"Minumlah hingga banyak, agar membuatnya cepat hilang dan kau tak terikat kembali dengan pria itu." Miko tersenum puas melihat Ririn meminum-minuman yang Vanya buat, yang mana sudah ia campur dengan bubuk magic yang akan membawanya kembali bersama dengan Ririn.
Ririn terus saja melirik ke arah jam, ia sangat takut jika Ares belum juga datang. Pria itu memang sudah berani membuatnya begitu cemas.
Hingga suara pintu rumahnya terbuka dan menampikan sosok yang ia sudah tunggu-tunggu. Sontak saja bibirnya tersenyum senang dan pasti hatinya sudah sangat lega, disaat Ares berjalan mendekati meja makan.
"Maaf, Om dan Aunty saya terlambat."
"Hanya terlambat sedikit saja. Duduklah nak, pasti kamu lelah habis kerja langsung datang kerumah ini," ucap Luna.
"Duduklah," perintah Fahri yang melihat Ares akhirnya datang juga, padahal ia sudah akan berburuk sangka jika pria itu tak juga
Ares terdiam saja seraya melihat kedua orang tua dari Ririn yang menunjukan wajah cemas dan khawatir tentang keadaan anaknya yang berada didalam ruang UGD.Luna mendekati yang berada didekat pintu ruang UGD. "Ares, Ririn dan bayinya akan baik-baik saja bukan?""Tentu saja," jawab Ares."Kenapa ini bisa terjadi?" kali ini Fahri, Ayah Ririn yang bertanya kepada Ares."Kita tunggu saja, apa yang akan dikatakan dokter," sahut Ares dengan raut wajah yang masih tenang sekali."Ares."Ares menoleh saat mendengar namanya disebutkan. Adik bodohnya itu yang memanggil namanya."Saya permisi dahulu," ucap ARes kepada kedua orang tua Ririn.Pandangan mata Ares berubah tajam menatap adiknya yang sudah dirinya tunggu kedatangannya itu."Ikutlah," kata Ares dengan suara yang tegas dan menakutkan.&nb
Vanya berada didalam kamarnya saja, mengurung dirinya sendiri. Setelah dirinya mendengar hal gila yang keluar dari mulut Miko. Membuat Vanya yang berniat ingin ke rumah sakit melihat adiknya itu, jadi mengurungkan niat.Mata Vanya melihat jam yang menunjukan pukul 12 malam hari. Bahkan Vanya sama sekali tak berani keluar dari kamarnya, disaat Mamahnya mengetuk pintu kamar miliknya disaat baru tiba dirumah. Bagaimana Vanya tak takut, jika ia mengetahui alasan dibalik Ririn yang jatuh pingsan. Oleh karena itu, Vanya mengurung diri saja didalam kamarnya.Waktu sudah berlalu dengan cepat, semenjak Mamahnya mengetuk pintu. Vanya melirik ke arah jam yang mengantung di dinding kamarnya. Vanya tak bisa tidur, pikirannya masih berkelana dengan apa yang terjadi.Ditambah dirinya yang baru mengetahui dari Ayahnya lewat pesan singkat, kalau Ririn mengalami keguguran dan alasan kenapa Ririn bisa keguguran. Vanya mengigit bibirnya, ia
Ares menghela nafasnya, akibat panggilan masuk dari pria tua yang mana adalah kakeknya. Sudah 8 menit berlalu dan kekek tua ini masih saja terus bicara akan banyak hal."Sudahlah, nanti saja bicara lagi." Ares seraya berjalan menuju ke arah kamar yang ditempati Ririn, karena ia mendengar suara berisik dari kamar itu.Huft."Baru ditinggal sebentar, sudah buat ulah saja." Ares mengelengkan kepalanya, saat melihat wanitanya itu menangis.Tanpa diberitahu juga, Ares sudah mengetahui siapa dibalik orang yang sudah membuat Ririn menangis di pagi buta seperti sekarang ini.Seharusnya Ares beri makan terlebih dahulu ke Ririn, baru wanita itu bisa nangis sejadi-jadinya. "Biang kerok," gerutu Ares."Ares, apa kau mendengar apa yang kakek katakan.""Bisa aku meminta bantuanmu." Ares disambungan telepon."Apa?"
