Share

Chapter 5

Setelah hampir empat jam menunggu di depan ruang operasi. Akhirnya lampu yang menyala di atas ruang operasi itu padam.

Amanda dan Dimas, bahkan kedua asisten rumah tangga mereka segera menghampiri dokter yang keluar dari ruangan operasi tersebut dengan perasaan yang khawatir bercampur cemas.

"Bagaimana ibu saya dok?" tanya Dimas yang wajahnya benar-benar terlihat lelah, sembab dan tidak segar sama sekali.

Amanda juga sangat berharap dokter itu mengatakan sesuatu yang baik tentang ibunya.

"Operasinya berhasil..."

Amanda dan Dimas, pak Sarip juga bi Inem langsung terlihat menghela nafas lega. Amanda bahkan memejamkan matanya dan memegang dadanya karena merasa seperti salah satu beban berat di dadanya yang membuat dia tidak bisa bernafas dengan bebas itu terlepas. Meski tidak semuanya hilang, dia merasa beban itu berkurang.

"Alhamdulillah" ucap syukur pak Sarip dan bi Inem.

"Pasien sudah melewati masa kritis. Dan sekarang kondisinya sudah lebih baik. Akan tetapi harus tetap di tempatkan di ruang observasi sampai besok pagi. Setelah itu baru akan di pindahkan ke ruang perawatan, saat itu baru pasien boleh di jenguk. Saya permisi dulu" kata dokter itu cukup jelas.

Dimas tampak sangat lega, sekali lagi dia memeluk Amanda.

Pak Sarip dan bi Inem terlihat menghampiri kedua anak majikan mereka itu.

"Non, tuan muda. Sudah sangat malam, dan Nyonya juga baru bisa di tengok besok. Bagaimana kalau malam ini, tuan muda dan nona menginap di rumah kami. Rumah kami memang tidak besar, tapi tuan dan nona..."

Amanda memeluk Bi Inem, dia tidak tahu harus mengatakan apa pada kedua orang yang sudah bekerja di rumah mereka selama puluhan tahun, bahkan seumuran Amanda. Kebaikan mereka membuat Amanda tidak bisa mengatakan apapun selain memeluk Bi Inem.

"Terimakasih banyak bi" kata Amanda memeluk Bi Inem.

Amanda dan Dimas tinggal di ruang bi Inem dan pak Sarip. Karena mereka tidak punya tempat tinggal. Semua barang-barang mereka juga masih ada di rumah lama mereka yang di gembok oleh paman mereka.

Di rumah pak Sarip, bahkan Amanda dan Dimas harus berganti pakaian dengan pakaian milik kedua orang itu. Mereka makan malam bersama, dengan menu seadanya, hingga harus tidur di kamar yang sangat sempit. Hanya muat satu buah kasur dan satu rak saja.

Amanda dan Dimas tak bisa memejamkan matanya. Banyak pikiran di kepala mereka. Dimas bahkan sejak tadi memandangi ponselnya yang dayanya bahkan tinggal 15 persen saja.

"Aku akan meminjam charger pak Sarip.."

Baru Dimas akan bangun, Amanda menahan tangan Dimas.

"Sudah malam mas, pak Sarip dan bi Inem pasti sudah Istirahat. Dan mereka tidak akan punya charger untuk ponselmu itu mas" kata Amanda.

Dimas terduduk lesu. Ponselnya itu memang tidak bisa pakai charger biasa.

"Aku benar-benar tidak punya apapun, ini benar-benar..."

Amanda mengusap lengan kakaknya perlahan.

"Aku akan belikan charger itu besok. Tolong jaga ibu ya mas, aku harus bekerja besok. Dan ini, aku masih punya sedikit uang" kata Amanda menyerahkan semua uang yang ada di dompetnya pada Dimas.

Dimas memandang uang yang ada di tangan adiknya.

