Dinara melirik sekilas Arka dan berpikir seraya mengalihkan wajahnya lagi sedang Arka perlahan semakin berjalan mendekati Dinara dan duduk di samping Dinara membuat aroma sabun dan tubuh Arka semakin menyeruak di hidung Dinara membuat Dinara tidak tenang dan sulit mengendalikan diri untuk tidak memeluk Arka."Oke." Singkat Dinara bangkit dan berlalu masuk ke dalam kamar mandi. Dinara mencoba untuk membuat aroma yang sama dengan yang ada pada Arka sekarang ini. Arka tersenyum menatap Dinara masuk ke dalam kamar mandi seraya menggelengkan kepalanya."Kamu sudah banyak berubah, Sayang. Sikap, karakter dan prilaku kamu tidak menunjukkan lagi bahwa kamu pernah menjadi Dinara, sekretarisku. Sekarang kamu adalah istriku. Dan aku sangat mencintai kamu yang sekarang ini. Mungkin aku akan gila jika kamu pergi lagi dan aku tidak bisa menemukan kamu." Pikir Arka melamun.Arka segera memakai pakaiannya dan menyiapkan cemilan berupa potongan buah untuk Dinara karena belakangan ini Dinara menyukai
Hari berjalan begitu cepat. Perut buncit Dinara mulai terlihat mengembang membentuk setengah bola namun tidak merusak bentuk tubuh indah Dinara. Malah Dinara semakin terlihat sexi.Seiring berjalannya waktu juga membuat perasaan Arka pada Dinara semakin besar. Syukurnya rasa itu mendapat balasan dari Dinara yang juga mulai menunjukkan rasa cintanya.Kehidupan kedua manusia ini baik-baik saja sampai Sandra muncul dengan berkas keterangan hamilnya."Arka, kamu harus tanggungjawab. Aku hamil," ujar Sandra tidak menunjukkan tanda-tanda kalau Sandra pernah dirawat di rumah sakit jiwa. Sebenarnya bukan dirawat, tadi dikurung.Hal ini membuat Arka terkejut tak percaya dan segera menatap wajah Dinara yang malah terlihat sangat tenang. Jujur saja, Arka takut dalam sikap tenang Dinara, di dalam hati Dinara sebenarnya kacau terbakar."Oh ya? Berapa bulan?" Tanya Dinara dengan sangat tenang. "3 minggu. Ini surat keterangan dari dokter. Cek saja kalau tidak percaya." Sandra menantang."Kamu hamil
Pranggg!Suara ponsel Arka yang menabrak lantai terdengar nyaring namun Arka tidak bisa berkata apa-apa dan melakukan apapun. Arka hanya bisa diam melongo melihat bagian ponselnya terpisah begitu saja di atas lantai.Sedang Dinara diam menatap Arka dan menunggu reaksi Arka apakah Arka akan marah padanya atau tidak karena kali ini Dinara cukup keterlaluan.Sungguh tak terduga, Arka tidak marah sama sekali pada Dinara dan malah menyuruh Dinara mundur karena Arka akan membersihkan bekas pecahan ponselnya agar tidak mengenai kaki Dinara."Sayang, mundurlah. Aku akan bersihkan pecahan ini. Jangan sampai pecahan ponselku ini mengenai kakimu dan membuatmu terluka." Arka benar-benar tulus dan sangat lembut membuat Dinara bersedih dan menyesali perbuatannya barusan.Dinara mulai menangis menatap Arka yang kini berjongkok di depannya untuk membersihkan bekas pecahan. "Maaf, Sayang. Aku..." "Sudah, tidak apa-apa. Jangan nangis, oke?" Dengan cepat Arka bangkit memeluk Dinara dan menyandarkan ke
Setibanya di rumah sakit. Hardiansyah dengan cepat segera menggendong Raisa masuk ke dalam rumah sakit dan menuju ruang UGD diikuti oleh para perawat yang siap siaga ketika melihat Hardiansyah."Bapak dan ibu harap tunggu di luar saja ya. Saya akan segera memanggil dokter." Perawatan tersebut meminta agar Hardiansyah dan Sandra keluar dari ruangan ketika Raisa sudah berada di atas ranjang.Hardiansyah dan Sandra menurut. Mereka segera keluar bersama dengan perawat yang akan pergi memanggil dokter tersebut. "Hufttt, menyusahkan saja. Kenapa sih gak dari dulu aja kita lenyap kan dia? Ini juga gara-gara kamu ya." Keluh Sandra pada Hardiansyah.Sedang Hardiansyah yang lelah juga khawatir pada Raisa memilih untuk diam dari pada harus menjawab Sandra yang selalu memarahinya. Apalagi saat ini wanita gila itu sedang mengandung anaknya.Tak lama, dokter datang bersama perawat yang memanggilnya. Hardiansyah hanya bisa berdoa kali ini agar Raisa baik-baik saja.Beberapa waktu kemudian, pintu ru
