“J-Jo … ah.” Kaluna melentingkan tubuhnya sembari berjuang untuk mengambil napas disela-sela ciuman Jonathan.Kaluna bahkan kesulitan mengimbangi ciuman Jonathan yang membuat setiap inci bibirnya meraung meminta lebih, Kaluna bahkan merasakan rasa manis di ujung bibir Jonathan, rasa manis permen yang membuat dirinya ingin lebih banyak lagi meraup bibir Jonathan.Seolah paham apa yang diinginkan Kaluna, Jonathan memiringkan kepalanya dan meliukkan lidahnya lebih dalam lagi, mengabsen setiap inci mulut Kaluna dan beberapa kali menggerakkan lidahnya menyentuh langit-langit mulut Kaluna.Kaluna mengerang sambil mencengkeram kemeja Jonathan saat ia merasakan rasa menggelitik berbalut nikmat di mulutnya. Tanpa sadar ia menggerakkan pinggulnya sendiri menggesek pinggul Jonathan, napas Kaluna makin tercekat saat ia merasakan sesuatu yang keras di sana.“Jo … a-aku, aku bel—“ Kaluna lagi-lagi tidak bisa melanjutkan ucapannya karena Jonathan kembali memagutnya, bibirnya beberapa kali digigit da
Plak ….Kaluna tersentak saat ia merasakan pukulan di bokongnya, dengan kesal ia menatap Jonathan yang tersenyum tengil sedang menatapnya, “Jonathan! Sakit!”“Salah sendiri punya bokong mengundang,” kekeh Jonathan sambil membenamkan wajahnya di payudara Kaluna.“Aw … aw … Jonathan,” pekik Kaluna sambil menjambak rambut Jonathan hingga kepala lelaki itu menengadah, “sakit! Ngapain gigit sih? Udah awas ah, aku mau pakai baju cepet-cepet. Aku nggak mau ada karyawan lain yang lihat kita nggak pakai baju berduaan di sini,” ucap Kaluna sambil menarik lebih keras lagi rambut Jonathan karena lelaki itu berusaha untuk kembali membenamkan wajahnya di payudara Kaluna.“Sekali aja,” pinta Jonathan sambil menatap Kaluna dengan tatapan memohon. Entah kenapa melihat belahan dada Kaluna yang tersangga sempurna membuat dirinya ingin membenamkan wajahnya di sana. Empuk.“Nggak!” Kaluna membulatkan wajahnya sambil menekan payudaranya berusah menutupi agar Jonathan tidak mengejar-ngejar dirinya, “demen b
"Itu ....""Itu apa? Dijawab, Jo bukan diem aja," pinta Kaluna. Ia menatap manik mata Jonathan berharap menemukan jawaban di sana tapi, Jonathan seolah menolak untuk membalas tatapannya."Kamu nggak mau jawab karena bener atau salah?" ucap Kaluna sambil menarik tangan Jonathan meminta lelaki itu jujur, "Jo, ini hepatitis B loh! Kalau kamu nggak jujur aku bisa ketularan," paksa Kaluna sambil berusaha mengetuk sisi empati Jonathan agar lelaki itu mau mengaku. "Yang ... bisa kita obrolin di rumah? Ini udah malem dan takutnya nanti banyak karyawan yang datang, aku takut ada apa-apa," pinta Jonathan mencari seribu satu alasan agar membuat ia terhindar dari percakapan sialan ini. Dia benci membicarakan penyakitnya, ia tidak suka membicarakan kekurangannya yang terjadi akibat ketidakbertanggung jawaban orang lain. "Aku maunya diobrolin sekarang, kalau di rumah mau rumah siapa? Aku pulang ke rumah ibu bukan ke rumah kamu, aku bukan istri kamu. Aku cuman pacar kamu." Kaluna mengingatkan Jonat
"Mau diem sampai kapan?" tanya Kaluna sambil melirik Jonathan. Sepanjang jalan pulang kekasihnya itu hanya diam seribu bahasa, hanya suara lagu yang entah siapa penyanyinya mengalun dari audio mobil menemani perjalanan mereka berdua yang biasanya ditemani canda dan tawa."Hmm ...." Jonathan membelokkan stir mobilnya dan memaki saat melihat kemacetan di depan. Seingatnya ini sudah malam kenapa masih macet? Jakarta memang beda!"Jo," panggil Kaluna yang tidak suka hanya dijawab dengan gumaman, "jawab bukan hmm ... hmm ... hmm ... Tuhan nyiptain mulut buat dipakai ngomong bukan buat hmm, hmm, hmm doang," jawab Kaluna."Macet, sabtu yah?" tanya Jonathan pada dirinya sendiri karena ia yakin bukan pertanyaan itu yang ingin Kaluna dengar.Kaluna memutar bola matanya dengan kesal dan akhirnya menghempaskan punggungnya ke kursi mobil Jonathan sambil menyilangkan kedua tangannya di dada kesal, "Terserah!"Hening ....Jonathan berjuang untuk tidak melirik ke arah Kaluna karena bila ia sudah meli