"Semua rekening kita di bekukan, padahal tidak semua uang itu adalah uang kakek kan? paman Rangga benar-benar kejam. Apa dia tidak ingat saat dia kesulitan siapa yang ada untuk membantunya" Dimas terlihat sangat emosi.

"Sudahlah mas, mau bagaimana lagi? uang memang bisa membutakan seseorang"

"Tapi kamu jadi yang harus susah payah kerja. Seandainya aku juga bekerja di tempat lain, dan bukan perusahaan ayah, mungkin aku masih bisa..."

"Tidak masalah mas, nanti setelah ibu sembuh. Mas Dimas juga bisa cari kerja lagi. Mas Dimas punya latar belakang pendidikan yang baik. Pengalaman kerja juga bagus kan. Pasti tidak akan masalah" kata Amanda menyemangati kakaknya.

Padahal Amanda yakin sekali, kalau setelah ini kehidupan mereka tidak akan mudah. Menjadi anak-anak dari seseorang yang di tuduh melenyapkan seseorang pasti akan sangat sulit bagi mereka mendapatkan pekerjaan.

"Lalu bagaimana dengan ayah, Manda?" tanya Dimas sedih.

"Aku akan coba mencari pengacara untuk ayah. Masih ada yang sisa penjualan mobil..." Amanda terpaksa berbohong pada kakaknya.

Dimas mengangguk paham, sebenarnya dia juga tidak bisa memikirkan apapun saat ini.

...

Amanda berangkat pagi-pagi sekali dari rumah pak Sarip. Dia harus pergi ke apartemen Samuel untuk memenuhi kontrak yang sudah dia tanda tangani.

Langkah Amanda sudah terlihat biasa. Ibunya sudah selamat, Samuel sudah memenuhi isi perjanjian itu, Amanda memang harus memenuhinya juga.

Amanda menekan bel apartemen itu. Dan seperti kemarin, pintu itu terbuka secara otomatis. Di dalam, Amanda sudah di sambut oleh dua orang MUA. Setelah mengenakan pakaian pengantin dan di rias, Amanda dan Samuel menikah. Tidak ada dokumentasi sama sekali, itu setahu Amanda.

Setelah semua itu selesai, semua orang pun pergi dari ruangan itu. Tidak ada buku nikah, hanya selembar kertas yang di tanda tangani oleh keduanya.

Amanda masih lengkap dengan gaun pengantin, dan riasannya saat dia di ajak oleh Samuel menuju ke sebuah kamar yang ada di apartemen itu.

Samuel membuka pintunya, dan tidak ada hiasan seperti kamar pengantin pada umumnya. Amanda tersenyum lirih dalam hati, kenapa dia berharap ada semua itu. Pernikahan ini bahkan mungkin hanya sebuah permainan bagi bosnya. Yang entah kenapa memilihnya menjadi simpanannya.

Amanda melangkah masuk ke dalam kamar itu saat Samuel sedikit melakukan dorongan di pinggang Amanda.

Samuel menutup kamar itu dan berjalan di depan Amanda. Samuel berbalik dan berhadapan dengan Amanda.

"Bagaimana perasaanmu menjadi istri simpananku?" tanya Samuel dengan nada datar.

Tapi nada datar itu membuat Amanda terkoyak harga dirinya. Amanda merasa seperti seorang wanita yang sudah tidak punya harga diri lagi. Menjadi istri simpanan, sungguh perkataan yang begitu tajam.

Amanda tidak bisa berkata apapun, meski sebenarnya hatinya menjerit. Tapi di memang tidak punya pilihan lain kemarin.

Samuel terlihat begitu angkuh, dia bahkan duduk di tepi tempat tidur dan terus menatap ke arah Amanda yang tidak berani mengangkat pandangan ataupun kepalanya sejak pertama masuk ke dalam kamar ini tadi.

"Kita sudah menikah bukan? sekarang aku bebas melihat apapun yang ingin aku lihat darimu kan? Kalau begitu buka semua pakaianmu dan jangan sisakan satu pun..."

Deg

***

To be continued...

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status