Anastazja mencoba membuka kedua kelopak matanya yang terasa berat. Kepalanya terasa sangat pusing dan sakit. Seperti terkena hantaman palu yang keras. Setelah mengerjapkan matanya beberapa kali, mengembalikan kesadarannya, ia memutar bola matanya, melihat sekelilingnya kini berada.
"Di ... mana ...?" tanyanya lirih dan serak. Ia ingin sekali mengangkat tubuhnya dan duduk, tetapi rasanya berat sekali. Bisa ia rasakan kulit tangan dan kakinya yang keriput. Juga bajunya yang setengah kering. 'Aku tenggelam ... lagi?' batinnya. Tangannya memijat-mijat keningnya yang terasa pusing. Tiba-tiba saja perutnya terasa mual. Sekuat tenaga, ia memutar badannya agar isi perutnya bisa keluar. Apa yang dilihatnya kini sangatlah menjijikkan. Namun, tubuhnya tidak bisa berbohong jika ia kehilangan hampir seluruh tenaganya. Karena mHalooo pembaca setia SoFG di manapun kalian berada, semoga sehat selalu 😊 Di sini aku mau buat pengumuman kalau SoFG akan pindah jam tayang yang tadinya jam 10 pagi (walaupun nggak tentu karena tergantung sinyal, hehe) jadi jam 9 malam ya (diusahakan tidak terlambat) Terima kasih banyak atas dukungannya selama ini. Semoga kalian selalu terhibur dengan ceritanya 🥰 Jangan lupa dukung terus SoFG dengan like dan comment ya, semuanya. Terima kasih 💋
"Apa Ayah yakin? Memberikan dia tanggung jawab sebesar itu padanya? Dia bisa saja mencemari nama baik Ayah sebagai Hakim tertinggi nantinya, Ayah!" teriak Cesar sedikit merasa frustasi. Namun, Hakim tertinggi tidak benar-benar mendengarkan teriakan frustasi Cesar dan tetap melanjutkan kegiatannya. Hingga pada satu titik, kemarahan Cesar memuncak. Ia pun berjalan dengan langkah menghentak mendekati ayahnya, lalu menggebrak meja kerjanya. Aksinya sedikit membuahkan hasil karena Hakim tertinggi berhasil menghentikan kegiatan menulisnya. Namun, Cesar tidak sadar bahwa Hakim tertinggi tidak menyembunyikan amarahnya sedikit pun. Bagaimana pun juga, Cesar sudah sangat keterlaluan. Sebagai kepala keluarga kedua, ia tidak seharusnya bersikap seperti itu padanya. Itulah alasan ia lebih mempercayakan segala penin
Senja. Waktu setengah gelap setelah matahari terbenam. Waktu di mana ketika orang-orang merasa terburu-buru untuk segera pulang. Waktu paling sibuk yang bersamaan dengan waktu makan malam tiba. Beberapa orang menyatakan dirinya menyukai senja. Entah apa alasannya, apakah keindahannya, ataukah suasananya ketika langit berganti warna menjadi jingga kemerahan, bahkan terkadang semburat ungu turut menghiasi kanvas langit. Namun, bagi Helio, senja bukanlah keduanya, atau keduanya di saat yang sama. Helio sangat menyukai warna-warni lukisan alam di langit, tetapi ia sangat benci angin dingin yang menerpa pipinya. Ia menyukai suasana tenang, di mana hanya ada deburan ombak dan suara camar dari kejauhan, tetapi ia benci saat ia merasa kesepian karena tidak satu pun ia kenal di sana. Kemudian, mengenai 'sesuatu' yang ternyata adalah seorang gadis, ia tidak ingi
Suara ketukan pintu membuat Cesar tersadar dari lamunannya. Dengan perasaan malas, ia beranjak dari kursinya menuju pintu. Hal itu membuat kaget ajudannya saat mendapati Cesar membukakan pintu untuknya. "T-Tuan ...," ucap ajudannya antara bingung dan heran. Cesar yang sangat sombong itu mau membukakan pintu untuk orang lain? Apa hujan salju akan segera terjadi? "Apa?" sahut Cesar malas. Ia tidak berharap seseorang akan datang. Tidak juga ajudannya. Ia hanya ingin bersantai sejenak. Memikirkan apa yang ayahnya lontarkan. Cleon? Lebih baik dari pada dia? Jangan bercanda! Cleon benar-benar pembuat masalah! Dengan takut-takut, ajudannya membisikkan berita yang entah angin segar atau bukan, yang pasti ia benar-benar bingung harus bagaimana. Antara ia sudah lelah dan bosan dengan semua ini, atau menbuktikan pada ayahnya