Kaluna menatap layar ponselnya sambil berjongkok di bawah meja belajarnya. Napasnya memburu dan pikirannya sudah kacau semenjak ia menemukan obat yang jatuh dari tas Jonathan.Digigitinya kuku tangan miliknya dengan gemas hingga tak sadar sudah membuat luka di sana tapi, Kaluna terus menggigitnya. Bulir-bulit keringat tampak di kening dan sekujur tubuhnya padahal ac kamarnya sudah menyentuh angka enam belas derajat celsius. Wajah Kaluna terlihat pias, cemas dan pasrah bercampur menjadi satu.Untuk entah keberapa kalinya Kaluna membaca artikel yang pertama kali ia temukan di internet, matanya bergerak liar membaca kata demi kata yang tertulis di sana, dan kagetnya Kaluna sampai hapal tulisannya itu. "Acriptega botol 30 tablet." Kaluna menghentikan ucapannya sambil mengusap hidungnya pelan dan ia baru sadar kalau dari tadi ternyata dirinya menangis. Kaluna sangat kalut dan bingung menghadapi kenyataan yang ada, dia benar-benar tidak tahu harus apa dan memgadu ke mana."Me-meru-pa-merup
"Kaluna!" seru Emma yang kaget saat melihat Kaluna keluar dari kamarnya dalam keadaan yang acak-acakkan. Wajah putrinya itu terlihat pucat dan seperti orang yang akan menjelang ajal. Menyerikan."Kamu kenapa? Kamu sakit? Kamu kenapa?" tanya Emma panik sambil berlari ke arah Kaluna dan makin tersentak kaget saat melihat wajah Kaluna dari dekat ternyata lebih menyedihkan. Emma berani bertaruh kalau Kaluna semalaman menangis dan tidak tidur! Kenapa anaknya? "sumpah kamu kenapa?""Eh ... iya, kenapa?" tanya Kaluna yang dari tadi memikirikan mengenai HIV. Otaknya seolah terus memikirkan semua informasi yang baru saja ia dapatkan di internet selama semalam suntuk. Ia tidak fokus dan tidak menyadari apa yang terjadi disekitarnya."Kaluna kamu kenapa?" tanya Emma lagi makin khawatir, "kamu tidur nggak?" tanya Emma sambil menyentuh kening dan leher Kaluna untuk mencek suhu badan Kaluna. Emma kaget karena merasakan rasa panas di telapak tangannya, "astaga panas banget, kamu nggak usah kerja. Ud
"Kaluna woi ... Kaluna!" sentak Okhe sambil mengguncang badan Kaluna agar wanita itu sadar. "Hah ... apa? Gimana?" tanya Kaluna sambil menghentikan kegiatannya mengambil saus. Saat ini ia berdiri di pos garnis menggantikan Ibram, sedang pekerjaannya di ambil alih Jonathan. Sayup-sayup Kaluna mendengar teriakkan Jonathan meminta piring dan lain halnya."Lun, lo beneran nggak lagi sakit? Lo pucat dan dari tadi lo kerja kaya zombie! Lo ketinggalan nyawa di rumah atau gimana sih?" tanya Okhe sambil melirik ke arah Jonathan dan memindahkan tangan Kaluna yang ada di atas Sous Vide Pea ke arah Mushroom Sous, "di tangan kamu itu daging wagyu A5 yang udah diminta Chef Jonathan dari tadi, kalau kamu kasih bereng Sous Vide Pea, abis kamu dimaki sama Chef Jonathan." Kaluna menghela napas pelan sambil melihat ke arah tangannya dan mulai menyadari kesalahan fatal yang bisa membuat dirinya dimaki oleh Jonathan akibat ketidak fokusannya walaupun keadaannya saat ini dikarenakan Jonathan, tapi, Kalun
"Kamu jahat, Jo! Kamu jahat," jerit Kaluna sambil terus menangis histeris, sesekali ia mengguncang tubuh Jonathan hingga pria itu harus memeluknya lebih erat lagi.Kaluna terus mencengkeram-cengkeram sambil menarik-narik chef jaket Jonathan, tangisnya meledak beriringan dengan perasaan marahnya pada Jonathan yang sudah ia tahan semenjak tadi malam."Kamu bisa mikir nggak sih? Kamu otaknya disimpen di mana? Kamu kenapa nggak mau ngomong kamu sakit! Kenapa kamu jebak aku kaya gini! Kamu jahat sumpah!" sentak Kaluna sambil memukuli dada Jonathan sambil terus menjerit keras. Peduli setan ada orang yang mendengar teriakkannya ia nggak peduli, yang ia pedulikan saat ini ada penjelasan dari Jonathan kenapa lelaki itu begitu jahatnya pada dirinya hingga membuat ia terjebak dalam kebingungan apakah dia terjangkit penyakit HIV atau tidak."Yang ... aku udah coba buat jauhin kamu, sumpah demi apa pun juga aku berjuang buat abaiin kamu! Aku sampai berjuang buat benci sama kamu tapi, percuma nggak