"Iri denganku? Hah, apa yang bisa dia iri kan dari aku? Aku penyakitan gini, selalu nyusahin orang," jawab Raisa terkekeh mengasihani dirinya sendiri."Huss, Sayang.. Jangan ngomong gitu ah, aku gak suka. Kamu itu gak nyusahin aku kok." Dengan cepat Hardiansyah yang peka dengan perkataan Raisa memeluknya hangat membuat Raisa tersenyum menyeringai."Kalau gitu, aku boleh gak, minta kamu jangan terlalu dekat dengannya dan jangan sering bertemu dengannya? Jujur saja, aku cemburu." Raisa melancarkan rencananya dengan sangat baik."Aku tau, dia temanmu, mungkin kalian juga lebih dulu kenal dari kamu kenal aku. Tapi Sayang, aku kan wanita kamu." Sambungnya lagi sebelum Hardiansyah menjawab.Sedang Hardiansyah entah kenapa menjadi degdegan setelah perlakuan dan ucapan Raisa ini. Hardiansyah diam menatap Raisa seraya menelan ludah kasar. Hardiansyah sadar perasaannya kian berubah karena kehadiran Raisa. Tujuannya bisa goyah. Di sisi lain, Hardiansyah juga tidak bisa berhenti dari perjalanann
Drtttt... Drtttt ...Hardiansyah menyadari merasakan ponselnya bergetar dari bawah bantalnya, namun karena Hardiansyah sangat mengantuk akhirnya Hardiansyah memilih untuk mengabaikan ponselnya. Pasalnya Hardiansyah baru saja berhasil terlelap setelah mengalami beberapa drama singkat.Sedang di ujung dunia lain, Sandra terlihat sangat kesal karena panggilannya tidak dijawab oleh Hardiansyah."Kenapa dia tidak menjawab telepon ku? Biasanya dia selalu menjawab dengan cepat. Apa dia,-" Sandra mulai menduga-duga."Tidak, ini tidak bisa terjadi. Enak saja dia." Sandra mengomel seraya terus berusaha menghubungi Hardiansyah. Namun baru sekali deringan, panggilan Sandra ditolak. Membuatnya sakit hati dan bertambah kesal hingga Sandra melempar ponselnya ke atas lantai."Sialan!" Makinya tidak senang.Sedang di tempat lain, Hardiansyah merasa terganggu dengan getaran ponselnya yang juga membuat Raisa terbangun. Malas dengan drama mereka, Hardiansyah akhirnya menolak panggilan Sandra dan segera
"Aku seperti mengenal wanita itu. Aku merasa familiar dengannya," jawab Raisa jujur."Baiklah. Sekarang fokus sama kesehatan kamu dulu ya. Dokter dan perawat uda siap. Kamu juga bersiaplah," ujar Hardiansyah memberi arahan pada Raisa.Raisa menurut dan proses pemeriksaan segera berjalan. Hardiansyah diam berdiri memperhatikan Raisa di samping dokter yang memeriksanya menggunakan alat medis yang cukup canggih.Dari layar monitor, terlihat bentuk tengkorak kepala Raisa dan Hardiansyah yang tidak mengerti apapun hanya diam saja melihat dokter membuat catatan di bukunya sambil melihat monitor tersebut.Setelah beberapa saat, pemeriksaan selesai. Hardiansyah dan Raisa diminta menunggu di ruang tunggu sedang dokter membuat rincian dan menganalisa hasil pemeriksaan kepala Raisa."Sayang, aku pasti baik-baik aja kan?" Tanya Raisa pada Hardiansyah yang sejak tadi hanya diam saja memikirkan sesuatu."Aku berharap seperti itu, Sayang." Hardiansyah tersenyum memaksa. Waktu sudah menunjukkan puku
Sesampainya di rumah setelah berdiaman di dalam mobil. Dengan wajah murung Raisa masuk ke dalam rumah lalu langsung masuk ke dalam kamar dengan membantingnya.Raisa tidak ingin Hardiansyah masuk ke dalam kamar, oleh sebab itu Raisa mengunci pintu kamar. "Aku harus cari sesuatu yang bisa membantuku mengetahui siapa aku." Pikir Raisa membongkar isi kamarnya sedang Hardiansyah mencoba membuka pintu dengan membujuk Raisa. Tapi Raisa tidak mendengarnya sama sekali."Bagaimana ini bisa terjadi? Kalau begini terus, semuanya bisa berantakan." Pikir Hardiansyah menjambak rambutnya kesal."Untung aja Sandra datang di saat yang tepat. Setelah mengurus anak ini, aku akan segera menemui Sandra." Hardiansyah harus menyusun rencana ulang. "Baiklah, aku harus buat Raisa tidur dulu, aku akan kurung dia sebentar di rumah, lalu aku akan pergi menemui Sandra." Tidak ingin menggunakan cara kekerasan, Hardiansyah mencari kunci cadangan pintu kamarnya untuk membuka pintu. Hardiansyah punya beberapa, jad