Setelah lama di Paris, akhirnya Lea kembali ke tanah air. Bukan hanya dia, tetapi Haiden dan Ziea juga ikut pulang. Ada hal penting yang membuat Ziea harus kembali ke sini. Tentunya urusannya dengan keluarga suaminya. Lea sangat tak menyangka jika dia akan menikah dengan Haiden. Dia mengira jika rencana Haiden untuk menikahinya tersebut hanya ke-khilafan atau candaan Haiden ketika di Paris. Namun, kemarin Haiden datang ke rumah Tante dan Omnya, mengutarakan niatnya untuk memperistri Lea. Haiden sungguh serius, dan Lea sampai detik ini masih belum menyangka. Meskipun tanggal pernikahannya dengan Haiden belum di tentukan, tetapi setiap hari jantung Lea selalu berdebar kencang–gugup jika hari itu akan segera terlaksana. Bagi Lea-- ini seperti mimpi. Malamnya persis seperti malam lebaran, deg degan dan tak sabar pagi tiba. "Kenapa yah, Tante menyuruhku pulang?" monolog Lea, berjalan dengan santai dalam rumah om dan tantenya. "Akhirnya kamu pulang." Mendengar suara arogan tersebut, L
Setelah hari itu, orangtua Lea tiba-tiba meminta maaf padanya. Entah mereka sungguh meminta maaf atau tidak tetapi Lea memilih memaafkan. Dengan begitu dia lega sedikit dan bisa memikirkan masalah lain secara lebih fokus. Namun, semenjak meminta maaf padanya, adiknya–Arumika tinggal di rumah Tante dan Om mereka, dalam artian ikut tinggal dengan Lea. Sudah beberapa kali Arumika mencemarkan nama baik Lea di hadapan Haiden serta Ziea, tetapi Lea tak bisa mengusir adiknya tersebut dari rumah ini. Dia tak punya bukti dan Tantenya … setiap kali Lea mengatakan jika Arumika jahat padanya, tantenya bilang Arumika sudah berubah. Hanya saja, Lea yang masih belum menerima kebaikan Arumika. Benar sekali! Di depan Om dan Tantenya, Arumika bersikap lembut dan begitu baik. Pada akhirnya Lea memilih membiarkan Arumika dengan segala akting serta kebusukannya. Karena ada acara di kediaman Mahendra, Lea hari ini akan ke sana. Bukan Haiden yang mengundangnya, melainkan Ziea sendiri. Sejujurnya cukup s
Karena insiden yang cukup memalukan bagi Lea tersebut, Lea memutuskan untuk pura-pura ke toilet– memilih menangkan diri di sana, beberapa kali mencuci muka untuk menghilangkan rasa panas di pipinya. Namun tiba-tiba saja seseorang membuka pintu toilet, masuk begitu saja padahal Lea masih di dalam. "Kamu perempuan murahan dan tidak tahu diri yah," ucap seorang perempuan yang baru masuk ke toilet tersebut. Lea menoleh ke arah perempuan tersebut, menatapnya sinis lalu segera beranjak dari sana–memilih tak menanggapi Melodi.Namun, Melodi menahan pergelangan tangannya– menariknya untuk masuk kembali ke dalam toilet lalu segera menyipratkan air ke arah Lea. "Auh …," pekik Lea setengah marah dan kesal, "kamu apa-apaan sih?" kesalnya. "Keluar dengan pakaian basah seperti ini, siapa tahu Haiden dan bahkan sepupu laki-lakiku yang lainnya tergoda oleh penampilan basah kuyup mu, Bitch!" Melodi berdecis sinis kemudian segera beranjak keluar dari toilet tersebut. Niatnya memang hanya untuk me
"Aaa--" Lea berteriak namun buru-buru membekap mulut. Dia langsung meringsut ke sudut toilet, merapatkan kemeja pada tubuh sembari menatap pucat pias ke arah Haiden. "Bilang kalau Pak Haiden tidak melihat apapun!" paniknya, lalu buru-buru mengancing kemeja tersebut. Lebih cepat dia membungkus tubuhnya, lebih aman dia dari pria mesum ini. Ternyata oh ternyata! "Jika aku mencopot bramu, aku melihat semuanya," jawab Haiden santai, bersedekap sembari menyunggingkan smirk tipis ke arah Lea. Kini dia telah menghadap ke arah perempuan itu, memperhatikan Lea yang sedang mengancing kemeja secara terburu-buru dengan tatapan yang begitu intens. Pipi Lea memerah–sudah seperti tomat busuk. Dia mengerjab beberapa kali. Kalau dipikir-pikir Haiden tak mungkin se mesun itu. Namun, jika dipertimbangkan secara matang Haiden bahkan pernah hampir kelepasan–hampir merenggut kesuciannya sebab berkunjung dan kebetulan hujan tengah turun. "A--aku tidak peduli, yang penting serangan, Pak Haiden tolong ming