Derap langkah kaki terus-menerus silih berganti. Padahal ini adalah puncak tertinggi menara, tetapi banyak prajurit yang terus menerus datang. Bayangan demi bayangan terus berganti. Melalui ventilasi bawah pintu, Aldephie bisa melihat kepanikan yang sedang melanda para prajurit di sana. Sepertinya Cleon sudah melakukan aksinya. Bagaimana rencananya kemarin? Cleon akan membuat kericuhan sampai menarik semua perhatian penjaga. Di saat itulah dia meminta Aldephie untuk kabur. Aldephie sudah berhasil menyingkirkan tali tambang yang digunakan untuk mengikatnya itu. Kini, ia harus mencari jalan keluar agar rencana klasik Cleon berhasil. "Apa Cesar akan mengetahuinya?" gumam Aldephie merasa cemas. Cesar jauh lebih pandai dalam berstrategi dibandingkan Cleon. Ia tahu itu. Namun, Anastazja jauh lebih pandai di atas mereka berdua. Karenanya ia bisa lebih dulu ka
"Surga!!! Ini pasti surga yang Dewa berikan untukku!!! Kyaaaa!" Anastazja menjerit kegirangan melihat makanan yang berjejer manis di rak bagian atas kitchen set. Tak lupa, ia juga mengintip isi kulkas yang ada di pojok area dapur, seolah mengakhiri panjangnya kitchen set yang ada. Berbagai jenis buah, susu, juga makanan-makanan beku lainnya yang sangat menggugah selera Anastazja. Ditambah perutnya amat sangat lapar setelah diperlakukan layaknya binatang oleh klannya sendiri. Anastazja saling menepuk kedua tangannya, lalu menyatukan mereka di depan dada. Kemudian, ia memejamkan matanya. Senyumnya mengembang bagai seorang gadis yang baru saja menemukan cinta pertamanya yang hilang beberapa waktu lalu. "Terima kasih atas segalanya," ucapnya riang. Setelah
Suara ledakan besar terdengar dari arah halaman depan. Entah apalagi yang kini Cleon perbuat. Bukan hanya Cesar, ayahnya, Hakim tertinggi bahkan sampai harus meninggalkan ruangan untuk melihat ulah putranya itu lagi. Terlihat Cleon yang terbatuk dengan asap yang mengepul di sekitarnya. "Apalagi yang kau lakukan, hah?" Hampir habis kesabaran Cesar melihat rumput-rumput mahal yang sengaja ia pasang di halaman berubah menghitam berkat ulah Cleon. "Aku tidak sengaja bermain dengan ini," sahut Cleon seraya melemparkan sebuah granat kecil menuju wajah Cesar. Semua orang yang terkejut berlari tak tentu arah. Hingga lagi-lagi ledakan besar terjadi. "Astaga! Cesar, kau baik-baik sajaaa?" tanya Cleon dengan gaya perempuan. Entah apa yang baru saja merasuki adiknya, sepertinya d
Masih dengan bibir yang maju beberapa sentimeter, Anastazja terus menerus bergumam pelan, menyuarakan perasaan jengkelnya atas sikap Helio sebelumnya. Kini mereka berdua memang duduk saling berhadapan meski mereka menghindari itu. Mata dan tubuh mereka sengaja tidak mereka hadapkan satu sama lain. Meskipun begitu, sepuluh menit yang lalu, mereka bertengkar hebat. Helio yang tiba-tiba masuk sambil menodongkan tongkat dengan ujung runcing ke hadapan Anastazja, membuat gadis itu terdiam beberapa saat. Namun, setelahnya ia menjerit keras, lalu mengambil penggorengan—senjata yang ada di dekatnya—untuk bersiap memukuli Helio. Helio yang juga terkejut, meminta Anastazja untuk tenang, tetapi ia tidak mau mendengar. Ia lalu memukuli Helio dengan pantat penggorengan, lalu berteriak menuduh Helio adalah seorang perampok. Yang benar saja! Mana ada sese
"Sudah kubilang, aku tidak pernah melihat kalungmu!" Teriakan Anastazja membuat Helio benar-benar tidak bisa menahan emosinya. Ia menjambak rambut Anastazja dengan kesal sambil berteriak memaksa Anastazja memberitahu di mana kalungnya. Teriakan Helio yang sangat kasar, ditambah menahan sakit akibat rambutnya dijambak oleh Helio, Anastazja meringis. Apa yang dipikirkannya sejak tadi ternyata tidak sesuai dengan harapannya. Tangannya yang lebih kecil mencengkeran pergelangan Helio. Meminta Helio melepaskan rambutnya. Namun , Helio bagai orang yang kerasukan. Ia tidak mendengar permintaan Anastazja dan semakin kencang menjambak rambut merah itu. Beberapa bahkan sudah rontok ke lantai. "Lepaskan aku! LEPASKAN!!!" lengkingan suara Anastazja memenuhi pondok kayu. Cukup berhasil memang membuat Helio terdiam seketika. Aka