“Apa yang kamu butuhkan?” Tanya Dinara antara bingung, curiga dan khawatir karena Arka memberinya tatapan nakal. “Jangan aneh-aneh deh kamu, aku lagi mens loh.” Sambung Arka yang mengira kalau Arka akan mengajaknya untuk melakukan sesuatu yang tidak boleh mereka lakukan saat ini.“Kamu tuh dasar jorok otaknya. Aku kan gak ajak kamu untuk ‘itu’. Aku mau minta tolong sama kamu buat pijitin aku.” Arka tersenyum gemas dan mengejek Dinara seraya Arka menyentil pelan dahi Dinara. “Sini, ini semua badanku rasanya pegel.” Kali ini Arka berlalu naik ke atas ranjang dengan posisi terlungkup dan setelah Arka sudah dalam posisi siap, Arka segera memanggil Dinara yang terlihat bengong lagi dengan menatap tangannya.Dinara dengan senyum canggung dan langkah ragu ikut menyusul Arka untuk memijat tubuh Arka. Belum apa-apa dan Dinara baru saja memegang punggung Arka tapi Arka yang memang sangat lelah hari ini dengan segudang kesibukannya tanpa sadar segera tertidur.Dinara berhenti setelah Arka tidak
“Clarisa, kenapa leher ini? Apa kamu sedang alergi atau apa? Dan leher kamu ini, kenapa kamu tutup pakai fondation tebal?” Dinara yang curiga pada Clarisa segera bertanya pada Clarisa tentang tanda merah itu sedang Clarisa yang ditanyai malah terlonjak kaget dan berbalik menatap Dinara. “Oh, Bu Dinara, iya ini memar habis olahraga.” Clarisa berbohong pada Dinara dan untungnya Dinara langsung percaya. “Baiklah, ngomong-ngomong Clarisa, kamu coba belajar dekatin Pak Arka, kamu goda dia, pelan-pelan aja, biar kita mudah nanti jebaknya. Kalau bisa, kamu cari tau asetnya ada berapa banyak, apa aja dan dimana aja.” Dinara sedikit membungkuk dan berbisik pada Clarisa tanpa menoleh agar tidak ada orang lewat yang curiga. “Bagaimana caranya Bu? Kan Bu Nara juga tau kalau Pak Dimas selalu nempel sama Pak Arka. Kalau saya ketahuan, habislah saya, Bu.” Clarisa terlihat takut dan juga ragu.“Pinter dikit dong. Kamu kan kerja, sekretaris juga wajar kalau dekat sama bos. Masalah Pak Dimas gampang
Di rumah Clarisa.Hardiansyah dan Sandra sudah sampai di rumah Clarisa dan mereka terlihat sedang duduk berdua di ruang tamu untuk mengobrol seraya mereka menunggu Clarisa pulang dari kantor beberapa jam lagi. Hardiansyah tidak bisa pergi kemanapun saat ini karena Hardiansyah belum dapat mempercayai Sandra. Terpaksa Hardiansyah harus berdiam diri di rumah Clarisa seraya saling bertukar kabar dan mengirim pesan pada Clarisa sedang Sandra yang tidak punya ponsel dan merasa bosan lebih memilih untuk pergi ke ruangan yang memiliki tv.Tanpa meminta ijin lebih dulu, Sandra langsung saja menyalakan tv tersebut dan terkejut ketika tv tersebut menyala dan langsung menampilkan sebuah adegan panas di atas ranjang. Segera Sandra menoleh ke arah Hardiansyah yang juga terkejut karena mendengar suara aneh dari tv tersebut."Apa yang kamu lakukan?" Tanya Hardiansyah bingung namun netranya dan netra Sandra malah terkunci."Aku tidak tau. Aku bosan, mau nonton tv tapi malah tiba-tiba vidio ini muncul
Arka sudah pergi bekerja sedang Dinara masih asik berbaring di atas ranjang seraya memainkan ponselnya. Ponsel Dinara berbunyi ketika Dinara tengah menonton sebuah vidio edukasi bisnis dari ponselnya dan itu adalah sebuah pesan singkat.Dinara menutup sejenak vidio yang sedang ia tonton dan beralih membaca pesan singkat yang ia terima dari Clarisa tersebut."Bu Nara, kalau bisa ajak Pak Arka ke rumah sakit. Kita harus dapatkan sample spermanya untuk melanjutkan rencana kita. Tapi sebelum itu kita harus membawanya ke rumah sakit." Dinara menyerngitkan dahinya heran dengan pesan singkat Clarisa tersebut yang seolah mengaturnya. Dan Dinara juga bingung kenapa mereka harus mendapatkan cairan itu. Itu cukup menjijikkan dan juga memalukan.Bagaimana cara Dinara mengajak Arka ke rumah sakit dan mendapatkan cairan itu? Arka pasti curiga. Tapi, Clarisa ada benarnya juga. Mereka harus mempersiapkan semuanya bersamaan dengan pergerakan Dinara untuk merebut aset Arka.Tanpa Dinara ketahui bahwa