Lea akhirnya selamat dari kesalah pahaman Ziea padanya dan Haiden. Reigha menemukan mereka dengan mudah, sedikit marah sebab menganggap Haiden tidak sopan pada Ziea. Yah, sebab Haiden bertelanjang dada! Keduanya mengobrol lalu tiba-tiba Reigha mendadak satu jalur dengan Haiden, melarang Ziea untuk tak mengatakan apa-apa pada siapapun mengenai kejadian di toilet sebab itu bukan urusan Ziea dan dia. Untungnya Ziea sangat patuh pada suaminya, jadi Lea dan Haiden selamat dari bocah kematian bernama Ziea tersebut. "Ini pakaian Ziea, masih baru dan tak pernah dipakai olehnya. Gunakan ini supaya tak ada yang salah paham lagi," ucap Haiden pada Lea, menyerahkan sebuah pakaian baru untuk sang kekasih. Mereka berada di kamar Haiden, terpaksa sebab tempat inilah yang paling aman dari intaian siapapun. Lagipula kamarnya bersebelahan dengan kamar Ziea dan Reigha, sahabat sekaligus sepupu serta iparnya tersebut telah ia suruh berjaga di depan. "Iya, Pak." Lea meraih pakaian tersebut kemudian
Brak' Haiden membuka pintu mobil secara kuat, kemudian menarik kasar seseorang dari dalam mobil. "KELUAR!" marah Haiden, membentak perempuan tersebut secara kasar–tak peduli jika yang ia kasari tersebut adalah perempuan. Namanya Haiden Mahendra! Tempramental dan bisa meluapkan kemarahannya pada siapapun–kecuali pada adiknya! Sekarang, Haiden sangat marah karena Lea memilih pulang tanpa diantar olehnya, dan sekarang dia memanfaatkan kemarahannya tersebut pada Melodi–alasan calon istrinya memilih pergi. "Ha--Haiden … argk! Perutku sakit!" pekik Melodi yang sudah tergeletak jatuh di halaman, satu tangan menyangga tubuh dan satu lagi memegangi perut yang terasa kram dan sakit. Bukan penyakit parah, hanya alergi susu dan dia memang sengaja meminum susu supaya bisa cari perhatian pada Haiden. "Persetan!" maki Haiden, segera masuk dalam mobil kemudian buru-buru mengendari mobil–ngebut untuk menyusul Lea. "Haiden!!" teriak Melodi sekencang mungkin, akan tetapi sayang karena Haiden ta
Klik'Lampu menyala, bersamaan dengan mata Lea yang membelalak–menatap kaget pada sosok pria yang sekarang telah berada di pinggir ranjangnya. Menyadari pakaiannya yang kurang sopan, Lea buru-buru meraih bantal lalu menutupi bagian dada. Piyama yang Lea kenalan cukup seksi pada bagian atas, lengan berbentuk tali–membuat pundak Lea telanjang. "Pak Haiden ngapain ke sini?!" pekik Lea, setengah berbisik dan menggeram. Dia kesal pada pria ini karena kemunculannya membuat Lea merasa takut. Lea pikir siapa?! Tapi-- … hei, Lea sekarang jauh lebih takut. Haiden ada di kamarnya dan … ba--bagaimana bisa? "Kau tidak berbicara denganku ketika kuantar pulang," ucap Haiden santai, duduk lalu berakhir membaringkan diri di ranjang Lea. Lea kembali melototkan mata, kali ini tak menduga jika Haiden menjadikan itu alasan untuk bisa kemari. "Kita sudah bicara dan Pak Haiden sekarang juga pulang.""Aku datang dengan niat baik, Azalea. Kenapa kau mengusirku? Kau tidak suka bertemu denganku?" "Pak, ma
Benni yang telah berhasil mencongkel jendela kamar Lea seketika menyunggingkan senyuman penuh kemenangan. "Akhirnya, Lea ku yang cantik dan manis-- malam ini aku mendapatkanmu!" ucap Benni, merasa senang serta tak sabar untuk melaksanakan aksinya. Perlahan dia membuka jendela kamar lalu masuk secara hati-hati serta mengendap-endap. Beruntung kamar Lea minim pencahayaan, jadi dia bisa menyelinap dengan gampang. ***Krek'Mendengar bunyi jendela terbuka secara perlahan, mata Haiden yang sempat terpejam seketika kembali terbuka. Dia menoleh ke arah jendela dalam kamar, matanya bisa dikatakan tajam dalam kegelapan sehingga dia bisa melihat siluet seseorang yang tengah menyelinap masuk ke kamar calon istrinya ini. Alis Haiden menekuk tajam, seketika terpancing amarah–jelas itu siluet seorang laki-laki! Tak mungkin Lea mengundang pria dalam kamar, meskipun sedikit genit tetapi dia kenal betul dengan pribadi calon istrinya. Lea hanya genit diluar, aslinya Lea sangat menjaga diri dsn b