“Be!”
“Sayang!” Arkan ikut terkejut dengan ucapan sang putri. “Jangan gegabah mengambil keputusan!” larangnya ke Bening yang wajahnya nampak benar-benar sudah putus harapan.“Apa Papa tidak tahu? memang ini yang diinginkan mereka. Membuat Bu Fitria membenciku, membuat Mama membenci Glass, dan bahkan sekarang berusaha menjebak Glass dengan foto tak senonoh seperti itu agar aku membenci suamiku sendiri.”Bening menoleh Glass yang sempat syok dengan ucapannya tadi. Wajahnya benar-benar begitu sedih, pundak Bening bahkan bergetar dan air matanya pun tumpah.“Aku sepertinya tahu apa yang dirasakan Embun dulu,” ucap Bening disela isak tangis. Mendapat tekanan dari orang-orang di saat yang bersamaan tentu sangat menyakitkan, terlebih sebagai wanita dia juga cemburu melihat foto suaminya dipeluk mesra tanpa busana oleh gadis lain.“Be!”<Romi yang ikut masuk ke dalam kaget, dia buru-buru memalingkan badan saat bodyguard Aline ternyata hanya mengikuti sampai kemana Bening masuk. Bodyguard itu buru-buru keluar sambil meletakkan ponsel di telinga kanan. Romi curiga pria itu menghubungi Aline. Ia memutar tumit menoleh ke arah Bening yang duduk menunggu giliran masuk ke dalam ruang pemeriksaan. Keningnya berkerut memikirkan apa yang mungkin saja terjadi.“Mungkinkah dia hamil?” gumam Romi di dalam hati. “Apa Aline selama ini tidak seratus persen percaya padaku?” lanjutnya kemudian tertawa ironi.🥛🥛🥛Sementara itu Glass benar-benar pergi ke kampus, tujuannya hanya satu. Mendatangi Elisa dan Dimas untuk melabrak dua orang itu. Glass melihat Dimas yang duduk bersama teman-temannya dan langsung menyiramkan segelas es teh ke muka teman laknatnya itu.Sontak saja semua yang ada di sana kaget. Dimas bahkan murka dan ingin melayangkan puku
Glass pikir mendekam tiga hari dua malam di dalam penjara adalah kejadian terburuk yang pernah terjadi dalam hidupnya. Namun, ternyata Glass salah karena siang itu seorang pria yang berprofesi sebagai pengacara datang menyampaikan kabar yang membuatnya tak bisa berkata-kata.“Saya datang mewakili klien saya yang bernama Banyu Bening Pradipta untuk menyampaikan gugatan cerainya terhadap Anda.”“Apa? cerai?” Glass tersenyum getir, dia pandangi sebuah amplop yang disodorkan pria itu.“Tolong Anda pikirkan baik-baik, klien saya tidak menuntut apapun karena beliau tahu tidak ada yang bisa dituntut dari Anda,” ucapan pengacara itu sangat pedas. Ia berdiri meninggalkan Glass yang masih termangu menunggu pembebasannya.Romi yang memang diminta Aline untuk mengurus masalah Glass tepat akan masuk ke dalam ruangan itu saat pengacara Bening keluar. Pria itu langsung menggeser kursi dan duduk di depan G
Rea melongo, dia masih tidak bisa menerima penjelasan Bening. Bahkan tidak percaya bahwa nyawa putri dan calon cucunya pernah terancam. Wanita itu membelai pipi Bening, mencoba melihat kenapa sang putri bisa setagar ini menghadapi masalah.“Be, apa kamu benar baik-baik saja? kamu tahu ‘kan perceraianmu dengan Glass tidak sah di mata agama jika seperti ini?” tanya Rea yang netranya merambang.“Please! Mama jangan nangis! Aku sudah mencoba untuk tidak menangis sejak beberapa minggu yang lalu, aku tidak ingin membuat bayiku sedih dan mempengaruhi perkembangannya.”Bening kini balas membelai pipi Rea, mengusap air mata mamanya itu dan tersenyum. “Ma, aku baik-baik saja! aku cukup siap menjadi single parent. Lagi pula aku juga sudah memutuskan tetap akan memberitahu anak ini nanti siapa ayahnya, jadi Mama tidak perlu cemas. Yang terpenting Mama bisa terus mendukungku, Mama bisa ‘kan?”Rea termenung, p
“Melahirkan segera? Apa maksud dokter?Bening kebingungan, terlebih melihat ekspresi muka sang dokter yang nampak sedih dan kecewa. Dokter bernama Andit itu menempelkan kembali alat yang baru saja dia letakkan untuk memastikan kembali.“Detak jantung bayi Anda memang sudah tidak ada”“A-a-apa? tidak ada? Apa maksudnya? Mana mungkin Dok? Dua minggu yang lalu bukankah Dokter bilang semuanya sehat?”Bening sudah meneteskan air mata, dia melihat layar monitor di mana hanya gambar hitam putih yang nampak di sana.Perawat yang membantu dokter itu pun sampai mendekat dan menenangkan Bening. Meski bibirnya terus menolak, air mata sudah menganak sungai mengalir di pipi.“Dokter, a-apa maksud dokter ba-ba-bayiku meninggal?” tanyanya terbata sambil menangis terisak. Bening masih duduk di atas ranjang pemeriksaan.Sang dokter dan perawat pun ikut meneteskan air mata melihat Bening seperti itu. Sejak p
