Carla mengetahui satu hal, Savian telah membohonginya. Carla ingat dengan jelas bahwa hari itu Savian mengatakan bahwa hubungannya dengan Kristal hanya sebatas dosen dan mahasiswi. Tapi ternyata... Carla tertawa renyah untuk sedikit menutupi sesak yang merambat di dada. Ia kira selama ini ucapan Savian benar, tentang hal yang pria itu ucapkan kalau hanya dirinyalah yang dekat dengan Savian. Nyatanya, ada yang lebih dekat lagi.
Kristal Beverly. Carla mengetik nama tersebut di papan search sebuah sosial media. Deretan profil dengan nama Kristal Beverly muncul, Carla mengetuk satu nama di deretan paling atas. Benar, yang satu itu akun asli milik Kristal. Jemari Carla berseluncur melihat satu demi satu foto yang gadis berdarah campuran Amerika itu posting di akunnya. Pengikut akun Kristal bahkan lebih dari sepuluh ribu pengikut, dan Carla mengetahui satu hal lagi. Savian dan Kristal saling mengikuti. Carla menyeringai, Savian lebih pandai bersilat lidah dari y
Savian: Car, kamu masih di kampus? Savian mengusap layar ponselnya untuk bergulir kebawah, men-scroll puluhan pesannya yang sudah satu minggu ini tidak pernah Carla ladeni. Gadis itu hanya membacanya tanpa membalas. Dan nasib pesan yang Savian kirim satu jam lalu pun berakhir sama, hanya di baca saja. Hembusan napas panjang keluar dari hidung bangir Savian. Pria itu menjatuhkan badannya pada sandaran kursi, menatap pintu ruangan dengan pandangan menerawang. Seketika ia kepikiran Carla. Sudah satu minggu hubungan mereka renggang dan tidak seintens sebelumnya. Di flat pun mereka jarang bertemu karena Savian biasa pulang larut malam dan pergi pagi-pagi. Anehnya, kenapa pesannya pun ikut di abaikan oleh Carla seakan gadis itu sedang membentang jarak dengannya? Aneh, Carla seperti sedang menghindarinya. Savian menepuk jidat, lalu menggeram. Kenapa ia baru menyadarinya perubahan Carla sekarang?
Selama dua tahun berteman, baru kali ini Alvero mendengar Carla bercerita tentang pria yang berhasil mengambil peran dalam hidupnya. Alvero terkejut, jelas. Siapa yang tidak kaget jika seorang gadis tak terjamah itu akhirnya merasakan jatuh cinta dengan lawan jenis. Tapi jika teringat trauma yang Carla miliki, Alvero merasa senang karena artinya Carla sudah mulai membuka diri dan tidak terpaku pada masa lalu. Namun tidak menutup kemungkinan jika ia juga merasa sakit hati. Setiap kata yang keluar dari bibir Carla seperti sayatan benda tajam yang melukai ulu hatinya.Carla mengatakan pria itu baru beberapa bulan menjalin pendekatan dengannya. Dan sialnya berhasil mendapatkan tempat spesial di hati Carla. Alvero meringis, apa kabar dengan dirinya yang berjuang selama dua tahun ini?"Dia bilang mau jadikan aku sebagai cadangan. Ck!"Siapa lagi yang Carla bicarakan kalau bukan Savian? Sejak mendengar pemb
Savian berdecak, melempar kesal ponselnya ke atas sofa. Matanya yang menyipit tajam itu kembali melirik ke jam Eiger yang melingkar di pergelangan tangan kokohnya. Jam 11 malam, dan Carla belum juga pulang. Kali ini Carla keterlaluan. Savian bangkit dari duduknya, tubuhnya yang menjulang tinggi berjalan mondar-mandir bak setrikaan di depan pintu utama. Ia risau dan tidak tenang memikirkan apa yang Carla lakukan di luar flat hingga larut malam begini? Ponsel Carla tidak aktif. Jika di hitung, mungkin hampir 50 kali Savian menelepon gadis itu. Sialnya, Carla seperti sengaja tidak mengaktifkan ponsel. Savian menggeram. Merasa tidak tahan ia hanya berdiam diri di temani kecemasan seperti ini. Dengan tak sabaran Savian melangkah masuk
Jam 8 pagi, Carla keluar dari kamar dengan wajah mengantuknya. Ya, ini memang sudah pagi, tapi cewek itu belum tidur sama sekali. Malam panjangnya ia habiskan dengan mendengarkan musik melalui earphone sambil memandang langit malam di jendela. Carla suka menghabiskan tengah malamnya dengan cara seperti itu, tenang dan sepi. Apa lagi sekarang hari libur, jadi Carla bisa tidur setelah ini sampai sore nanti. Mata Carla melebar, mulutnya yang menguap seketika terkantup saat membuka pintu kamarnya dan mendapati Savian yang duduk menegak di sofa ruang tengah. Wajah pria matang itu terlihat mengantuk dan butuh tidur. Mendengar suara decitan pintu yang terbuka, Savian praktis menoleh. Senyumnya mengembang melihat Carla yang di tunggu-tunggu akhirnya keluar dari kamar. Savian bahkan sampai tidak tidur hanya untuk menunggu Carla keluar dari kamarnya. Savian berdiri, mengangkat tangannya menyapa Carla, "Pagi, Carla!" terdengar antusiasme. Tapi, Carla t