Ririn tak bisa menghentikan Ares yang entah sejak kapan berubah menjadi mesum seperti ini. Ririn juga tak bisa berbohong, kalau dirinya entah kenapa sangat menginginka sentuhan Ares. Mungkin ini adalah hormon kehamilannya.Ares menyentuh leher Ririn dan menciumnya, tak lupa juga memberikan tanda kepemilikan di leher Ririn. Perlahan-lahan, telapak tangan besar milik Ares sudah mulai menjelajah tubuh Ririn. Berusaha membuka pakaian medis yang dikenakan oleh ibu dari anaknya ini."Ares, ini rumah sakit," ucap Ririn yang masih sadar dan ingat kalau ini rumah sakit dan sangat tak bagus, jika melakukan hal intim ditempat umum."Biarkan saja," jawab Ares yang sudah sangat ingin menyentuh Ririn yang semakin hari semakin hot, membuatnya terus menahan untuk tidak menyentuh wanita hamil ini."Eugh" leguh Ririn, akibat telapak tangan Ares yang menyentuh bukit kembar miliknya dengan tangannya tersebut.&nb
Pukul 8 malam. Ririn yang masih berada di rumah sakit. Padahal ia sudah meminta kepada Ares untuk membuat dirinya keluar dari tempat yang membosankan ini. Tapi sayang pria itu tak mendengar apa yang ia katakan. Hingga membuatnya masih berada di kamar Vvip ini. "Sangat membosankan," keluh Ririn ditambah dirinya harus memakan, masakan rumah sakit.Alasan Ririn bosan akibat dirinya sendiri di kamar Vvip yang diitempati dirinya ini. Kedua orang tuanya sudah kembali bersama dengan kakaknya tersebut, tadi sore hari. Sedangkan Ares yang seharusnya menemaninya, malah sedang mengangkat panggilan masuk, yang katanya tentang masalah pekerjaan. Jadilah Ririn sendiri di kamar besar rumah sakit ini, hanya ada televisi saja yang menemani kesendiran Ririn."Lama sekali sih," gumam Ririn dengan sorot matanya yang terus melirik ke arah pintu itu. Tapi orang yang ditunggu-tunggu, tak kunjung datang.Ririn suasana hatinya mulai tak mood, hi
"Jika itu tanda-tanda jatuh cinta seperti yang kamu katakan. Itu berarti debaran, rasa rindu dan rasa mengebu ingin memiliki. Mungkin itu sebuah tanda kalau aku mencitamu ibu dari anaknya," ucap Ares tepat ditelinga Ririn. Bibir Ririn tersenyum manis. Entah kenapa Ririn senang mendengar debarannya hatinya ini, saat Ares mengucapkan sebuah kata-kata manis. Sebuah debaran, dimana ia sudah faham akan isi hatinya. Ririn mengira debaran ini hanyalah karena sering melihat wajah tampan milik Ares. Tapi Ririn mengerti sekarang, kalau debaran ini karena perasaan cintanya tumbuh dan akan bermekar sebentar lagi. Ririn menatap Ares, bibirnya tersenyum. "Mari kita menikah, setelah semua ini selesai." Ares menatap wajah Ririn dalam-dalam, setelah indera pendengaran menangkap ucapan yang dikatakan oleh wanita yang sedang dirinya peluk dari belakang ini. Kali ini bibir Ares tersenyum, bukan senyuman tpis yang selalu diperlihatakan
Huft. Roy menghela nafasnya berkali-kali, saat melihat tingkah kakaknya sepupunya ini. Tingkah dimana Ares membuat kepalanya pusing. Semua itu akibat ulah Ririn yang merencanakan makan siang, setelah keluar dari rumah sakit. Sekarang kakaknya ini sedang uring-uringan di ruang kerjanya. Bahkan Ares terus saja melihat ponselnya. Bagaimana Ares tak uring-uringan di kantor, sebab Ririn melarangnya untuk ikut makan siang. Bahkan Ririn sampai mengancam tak ingin makan, jika Ares tetap mengikuti Ririn. Begini hasilnya, Ares yang gelisah dan pastinya cemburu karena Ririn hanya berduan saja dengan mantan pacarnya tersebut. Roy bahkan sampai berhenti mengetik di laptopnya, karena Ares yang terus saja mundar-mundir di hadapan dirinya dan membuatnya tak bisa menyelesaikan pekerjaanya ini. Padahal waktu sudah menunjukan pukul 1 siang hari dan laporan harus selesai pukul 5 sore hari. Seharusnya pekerjaan y
"Aku pergi dulu, sampai jumpa dan jangan untuk balas pesan dariku." Miko pergi setelah mengatakan hal tersebut kepada Ririn, tepat didepan rumahnya.Ririn hanya bisa menganggukan kepalanya saja sebagai jawaban dari Miko. Akhirnya Ririn bisa bernafas lega, karena bisa lepas dari Miko. Ririn masuk ke dalam rumahnya dengan raut wajah was-was, mengingat wajah Ares yang menatapnya dengan mata yang sulit diartikan. Sungguh melihat matanya saja sudah membuat tubuhnya merinding seketika.Ririn membuka pintu rumahnya dan melangkah memasuk ke dalam. Suasana rumahnya ini sudah sangat berubah, semenjak orangtuanya mengetahui hal tentang kakaknya dan Miko, yang menjalin hubungannya. Hingga membuat Vanya tertuduh yang menyebabkan dirinya mengalami hal ini.Ririn langsung saja menuju ke dalam kamarnya, tanpa menyapa kedua orang tuanya tersebut. Pasti kedua orang tuanya lagi tidur atau pergi. Entahlah Ririn tidak tau pastinya. Mak