Share

Act. 03 Perpustakaan

"Terima kasih ..." 

Sebuah pernyataan dengan nada yang sinis, akan tetapi penuh rasa malu di dalamnya. Cleon tersenyum lembut. Telapak tangannya yang besar menepuk puncak tertinggi kepala Anastazja. "Aku akan selalu ada untukmu, Anastazja. Ingatlah itu baik-baik," bisiknya di telinga Anastazja. Tanpa bisa Anastazja hindari, rona merah muncul di kedua pipinya yang berkulit cerah. 

"K-kereta kudamu sudah menunggu. Pergilah!" Tidak seperti Anastazja yang selalu tersenyum mengantar kepulangan Cleon. Kali ini, gadis itu menunduk, menyembunyikan rona merah yang muncul di wajahnya. Melihat sang Dewi dalam kehidupannya malu-malu membuat Cleon merasa gemas. Cleon bermaksud menggodanya dengan menempelkan keningnya ke kening Anastazja. 

"Aku pamit, ya. Hati-hatilah selama perjalanan pulang," ucapnya tenang. Tidak peduli bagaimana pandangan orang-orang, ia hanya ingin memastikan pada mereka semua bahwa Anastazja adalah miliknya. Tidak boleh ada yang menyentuh Anastazja selain dirinya. Itulah pesan tersirat yang ingin Cleon berikan pada semua orang yang melihat mereka di depan gerbang sekolah. 

Sekolah mereka adalah sekolah terusan terbaik. Mulai dari taman kanak-kanak hingga perguruan tinggi, semuanya sengaja dibangun dalam satu lingkup wilayah agar memudahkan para siswa ketika mereka naik ke jenjang pendidikan lebih tinggi berikutnya. Pintu gerbang utama terletak di tengah-tengah antara bangunan SMA dengan perguruan tinggi. Karenanya, bukan tidak mungkin orang-orang melihat aksi Cleon. 

Mereka saling berbisik dan melirik dengan tatapan aneh. Namun, saat Cleon melemparkan tatapannya menuju orang-orang yang memperhatikannya, mereka langsung mengalihkan pandangan seolah tidak ada apa pun yang terjadi. Tatapan Cleon memang mematikan, sekali saja ia menandaimu, maka hidupmu akan berada dalam bahaya. 

"Kau tidak segera naik kereta kencanamu? Sopirmu sampai turun untuk menunggumu." Suara Anastazja memecah fokus Cleon. Kali ini, semua orang benar-benar mendapatkan bukti konkret bahwa Cleon memang tergila-gila pada Anastazja. Gadis black blood yang membawa kutukan. 

Cleon melambaikan tangannya pada Anastazja, tetapi gadis itu enggan membalasnya. Ia hanya tersenyum simpul, kemudian melangkah pergi meninggalkan Cleon yang masih sibuk menatap dirinya menjauh. "Tuan Muda, gadis itu ..." 

"Ya, kau benar, Vahmir. Dia adalah black blood," ucap Cleon santai masih terus menatap sosok Anastazja sampai ia tidak terlihat lagi. 

"Tidak perlu menatapku begitu. Ayo, jalan. Jika ayah sampai mengetahui kejadian hari ini, maka aku akan memastikan lehermu tidak akan bertahan sampai bulan depan, Vahmir," tantang Cleon dengan tatapan yang seolah ikut menekan Vahmir, supir pribadinya. Tanpa banyak bicara, Vahmir menjalankan mobilnya dengan tenang. 

***

Anastazja tidak mengerti, mengapa Cleon bersikap seperti itu padanya? 'Apa rumor itu benar? Bahwa Cleon menyukaiku? Ah, sepertinya tidak. Dia memang teman yang baik, dia selalu ada untukku. Aku harus berterima kasih padanya sesekali.' Anastazja menghentikan langkahnya. Menatap pemandangan di luar jendela dari lorong lantai tiga. 

Terhampar sebuah pemandangan yang biasa ia lihat selama bertahun-tahun ia bersekolah di sana. Mulai dari lapangannya, gerbang utamanya, sekumpulan tempat duduk yang biasa ia gunakan untuk menunggu Cleon sepulang dari kelas, sampai beberapa pohon rindang di pinggir-pinggirnya. Tidak banyak pohon di Negeri Selatan ini, karena negeri ini identik dengan negeri bawah. Tempat para iblis berkumpul. 

Anastazja tiba-tiba teringat akan lukisannya yang memenangkan perlombaan nasional dulu. Sebuah lukisan sudut kota yang terasa hangat dan ramah. "Di mana aku pernah melihatnya?" lirihnya menatap langit yang menghampar luas di hadapannya. 

