Share

Bab 4

"Reno, kamu jangan dengarkan apa kata Mila. Kamu harus memikirkan nasib Wina, jika dia sampai diusir dari rumah ini. Biar bagaimana pun, Wina ini adalah istri almarhum kakakmu. Dia menantu kesayangannya Ibu," pinta Bu Risma.

"Bu, kalau memang Ibu sayang sama menantu Ibu ini. Lebih baik dia ini bawa pulang saja ke rumah Ibu, biarkan dia tinggal di rumah Ibu, supaya dia bisa menemani Ibu dan Reni di sana. Karena di sini, Mbak Wina hanya bisa membuat aku selalu emosi. Bahkan bisa saja, dia membuat rumah tangga anak Ibu berantakan," saranku.

Aku memberi saran kepada mertuaku, supaya mau menampung Mbak Wina di rumahnya.

Karena dia bilang sayang kepada menantunya ini, serta menurutnya Mbak Wina merupakan menantu terbaik.

"Iya, Bu. Saran Mila ada benarnya dan itu lebih baik," timpal Mas Reno.

"Tapi Reno, aku sudah betah tinggal di sini. Masa iya sih kami tega mengusir aku dari sini. Aku masih boleh ya tinggal di sini, aku akan merubah sikapku kok," tawar Mbak Wina.

Ia berkata dengan suara yang dibuat memelas.

"Ya pantaslah, Mbak, kalau kamu betah tinggal di sini. Karena selama kamu tinggal fi sini, kamu selalu menganggap, kalau aku ini pembantu kamu. Kamu selalu menyuruh aku ini dan itu sesukamu. Sedangkan di rumah Ibu, kamu mau mengandalkan siapa? Tidak mungkin kan, kamu mau menyuruh Ibu ataupun Reni?" tanyaku.

"Dan maaf ya, Mbak. Aku menolak keras keinginanmu untuk tetap tinggal di sini. Karena aku sudah malas menampung kamu, walaupun tadi kamu bilang, kamu mau merubah sifat kamu. Aku sudah tidak percaya lagi, sebab dulu saja saat aku meminta kamu supaya berubah, tetapi kamu tidak mau. Malah kamu selalu mengadu yang bukan-bukan kepada Mas Reno," tuturku panjang lebar.

Aku menolak langsung keinginan Mbak Wina tersebut. Mbak Wina langsung terdiam, saat mendengar pertanyaanku. Mungkin ia merasa, kalau ucapanku adalah benar. Mbak Wina betah dirumahku karena aku selalu melayaninya. Sebab jika tidak aku turuti, ia akan terus mengadu seperti kali ini.

"Jadi bagaimana? Apa kalian setuju dengan keinginanku?" tanyaku.

"Kalau Mas sih setuju, Mila, yang penting kamu tetap mau menjadi istri Mas. Tapi tidak tau, kalau Ibu dan Mbak Wina. Mereka setuju atau tidak, dengan keputusanmu," sahut Mas Reno.

Aku melirik ke arah Bu Risma, tetapi tidak ada jawaban. Ia malah memijit kepalanya seakan merasa sakit. Kemudian aku menengok ke arah Mbak Wina, tapi ia malah membuang muka, saat ia dan aku beradu pandang barusan.

"Oke, karena Ibu dan Mbak Wina tidak mau bersuara, maka aku putuskan kalau kalian semua setuju dengan perkataanku. Karena setuju ataupun tidak, Mbak Wina tetap harus keluar dari rumahku," ungkapku.

Aku memecah kesunyian, sebab mereka semua sibuk dengan pikirannya masing-masing.

"Kamu memang tega, Mila. Kamu kejam," sahut Mbak Wina sambil tergugu.

"Sekarang kamu puas kan, Mila? Dasar menantu berhati bus*k," ujar Bu Risma.

Kemudian Mbak Wina pergi, disusul oleh Bu Risma. Mereka berdua pergi menuju kamar, yang biasa digunakan Mbak Wina, saat di rumahku ini. Sekitar setengah jam, mereka berdua berada di kamar. Kemudian mereka datang sambil membawa koper serta barang-barang Mbak Wina.

"Reno, ayo bantu kami! Terus kamu antar kami pulang ke rumah Ibu," pinta Bu Risma, yang sedang membawa barang-barangnya Mbak Wina.

"Iya, Bu," sahut Mas Reno.

Ia pun membantu membawa barang yang dibawa Bu Risma.

"Mbak Wina perasaan dulu kamu datang kesini, hanya membawa koper doang. Tapi kenapa sekarang jadi banyak barang yang kamu bawa?" tanyaku.

"Awas ya, Mbak, kamu jangan sampai membawa barang-barang milikku juga. Jika kamu membawanya, aku akan melaporkan kamu ke polisi," ancamku.

Mata Mbak Wina langsung mendelik, saat mendengar ancamanku.

"Mila, kamu itu angkuh banget ya jadi orang. Aku di sini memang numpang, tetapi aku bukan seorang pencuri. Kamu begitu merendahkanku, Mila. Lihat saja nanti, apa yang bisa aku lakukan untuk membalasmu. Aku pasti bisa membalas sakit hatiku ini, serta aku akan membuat kamu menyesal atas semua perbuatanmu ini," ancam balik Mbak Wina.

"Sudah, jangan malah berantem! Ayo, Mbak, aku akan mengantar kamu ke rumah Ibu," ajak Mas Reno.

Ia mengakhiri perdebatanku dengan Mbak Wina.

"Mila, Mas mau mengantar mereka dulu ya," pamit Mas Reno.

"Sudahlah Reno, ngapain kamu pamit sana dia. Kamu itu tidak perlu berpamitan kepada istri durhak* seperti itu. Ayo cepat antar Ibu dan Wina, gerah juga lama-lama tinggal di sini," protesnya.

Mas Reno pun menuruti perintah Ibunya, ia mengekori kedua perempuan yang bermulut sadis itu.

"Mas, kamu jangan lama-lama mengantarnya ya," teriakku tanpa mau mengantarnya.

Tapi Mas Reno tidak menyahut perkataanku, jangankan menyahut, menengok kearahku pun tidak. Setelah mereka bertiga pergi, aku pun berjalan ke kamar bekas Mbak Wina. Aku ingin membersihkan kamar itu, barangkali ada sampah yang tersisa.

"Astaghfirullahaladzim, Mbak Wina! kamu itu benar-benar ya," teriakku.

Bersambung ...

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status