Suara halilintar terdengar jelas di kuping Jonathan, ia dengan cekatan melajukan mobilnya membelah jalanan kota Jakarta untuk kembali pulang ke rumah setelah selesai semua pekerjaan dan urusannya di Palembang, bahkan ia sudah memulangkan kembali Fina ke rumahnya. Sepanjang perjalanan Jonathan tak henti-hentinya tersenyum bahagia, ia bahkan sudah membuat janji dengan Fina untuk pertemuan antara Wisnu, Emma dan Fina. Bahkan Jonatgan sudah menelepon Wisnu untuk mengingatkan kembali tentang pertemuan tersebut. Bahkan sangking terlalu bahagianya, Jonathan tidak merasa lelah sama sekali padahal tiga jam yang lalu ia baru saja turun dari pesawat yang memulangkan dirinya dari Palembang, untungnya dia selalu menitipkan mobilnya di Bandara sehingga ia bisa pulang dengan cepat tanpa perlu menunggu taksi online atau jemputan. Saat ia membelokkan mobilnya ke kiri untuk memasuki komplek perumahannya, ekor mata Jonathan menangkap sosok yang tak asing, seorang wanita sedang berjalan sendirian tanp
"Yang! Ayang!" teriak Jonathan di tengah guyuran hujan. Udara dingin sama sekali tidak Jonathan indahkan, ia terus berlari sambil memanggil Kaluna yang sudah berjalan di depannya. Untungnya suasana jalan sepi dan sudah masuk ke dalam jalan komplek hingga tidak banyak mobil yang berlalu lalang, mobil Jonathan pun tidak memacetkan walau Jonathan parkirkan di bahu jalan."Ayang!" teriak Jonathan lebih lantang lagi hingga seluruh urat di lehernya terlihat.Kaluna menghentikan langkahnya lalu berbalik melihat Jonathan, "Apa? Mau apa? Mau ajak aku pulang ke rumah Ibu, hah?" tanya Kaluna sambil memicingkan matanya berusaha untuk melihat sosok Jonathan yang tak terlihat jelas akibat derasnya air hujan.Saat Jonathan sadar kalau Kaluna sudah berdiri, dengan cepat Jonathan berlari mengejar Kaluna lalu kedua tangan Jonathan langsung memeluk Kaluna dan mengangkat tubuh Kaluna seperti mengangkat karung beras."Kamu mau apa? Turun nggak!" jerit Kaluna kaget karena tiba-tiba saja ia sudah ada di bah
Kaluna menyentuh air hangat yang sudah terisi penuh di dalam bathtub, setelah dirasa cukup suhunya, Kaluna langsung masuk ke dalam bathup untuk merendam tubuhnya yang sudah menggigil akibat berkelahi dengan Jonathan di tengah guyuran hujan.Rasa hangat dengan cepat menyelimuti setiap inci tubuh Kaluna dan entah bagaimana tapi, air hangat di dalam bathtub seolah memijatnya lalu mengguyurnya dengan rasa nyaman. Kaluna menyandarkan kepalanya ke sisi bathtub lalu memejamkan matanya. Menikmati sensasi rileks tanpa sadar kalau ada seseorang yang masuk ke dalam kamar mandi dan memperhatikan dirinya.“Kayanya bathtub itu cocok dipakai sama kamu, Yang.”“Hah?” Kaluna tersentak kaget lalu menoleh ke arah sumber suara dan mendapati Jonathan yang sedang membuka pakaiannya.Kaluna menelan ludahnya saat kedua matanya dimanjakan dengan pemandangan dari tubuh Jonathan. Entah karena pikirannya yang sangat rindu pada Jonathan atau memang gairahnya yang selalu terpicu setiap melihat pria itu membuka pak
"Ah ...." Kaluna melengguh saat ia kembali merasakan gerakan sensual dibagian bawah tubuhnya. Napasnya tersenggal saat gulungan kenikmatan menjerumuskan dirinya dalam hutan sensual yang dibuat dari gerakan erotis jemari Jonathan di ceruk kewanitaannya.Jonathan mengecupi leher Kaluna dan sesekali meliukkan lidahnya, memberikan jejak-jejak bukti kepemilikan di sana. Tangannya terus bergerak liar dibagian bawah tubuh Kaluna hingga membuat Kaluna menggelinjang dan mencengkeram bahu Jonathan sambil terus mendesah memanggil nama Jonathan."Jo ...," desah Kaluna sambil menengadahkan kepalanya dan memejamkan matanya karena merasakan rasa geli di bagian terkecil tubuhnya yang dibelai secara melingkar oleh jemari Jonathan. Rasa geli itu berujung nikmat dan menjalar ke seluruh tubuhnya hingga tanpa sadar Kaluna menekuk kuku-kuku kakinya dan melebarkan lebih lebar lagi kakinya agar Jonathan bisa lebih leluasa memujanya.Mata Jonathan membulat saat melihat tubub Kaluna yang bergerak naik dan turu