Lupakan rasa cemburunya. Dengan wajah cemberut Savian mengoleskan nutella ke atas selembar roti yang baru saja keluar dari alat pemanggang roti. Masih hangat dan sudah pasti kreyes, kesukaan Carla sekali.Savian gagal menginterogasi Carla karena gadis itu malah mengamuk sebab Savian melahap habis roti bakar miliknya. Itulah mengapa saat ini Savian sibuk bergelut dengan alat pemanggang roti dan selai coklat hazelnut kegemeran Carla."Jangan cemberut lagi, kan sudah saya bikinin nih roti bakarnya." ujar Savian merayu, ia meletakan roti buatannya ke hadapan Carla, tentu saja dengan beralaskan piring.Carla menyesap kopinya lebih dulu sebelum mengunyah roti buatan Savian. Carla makan dengan tenang, tidak sambil bicara dan menatap lurus ke depan, berbeda dengan Savian yang tidak bisa berpaling dari wajah Carla barang sedetik pun. Sebenarnya Carla sadar dan risih, tapi dia memilih diam tak menggubris Savian.Kal
Plak!!!Pertanyaan kurang ajar Savian dapat hadiah tamparan dari Carla. Setelah menciumnya dengan rakus seperti tadi, Savian malah bertanya apa ingin di lanjutkan?Carla beneran tidak habis pikir!"Nih, lanjutin sama panci!" ujar Carla kesal, lantas ia mengambil panci yang menggantung di dekatnya, lalu menaruhnya di kepala Savian.Carla hilang dari pandangan usai Savian melepaskan panci yang menutupi wajah tampannya iitu Bukannya mikir, Savian malah erkekeh melihat bagaimana menggemaskannya mimik wajah Carla ketika kesal. Padahal kalau Carla memberi izin, Savian bisa membuat gadis itu merasakan sensasi yang lebih nikmat dari sebelumnya.Savian mengusap sisi bibirnya, jejak ciuman mereka masih membekas di sana. Bibir Savian menyeringai, menatap pintu kamar Carla dengan pandangan menilai.Penolakan dari Carla semakin membuat Savian merasa tertantang. Lihat saja sampai kapan
"Pak Savian!" Langkah Savian yang sedang menuntun Carla ke parkiran kampus terhenti, secara kompak Savian dan Carla menoleh ke sumber suara. Mendapati Kristal yang menghampiri mereka seraya membawa lembaran kertas yang di gulung di genggamannya. Carla menelan ludah, tertampar dengan visual Kristal yang badas abis hari ini. Celana jeans ketat yang mencetak jelas kaki jenjangnya dipadukan dengan kemeja biru polos yang di masukan ke dalam celana, tak lupa dua kancing teratasnya dibiarkan terbuka. Carla yang sesama jenis saja menelan ludah, apa lagi mahluk jantan yang melihatnya. "Kamu tunggu di mobil, ya." Savian kembali melanjutkan langkahnya sambil menuntun Carla. Tersisa lima langkah saja untuk sampai dimobil Jeep putih milik Savian yang terparkir di bawah rimbunnya pohon beringin. Tangan Savian membuka pintu mobil bagian penumpang, memerintah Carla untuk masuk dan duduk menunggu selagi ia berbicara em
Savian mengamati wajah Carla yang terlelap di sampingnya. Posisinya saat ini sedang duduk di tepi ranjang sembari mengusapi perut rata Carla yang terlelap di sebelah kanan. Tanpa sadar Savian tersenyum samar, Carla kalau pulas begini wajah menyebalkannya jadi hilang tergantikan raut teduh dan polos bagaikan bayi. Tangan Savian yang bergerak mengusap lembut perut rata Carla kini berhenti. Ia terdiam sejenak seakan sedang mempertimbangkan sesuatu. Meski agak ragu, tapi Savian menundukkan kepalanya slow motion mengarah pada perut Carla. Cup. Kecupan manis bibir Savian jatuh tepat di atas perut Carla. Lembut dan dalam. Savian resapi mulusnya kulit perut Carla yang bersentuhan dengan bibirnya itu, sebelum akhirnya Savian mengangkat kepalanya lalu menarik kaus oversize yang Carla kenakan untuk menutupi seluruh perutnya. Savian beneran hanya mengusapi perut rata Carla, tidak merambat kemana-mana meskipun menahan tangannya untuk tidak geraya