Setelah minuman datang dan diam beberapa waktu, Valentino mulai buka suara.
"Saya tahu tentang malam itu."
"Malam apa?" tanya Nadhima dengan suara tenang. Namun tidak begitu di dalam.
"Soal liburan kamu ke Landon tujuh tahun yang lalu."
Jantung Nadhima semakin bertalu-talu. Ia belum tahu arah pembicaraan Valentino, tapi firasatnya buruk mengenai hal ini.
"Diras gak ada cerita apa-apa, jadi saya gak tahu sekarang apa yang bakal kalian lakukan." Pria itu memijat pelipisnya frustrasi. Awalnya ia memang tak mendapat informasi apa pun tentang hubungan Diras dan Nadhima, baru beberapa hari yang lalu ia mendapat laporan Nadhima sempat liburan ke Landon di waktu yang bersamaan dengan Diras. Diras jelas menginap di hotel Kiram. Namun tak ada yang tahu Nadhima berada di mana malam itu. Baru saat Kiram mabuk dan membeberkan tentang gadis asing yang menghabiskan malam dengan Diras tujuh tahun lalu, ia
Nadhima tak bisa lebih kaget lagi saat melihat Diras berada di rumah Miss Harisson dengan putranya. Jujur saja ia belum sempat mempersiapkan diri bertemu dengan pria itu. Alhasil saat mereka berpandangan Nadhima lekas membuang muka."Apa kalian sudah makan makan?" tanya Miss Harisson dengan sorot ramah seperti biasanya."Belum." Karena ajakan Valentino Nadhima bahkan belum makan sejak pagi. Hanya anak-anaknya saja yang ia pastikan sarapan dan makan siang."Bagus. Kalau begitu kita bisa makan malam bersama. Mr. Diras maukah Anda bergabung bersama kami?"Diras yang pipinya sedang di-unyel-unyel oleh Artemis mengangguk. "Tentu saja, Miss. Sebuah kehormatan bagi saya menerima undangan Anda."Makan malam berlangsung tenang. Obrolan-obrolan singkat dan ringan terjalin dengan baik. Tak ada yang menanyakan alasan kenapa pria itu kembali lagi kemari. Nadhima pun sempat berbincang sedikit d
"Saya minta maaf." Kepala Nadhima mendongak. Melihat pada sesosok laki-laki yang kini terlihat pilu. "Kenapa kamu minta maaf?" "Karena baru berhasil menemukan kamu sekarang." Jantung Nadhima bertalu cepat. Jadi benar Diras mencarinya selama tujuh tahun ini. Kata-kata maaf Diras malah membuat perasaan Nadhima makin kacau. Jika Diras bersikap acuh tak acuh atau malahan sombong, sekarang dia pasti bisa menyalahkan pria ini dan dapat dengan tegas menyuruhnya untuk tak mengganggu keluarganya lagi. "Apa kamu marah sama saya?" Diras memejamkan mata lalu memijat pelipisnya. "Kamu pasti kaget banget. Kalau belum siap cerita sekarang--" "Enggak. Saya siap kok." Jika harus menunggu Nadhima tak akan tenang. Selama apa pun menunggu dia tak akan pernah siap. Lebih baik masalah ini diselesaikan sesegera mungkin. "Saya cuma bingung harus gimana. Kamu... Sebenarnya
“Jadi apa yang dia katakan padamu?” tanya Miss Harisson begitu Nadhima kembali.“Seperti yang sudah kau tahu, Miss.”Wanita tua itu duduk di kursi, yang kemudian juga diikuti oleh Nadhima. “Maafkan aku. Aku tak bisa mendadak memberitahumu yang sebenarnya. Itu urusan kalian. Jadi pria itu juga tahu?”“Dia diam-diam mencari tahu tentang kami. Dan mendapat informasi Apollo melakukan tes DNA.”“Oh, Sayang. Aku benar-benar minta maaf. Entah apa yang ada di pikiran wanita tua ini sampai membantu anak itu melakukan hal ini.”“Tak perlu merasa bersalah, Miss. Jika kau tak mau, Apollo punya seribu satu cara untuk mencapai tujuannya. Jika tak ada kejadian ini, kebenaran pun tak akan terungkap. Tapi bukan berarti aku senang mendengar anakku yang mencari tahu sendiri.”“Jadi apa yang akan kalian lakukan selanjutnya?”“Dia... menawarkan pernikahan.”