"Hmm ...." Kaluna tersenyum saat ia merasakan gerakan tangan Jonathan di perutnya, rasanya nikmat saat lengan Jonathan yang penuh dengan urat tangan itu membelai tubuhnya yang telanjang. "Mau apa?" bisik Kaluna sambil memutar tubuhnya dan menatap Jonathan, tangannya mengusap kening Jonathan yang terasa hangat di permukaan jemarinya."Mau kamu," bisik Jonathan pelan yang langsung mendapatkan tawa renyah di kupingnya, "aku serius, jangan ketawa. Aku nggak main-main Kaluna."Kaluna mengangguk sambil mengecup bibir Jonathan, "Aku tahu, kamu selalu serius kalau udah berurusan sama aku.""Karena kamu itu bukan buat dipermainkan dan aku nggak pernah main-main sama kamu," sahut Jonathan sambil menepuk bokong Kaluna pelan."Aw ... nakal, kamu," bisik Kaluna sambil kembali mengecup bibir Jonathan. "Jo, apa kita bisa menikah dengan ridho Ibu?" tanya Kaluna tiba-tiba. Jonathan tersenyum paham, benar apa yang ia pikirkan selama ini, mulut Kaluna mungkin dengan lantang mengungkapkan kemarahan pad
"Hah ...." Sekali lagi terdengar hembusan napas Emma di dalam dapur rumahnya yang entah kenapa terasa sangat besar dan lebih sepi semenjak Kaluna tidak pulang ke rumah. Sudah satu hari Kaluna tidak pulang, Emma sudah mencoba menghubungi Kaluna berkali-kali tapi, anak gadisnya itu seolah menghilang ditelan bumi. Ia bahkan menghubungi nomer Jonathan namun ia baru ingat kalau ia meminta Jonathan untuk mengganti nomer teleponnya hingga tidak mungkin Emma bisa menghubunginya lagi.Bahkan kemarin malam Emma mendatangi Moon restoran namun ia sama sekali tidak bisa menemukan Kaluna. Emma juga mendatangi kantor polisi untuk melaporkan dan meminta bantuan untuk menemukan Kaluna, namun, polisi meminta Emma menunggu apalagi saat ini Kaluna sudah berumur 25 tahun dan Kaluna juga bukan anak kecil lagi dan bukan dalam keadaan sakit ataupun tidak waras. Kaluna sehat walafiat dan juga sadar sepenuhnya, hingga polisi beranggapan ini hanya percekcokkan keluarga biasa.Polisi mencoba menenangkan Emma da
"Demi Kaluna?" Emma bingung untuk menjawab apa pada Wisnu karena jujur ia baru sadar kalau apa yang Wisnu katakan benar adanya. Selama ini ia takut Kaluna a, b, c, d padalah yang paling takut adalah dirinya sendiri."Kamu sendiri bingung, kan," ucap Wisnu sambil menepuk punggung tangan Emma. Ia berjuang untuk mempertahankan intonasi suaranya agar terdengar lembut di kuping Emma agar semua omongannya dapat mengetuk hati Emma dan membuat Emma mau berpikir lebih terbuka lagi mengenai masalah Kaluna dan Jonathan."Aku nggak bingung, aku lakuin itu semua demi Kaluna. Aku nggak mau dia ma—""Kamu atau Kaluna?" potong Wisnu. "Kaluna," ucap Emma pelan."Yakin?" tanya Wisnu.Emma terdiam sambil menghela napasnya, ia kemudia mulai tersadar kalau selama ini dirinya yang ketakutan memliki calon menantu seorang pengidap HIV, dan lagi dia juga takut mendengarkan omongan orang-orang terdekat dan sekitrnya kalau seandainnya mereka tahu kalau Jonathan mengidap penyakit HIV. "Kamu yakin ini demi Kalu
Emma melepaskan pelukannya dan mendorong tubuh Wisnu sambil berteriak, “Mas!”"De ... kalau kamu mau memberikan kehidupan yang lebih baik untuk Kaluna, tolong ... tolong izinkan dia memilih untuk hidupnya, tolong izinkan dia bertanggung jawab untuk kehidupannya," bisik Wisnu pelan, “kalau kamu seegois ini kamu sama saja dengan ayah kamu.”"Aku membebaskan dia, Mas, tapi, untuk masalah ini aku tidak mungkin rela ... ini terlalu beresiko, aku yakin kalau dia tetap bersama Jonathan dia akan salah jalan," bisik Emma seraya melepaskan pelukan Wisnu, “dan tolong jangan samakan aku dengan ayahku, Mas.”"Kamu yakin?" Wisnu mencoba menggenggam tangan Emma seerat mungkin walaupun Emma berusaha untuk menarik tangannya berkali-kali."Aku yakin, Mas." Emma akhirnya pasrah saat Wisnu menggenggam erat tangannya, “aku yakin karena aku paham dengan keputusan yang aku buat.”"Seyakin dan sepaham Ayahmu saat meminta kamu menikah dengan Pamungkas dan meninggalkan aku?" tanya Wisnu pelan."Itu beda Mas ..