapi karena sekolah kita tidak memperbolehkan kurir makanan untuk masuk, jadi aku sendiri yang pergi untuk membelinya!” ungkap Aldric mengambil dua box pizza dan membawanya pergi.

Kini acara jam kosong mereka sudah tambah komplit. Menonton film di layar besar, dengan ditemani banyak pizza dan burger. Aldric melirik kelima gadis yang tampak seolah acuh, dan memilih memisahkan diri dari anak-anak kelas yang sedang asyik mengobrol sembari memakan makanan yang dibawakan oleh Aldric, tadi.

Bahkan anak-anak kelas ternyata sudah menyiapkan karpet susun untuk tidur siang dan bersantai. Mereka mengobrol sembari memakan camilan dan menonton film di layar proyektor, bersama-sama. Jadilah kelas seketika berubah menjadi tempat bermain dan bersantai dadakan.

“Hei, gadis-gadis. Ini untuk kalian!” Aldric berjalan menghampiri mereka sembari menyodorkan dua kotak pizza panas dan juga lima buah burger, pada mereka.

“Hng?!!”

“Eh...? Tidak usah, kami tidak bisa menerima itu!” Tolak Suzy, saat menengok, dan melihat Aldric sudah berada di samping mereka semua. Tadi Suzy sedang mengikir kuku-nya, sehingga sempat tidak menghiraukan Aldric yang berdiri dan menyapa mereka berlima.

“Memangnya kenapa? Kalian tidak suka makan pizza, kah!” bingung Aldric memiringkan kepalanya masih belum mau beranjak pergi, dari sana.

Liza menengok saat Suzy masih bingung menjawab, kemudian mengibas-ngibas uap panas yang terbang mengenai dirinya.

“Aku bisa merasakan asap panas mengepul dari makanan itu. Aku alergi makanan panas!” Ungkap Liza terus mengibas-ngibaskan asap yang mengepul ke arah dirinya, kemudian kembali fokus membaca buku di tangannya lalu mengernyit, karna tidak mengerti dengan rumus kimia dari buku yang sedang dibacanya.

Luna ikut menengok sembari menopang dagunya, melihat ke arah pizza yang di bawa oleh David.

“Hmm... Andai saja pizza itu berkuah, Aku lebih suka makanan yang berkuah!” Timpal Luna menatap makanan itu dengan sayang.

“Lain kali belikan makanan berkuah juga, ya! “ pintanya kini dengan senang

“Hmm... Baiklah! “ jawab Aldric menggaruk tengkuknya.

“Kalau bisa mi instan kuah rasa kaldu ayam, aku menyukai itu!!”

“Tentu!”

Kini Suzy sudah selesai berpikir, dari matanya dia terlihat begitu ingin dengan pizza yang di bawa oleh Aldric.

“Kalau aku... Apa bisa dibungkus saja? He he... Makanan itu terlalu enak untuk aku makan di sini? “ tanya Suzy dengan penuh harap.

Tentu saja bisa diketahui kalau Suzy pasti akan menangis jika memakan makanan itu disini, dia memang mudah menangis jika memakan makanan yang menurutnya itu enak. Dari aromanya saja sudah dapat tercium kalau pizza yang di bawa Aldric itu sangat enak jika masuk mulutnya.

Aldric tentu mengangguk, tapi bukankah pizza ini akan menjadi dingin jika harus menunggu sampai bel pulang sekolah?

“Aku lebih suka daun kemangi. Pizza kau itu tak seenak dan seharum daun kemangi ku!” Ujar Yoona sembari mengambil sedikit unjung daun kemanginya, kemudian melahap pohon kemangi itu dari ujungnya, hingga tinggal tersisa setengah batangnya saja, dan terlihat ekspresi puas dari wajahnya.

Aldric melihatnya dengan aneh, tapi Yoona terlihat menyukainya, jadi dia mengabaikannya saja. Kemudian menengok ke arah Bella saat gadis itu berceloteh, dengan mulut yang penuh dengan cabai.

“Kalau aku sudah bawa banyak persediaan cabai, untuk camilan. Kau boleh minta satu kalau kau mau!” ucap Bella sembari menyodorkan sekotak penuh bekal makanan yang berisi cabai kemudian mengambil beberapa dan memakannya.

Seketika Aldric terbengong, otaknya serasa kosong. Kelima gadis ini mampu membuatnya membatu, di tempat.

“Apa mungkin setelah datang ke dunia manusia, selera makanan kalian jadi aneh?” Heran Aldric dengan polos, tanpa sadar seketika sudah membuat kelima gadis itu menengok ke arahnya dengan tatapan tajam.

“Apa maksudmu!” Tanya mereka bersamaan seketika menengok melihat ke arah Aldric dengan terkejut.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status