Romi merasa iba, beberapa bulan menjalin komunikasi dengan Bening membuatnya merasa sedikit mengenal gadis itu. Romi pun bingung dengan perasaannya sendiri, kenapa dia bisa merasa lega saat gadis itu memintanya untuk tidak memberitahu Glass tentang kehamilannya.[Aku turut berduka cita]Romi mematung setelah mengetikkan pesan, hingga tak sadar Glass sudah berjalan mendekat ke arahnya. Pria itu pun seketika mengunci layar ponsel dan memasukkan benda pipih itu ke dalam kantong celana.“Apa Aline?” tanya Glass sedikit curiga.“Hem … dia berkata akan datang menemuimu malam ini.”Glass hanya berdecak dan tersenyum miring. Pemuda itu berjalan sambil memasukkan sebelah tangan ke saku celana dan meninggalkan Romi di belakang. Meski selama setengah tahun lebih mereka selalu bersama, tapi Glass masih belum bisa sepenuhnya percaya pada pria itu.🥛🥛🥛“Meski tidak boleh membawa bayi, aku diam-dia
3 tahun kemudian …“Aku nggak mau jadi anak Mommy, aku mau jadi anak Tabebe aja.”Bocah yang hampir berumur empat tahun itu merapat ke tembok, bersedekap dada dan memalingkan muka. Bibir mungilnya yang sejak tadi mengoceh mengerucut. Bukannya membujuk Embun malah tertawa melihat Olla merajuk.“Ya sudah sana! Masih ada adek bayi yang mau jadi anak Mommy,” ucap Embun sambil mengusap perut lalu menjulurkan lidah.Olla pun menangis, bocah itu menghentak-hentakkan kaki ke lantai dan kembali meracau sebelum mendaratkan pantat ke lantai dan menendang-nendangkan kaki,” Mommy nakal! Aku mau Tabebe.”Embun menggeleng tak percaya bahwa putrinya begitu manja ke sang tante-Bening. Saat Olla masih tantrum, Embun memilih mengambil tas sang putri, memasukkan beberapa baju, makanan dan botol minum.“Udah nangisnya?” Embun mendekati Olla, berlutut dan mengusap pipi bocah itu yang basah.“Olla
Deru mesin samar terdengar saat pesawat hampir lepas landas. Glass melirik ke arah jendela, di balik kacamata hitam yang nampak memperkeren penampilannya itu, dia menyembunyikan banyak pertanyaan juga kegelisahan. Ingin rasanya segera menginjakkan kaki ke negara di mana orang- orang yang dikenalnya tinggal. Namun, hati kecil Glass merasa takut. Ia takut jika ibu yang membesarkannya telah tiada, dia juga takut jika gadis yang sangat ingin dia buat sakit hati ternyata sudah menemukan bahagianya.“Tidak Glass! bukankah kamu ingin membuatnya mengemis cinta padamu? Mau dia sudah atau belum memiliki suami, ingat tujuanmu adalah membuatnya bertekuk lutut,” gumam Glass. Ia sandarkan punggung setelah pesawat berhasil mengudara. Glass baru akan memejamkan mata saat Alex yang duduk tepat disebelahnya mengajak bicara.“Tepat seperti dugaan Anda, Ibu Aline meminta saya untuk menemani Anda sampai ke Indonesia,” ucap Alex.“Dia
Bening berpura-pura tak melihat, dia memalingkan muka dan tersenyum ke arah Andrew dan dua orang temannya. Glass yang diam-diam memperhatikan pun merasa bahwa mantan istrinya itu sedang berkencan dengan Andrew. Glass berpikir seperti itu karena nampak jelas sejak tadi teman pria dan wanita yang sudah duduk di sana terlihat mesra dan bahkan saling rangkul. Namun, Glass tidak ingat bahwa pria yang terlihat bahagia saat Bening tiba adalah Andrew, Pria yang sejak dulu memang menaruh hati pada gadis itu.Satu teguk, dua teguk, tiga teguk. Glass mengawasi Bening yang wajahnya hanya nampak samping jika dilihat dari tempat dia duduk. Gadis itu seolah tak peduli dengan keberadaannya. Mereka bertingkah bak dua orang asing yang sama sekali tidak pernah saling mengenal. Hingga seorang wanita lain datang setengah jam kemudian, wanita itu melingkarkan tangan ke leher Andrew dan mencium pipi kiri pria itu.Glass melihat Bening tersenyum, kedatangan wanita itu mema