Nadhima dan Diras kembali bertemu di kafe hari itu.“Maaf saya merepotkan. Kamu pasti susah harus bolak-balik Jakarta-Singapura.”“Gak masalah. Ini kan urusan penting. Lagi pula kantor cabang kami ada di sini. Aku bisa ngurus semuanya dari sini.”“Aku?” cicit Nadhima.Air muka Diras tampak tak mengerti. “Kamu kenapa?”“Bukan. Bukan apa-apa,” jawab Nadhima cepat-cepat. Ini bukan saat yang tepat untuk mempermasalahkan cara menyebut diri sendiri di antara mereka berdua.“Jadi apa keputusan kamu? Maaf, kalau terkesan buru-buru. Jujur aku penasaran banget sama jawaban kamu selama beberapa hari ini.”Serangan gugup dialami Nadhima saat sadar cara bicara Diras benar-benar berubah lebih santai. Bukan hanya salah sebut semata.“Aku—“ Nadhima memejamkan mata. Merasa konyol sebab dirinya ikut-ikutan bicara lebih santai. Saat tawa geli
"Ah... Om!" Artemis berlari dan langsung menubruk tubuh Diras. Mereka berdua tertawa. Kemudian Diras menggendong Artemis. "Kalian udah makan?""Belum. Miss Harisson baru saja mau mengajak kami makan di luar.""Bagus. Om bawa makanan kesukaan Artemis.""Yey.""Dia bersemangat sekali. Ayo, masukklah," ucap Miss Harisson yang tadi membukakan pintu."Di mana Apollo?" tanya Nadhima."Sedang pergi ke kamarnya.""Mama sudah pulang?" Apollo baru saja muncul. "Oh, ada Om? Ada apa lagi ini?""Kami bawakan kalian roti. Kita akan makan bersama." Nadhima melirik Diras sambil tersenyum kaku.Selepas itu mereka makan bersama. Semua orang hanya berbicara seadanya. Cuma Artemis yang berceloteh ceria tentang ini dan itu.Saat berkumpul di ruang duduk, Miss Harisson duduk dengan Artemis dan Apollo. Sementara itu Nadhima dan
Nadhima tidak begitu yakin dengan semua yang telah terjadi beberapa hari ini. Semuanya terasa sangat tidak nyata. Tapi keributan yang dibuat oleh Miss Harisson menyadarkannya kalau semuanya memang terjadi."Sempurna. Kau harus memilih yang satu ini. Kurasa ini yang terbaik dari semua gaun sebelumnya." Dia tersenyum sangat lebar melihatku yang mengenakan sebuah gaun pengantin putih sederhana."Aku benar-benar tak membutuhkan ini, Miss. Kami hanya menikah di kantor urusan agama. Tak akan ada pesta. Tak akan ada tamu. Aku tak perlu mengenakan gaun seperti ini."Wanita tua itu melambaikan tangannya. "Omong kosong. Tentu saja kau membutuhkan gaun pengantin di acara pernikahanmu. Tak peduli kau menikah di mana, kau tetap membutuhkan pakaian yang layak. Kau hanya menikah sekali. Apa salahnya mempersiapkan sesuatu yang cantik untuk kau kenakan."Nadhima tahu jika perempuan biasanya menginginkan sesuatu yang spesial untuk hari pernikahannya, termasuk gaun. Mereka akan mempersiapkan segalanya d
"Miss kami akan pergi ke Pulau Seribu!" teriak Artemis pada sebuah tablet yang dipegangnya. Miss Harisson yang berada dalam sambungan video call dengan mereka tertawa. "Oh, itu bagus sekali Sayang. Kau harus mengirimiku foto-foto liburan kalian nanti." Artemis tersenyum sangat lebar. "Tentu saja aku akan mengirimnya padamu. Sayang sekali kau tidak mau ikut dengan kami." Seperti kata Artemis hari ini mereka berempat pergi ke Pulau Seribu. Diras memutuskan untuk menyetir mobil seorang diri dengan alasan ini adalah liburan keluarga. Nadhima yang duduk di kursi penumpang depan melirik putrinya yang bersemangat di kursi belakang. "Wanita tua sepertiku tidak cocok berjalan-jalan jauh. Tulang-tulangku tak sekuat dulu lagi." Apollo yang duduk di samping Artemis di kursi belakang mendengus. "Semua orang tahu tulang-tulangmu masih sangat kuat, Miss. Kau selalu menggunakan alasan yang jelas diketahui semua orang bahwa itu adalah kebohongan." Miss Harisson tertawa. "Apollo tak seharusnya k
Seperti janjinya kemarin Diras mengajak Nadhima dan anak-anaknya ke pantai untuk menyaksikan matahari terbit. Awalnya Apollo dan Artemis agak susah disuruh bangun. Namun begitu mendengar kata "sunrise" dan "pantai" mereka lekas bangun dan bersiap-siap."Papa-papa apa aku juga boleh punya kamera kayak Om itu?"Mereka berempat duduk di pinggir pantai. Tak jauh dari tempat mereka berada seorang pria sedang sibuk memasang kamera pada tripod-nya."Memangnya Artemis bisa pakai kamera?" tanya Diras.Wajah gadis itu berubah cemberut. Bibirnya mencebik menggemaskan. "Enggak bisa sih."Diras tersenyum. "Kalau Artemis mau nanti Papa belikan.""Benar?""Iya.""Tapi aku gak bisa pakainya." Gadis itu memasang tampang takut dan cemas."Kan Artemis bisa belajar. Nanti Papa yang ajari."Semangat gadis mungil itu yang sempat sirna kembali lagi. "Papa bisa pakai kamera?""Bisa dong. Nanti Papa ajarin semuanya.""Apa Papa udah punya kamera di rumah?""Punya. Tapi Papa bakal belikan kamera sendiri buat Ar