Dinara menunjukkan botol obat yang obatnya biasa Dinara konsumsi pada Arka dan Dinara segera meminum obat tersebut di hadapan Arka dengan tergesa-gesanya sedang Arka hanya diam memperhatikan Dinara.Arka tentu kesal dan juga sedih melihat usaha Dinara yang tidak ingin memiliki anak lagi dengan Arka dengan alasan Dinara tidak siap menderita rasa sakit lagi. Benar jika Arka egois jika Arka memaksa Dinara, tapi ini adalah satu-satunya cara yang Arka punya dan bisa dilakukan untuk menahan Dinara agar tetap berada di sisinya karena Arka tahu, Dinara tidak akan mudah menyerah begitu saja.Sampai saat ini Arka masih belum tahu kalau Sandra sudah keluar dari rumah sakit jiwa. Sama halnya dengan Dimas yang sibuk dengan urusan kantor Arka. "Sayang, kayaknya aku udahan deh minum obat sama vitamin ini. Bosen aku, mending aku ambil suntikan aja deh ya." Dinara mencoba mengakali Arka untuk mendapat suntik kb dengan dalih suntik vitamin."Sayang, aku tau mungkin kamu kesakitan saat kamu hamil dan
"lepaskan aku dulu, aku akan jawab nanti." Pinta Dinara lelah."Jawab saja sekarang karena kepercayaanku padamu telah hilang. Jadi aku tidak bisa percaya kamu. Sebenarnya kamu tidak punya pilihan, tapi karena aku baik, jadi aku akan memberi kamu waktu untuk berpikir. Aku tidak tau kenapa kamu bisa sebodoh ini untuk menyusun sebuah rencana dan menargetkanku." Arka berbaring di sebelah Dinara namun Arka masih memeluk posesif Dinara."Kamu terlalu banyak berbaur dengan orang-orang bodoh itu. Jadi kamu ikut bodoh." Sambung Arka lagi mengejek Dinara yang terlihat semakin kesal."Mereka bodoh, tapi tidak segila dan searogan kamu. Aku memilih untuk berbaur dengan mereka dari pada kamu. Aku sudah berpikir dan putuskan, demi kebaikan dan kenyamanan bersama, lebih baik kita bercerai saja. Aku akan kembalikan semua saham dan aset kamu." Padahal awalnya Dinara tadi ingin menyetujui ajakan Arka untuk membuat kesepakatan, tapi karena Dinara kesal dengan ucapan Arka, akhirnya Dinara menentang Arka l
Dinara tertidur di meja makan namun tidak ada satu orang pun yang berani membangunkan Dinara. Sampai Arka pulang dan melihat Dinara tertidur di meja makan.Arka menghela nafas dan tersenyum menatap Dinara seraya menggelengkan kepalanya gemas melihat tingkah lucu dan menggemaskan Dinara. Tanpa bicara apapun, Arka segera mengangkat tubuh Dinara perlahan karena Dinara masih dalam posisi duduk namun kepala dan tangan Dinara bertumpu pada meja. Tapi tetap saja, Dinara terbangun terkejut hingga tersentak ketika tubuhnya diangkat oleh Arka. Tapi Dinara hanya bisa mengalungkan tangannya dengan cepat pada leher Arka. "Hmmm, aku bisa jalan sendiri." Gumam Dinara dengan mata tertutup dan kepala yang sengaja Dinara letakkan di atas dada bidang Arka membuat Arka semakin tersenyum lebar melupakan masalah yang beberapa saat lalu itu terjadi. Ketika Arka dan Dinara sudah sampai di dalam kamar mereka, dengan perlahan Arka merebahkan tubuh Dinara ke atas ranjang sedang Dinara diam dan pasrah.Dinar
2 bulan kemudian.Setelah 2 bulan yang lalu, Clarisa menghilang tanpa jejak bahkan sebelum Arka memecat Clarisa. Tak terasa ternyata waktu berjalan dengan begitu cepat.Hubungan Arka dengan keluarga Dinara kian membaik karena kesabaran Arka dan juga usaha Arka untuk meminta maaf dan mendekati mereka. Di samping itu, Dinara juga mulai bersedia membuka hatinya dan menerima Arka. Hari-hari bahagia dan menenangkan mereka lalui bersama. Di ruangan Arka.Dinara tengah sibuk menghitung jadwal menstruasinya yang terlambat sudah hampir 1 bulan itu dengan wajah serius, masam dan juga bingung.Dinara menghela nafas panjang dan berpikir apakah dirinya sedang hamil atau apakah dirinya ada gangguan pada rahim.Dinara menatap ke arah Arka yang sibuk dengan berkas-berkas yang ada di mejanya dan Dinara pun menghampiri Arka yang seketika itu menatapnya dengan penuh perhatian."Ada apa, Sayang? Kenapa manyun gitu? Hmm?" Tanya Arka sedikit melonggarkan kursinya dan mempersiapkan pahanya untuk memangku