Angin semilir membelai lembut rambut merah Anastazja. Ia melihat sehelai bibit dandelion yang terbang melewatinya. Bibit itu terus terbang menuju perpustakaan. Bersamaan dengan jatuhnya bibit dandelion yang menabrak pintu perpustakaan, saat itu pula sebuah ide menembus kepala Anastazja. 

"Jika kita tidak mengetahui jawabannya, maka kita harus mencari tahu. Benar. Aku akan mencari tahu di perpustakaan," ucapnya pada diri sendiri. Ia pun memulai langkahnya memasuki perpustakaan. 

***

Meski ini adalah kali pertama Anastazja menginjakkan kakinya di sini, ia langsung menyukai tempat yang bernama perpustakaan itu. Dulu, ketika ia masih berada di jenjang SD dan SMP, pihak sekolah melarangnya untuk menggunakan fasilitas sekolah dengan alasan takut siswa lain terbebani jika harus berbagi dengan seorang black blood. Namun, entah bagaimana, di SMA, peraturan tersebut tidak berlaku lagi. 

Anastazja berjalan mengelilingi rak demi rak. Awalnya, ia tidak mengerti buku apa yang harus dicarinya. Namun, kini ia tertarik pada sebuah buku bersampul hijau beludru yang terletak di bagian paling dalam pojokan rak. Buku itu hampir seluruhnya tertutup debu. Bahkan ketika berusaha mengambilanya, Anastazja harus bertarung dengan jaring-jaring lengket milik laba-laba yang sudah lama melekat di antara buku dengan rak. 

Beberapa kali Anastazja terbatuk karena debu yang sangat tebal menerpa wajahnya. Setelah tangannya membersihkan sampul buku dari debu, ia dapat melihat judul buku dengan jelas. "Secret of Five God? Apa maksudnya? Apa ini buku cerita anak? Judul yang sedikit norak," komentarnya dengan tanpa rasa bersalah. 

Meskipun ia merasa judulnya norak, ia tetap mencari tempat yang strategis untuk duduk dan membaca buku itu. Tidak apa meski hanya berisi cerita dongeng, setidaknya hal tersebut akan menghibur hatinya yang terluka karena belum bisa menemui sang ayah yang sangat dirindukannya. 

***

Anastazja berlari secepat yang ia bisa. Wajahnya sangat sumringah. Ia berniat segera menemui Aldephie dan memberitahunya. Mungkin, dengan mengetahui hal ini, pemikiran Aldephie pun akan berubah. Ia tidak akan lagi terus menerus meletakkan nasibnya di tangan pemerintahan yang otoriter ini. 

Dalam bayangan Anastazja, Aldephie akan merasa sangat gembira dengan berita yang dibawanya. Siapa sangka, bahwa rahasia terbesar pemerintahan ternyata berada di dalam buku tua yang tersimpan di antara rak buku perpustakaan sekolah? 

"Anastazja? Ada apa kau berlari seperti itu? Kau sudah pulang? Bantu aku." Tidak peduli meski Anastazja terlihat tiba dengan terengah-engah, Aldephie tetap akan memintanya untuk membantu ibu menjajakan dagangannya. 

Setelah kejadian saat mereka kecil, kini Agaci membuka kedai makanan untuk para pelancong, musafir atau siapa pun yang membutuhkan makanan siap saji. Namun, kini mereka membuka kedainya di daerah yang berbeda dengan sebelumnya. Agaci percaya, bahwa tempat yang sebelumya mendapatkan petaka adalah tempat terlarang. Karenanya, untuk membuang sial dan memulai hidup barunya, Agaci membuka kedai makanan siap saji yang jauh dari pasar. 

"Kau sudah pulang, Nak? Sepertinya hari ini sekolahmu berakhir lebih cepat dari pada biasanya." Senyum Agaci mengembang melihat putri bungsunya pulang dengan bersemangat. 

"Urusanku selesai lebih cepat dari pada biasanya," jawab Anastazja sekenanya. Kemudian masuk ke dalam kedai mencari Aldephie. 

"Apa?" tanya Aldephie tanpa memalingkan wajahnya pada Anastazja. Anastazja mengeluarkan buku bersampul hijau beludru yang dibawanya kabur dari perpustakaan dan menunjukkannya pada Aldephie. 

"Selama ini kita hanya dimanfaatkan oleh pemerintah, Kak. Aku tahu rahasia besar mengenai asal mula black blood."

***

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status