Luna mengerjapkan mata beberapa kali di kala dirinya terbangun di tengah malam. Dia melihat ke samping—di mana Draco masih tertidur pulas. Entah kenapa gadis itu terbangun di tengah malam dengan kondisi suasana hati yang tak nyaman. Tenggorokan gadis itu terasa kering. Dia melihat ke atas meja, tapi minuman sudah kosong. Yang ada hanya sebotol wine. Tentu dia tidak bisa meminum minuman yang beralkohol. Luna menatap jam dinding—waktu menunjukkan pukul tiga pagi. Dia tidak mau membangunkan pelayan. Dia tak ingin mengganggu pelayan yang pastinya sudah tertidur pulas.Luna memutuskan untuk turun dari ranjang, dan melangkah keluar dari kamar. Gadis itu melangkah menuju ke ruang dapur untuk mengambil minuman dingin, demi menyegarkan tenggorkannya yang kering.Luna sengaja tidak membangunkan Draco, karena dia tak ingin mengganggu Draco dari tidurnya. Lagi pula, dia hanya pergi ke ruang dapur untuk waktu yang sebentar. Hanya untuk mengambil minuman. Tentu itu tidaklah lama. Di dapur, Lun
“Draco, hari ini kau jadi meeting di malam hari?” Luna bertanya sambil menatap lembut Draco yang sudah bersiap-siap pergi ke kantor. Gadis itu duduk di sofa. Saat pagi menyapa, dia dan Draco sarapan di kamar. Draco sedang ingin sarapan di kamar. Itu kenapa Luna menuruti keinginan pria itu.“Ya, hari ini aku memiliki meeting di malam hari. Mungkin, aku akan pulang terlambat. Kau tidurlah duluan. Tidak usah menungguku,” jawab Draco memberi tahu sambil menatap Luna. Dia tidak ingin membuat Luna menunggu. Hal tersebut yang membuatnya menyarankan Luna untuk tidur duluan.Entah kenapa hati Luna merasa tidak enak seolah ada yang mengganjal. Gadis itu bangkit berdiri dan memeluk tubuh Draco. Tampak Draco terdiam mendapatkan pelukan tiba-tiba dari Luna.Luna menyadari tindakannya yang sedikit aneh. Dia segera mengurai pelukan itu sambil berkata, “M-maaf.”Luna merutuki kebodohannya yang malah memeluk Draco secara tiba-tiba. Hatinya seolah memberikan komando untuk dirinya, memberikan pelukan pa
Luna tampak senang berkeliling supermarket. Bahan-bahan makanan sudah dia masukan ke dalam trolly. Ya, terlihat jelas kebahagiaan di wajah Luna. Selama ini, gadis itu terlalu banyak terkurung di dalam rumah. Jadi wajar kalau sekarang dirinya merasakan kebahagiaan di kala berada di luar.Luna bukan tidak suka berada di penthouse Draco. Malah gadis itu sekarang bersyukur bisa tinggal nyaman di rumah yang memberikannya kenyamanan. Meski awalnya diselimuti rasa takut, tapi perlahan dia sudah mulai terbiasa berada di penthouse pria itu.Luna lebih memilih tinggal dengan Draco, sekalipun terkadang sifat Draco kejam. Setidaknya Draco tidak pernah berniat untuk menjualnya. Berbeda dengan bibinya yang tega ingin menjualnya ke para pria hidung belang. “Nona, apa ada lagi yang ingin Anda beli?” tanya sang pelayan pada Luna. Dia bersama Luna masih berada di supermarket. Tampak jelas sang pelayan memancarkan wajah yang cemas dan khawatir.Luna mengetuk-ngetuk jemari di dagunya. Dia melihat bahan-
Draco melirik arloji yang melingkar di pergelangan tangannya. Sebentar lagi, pria itu akan memiliki jadwal meeting bertemu dengan salah satu client-nya, tapi entah kenapa hati dan pikirannya tertuju pada Luna. Draco seperti merasakan terjadi sesuatu hal yang terjadi. Namun, dia tak tahu apa yang terjadi itu. Sebelumnya dia meninggalkan rumah dalam keadaan baik-baik saja. Pun Luna tak akan mungkin berani pergi darinya.Embusan napas panjang terdengar. Draco kesal karena sekarang perasaannya sedang tidak baik-baik saja. Sialnya, hari ini dirinya memiliki meeting di malam hari, dan pastinya pulang akan terlambat.“Tuan?” Nigel menghampiri Draco.Draco menatap Nigel yang mendekat. “Hari ini apa jadwal meeting berubah?” tanyanya memastikan. Dia berharap bahwa adanya pembatalan meeting. Dalam kondisi hatinya tak nyaman, membuat Draco ingin segera pulang.“Tidak, Tuan. Meeting berjalan seperti rencana awal.” Nigel memberi tahu Draco.Draco menahan rasa kesal. Dia tetap terpaksa harus bersik
BrakkkDraco membanting kasar pintu mobilnya dan berlari menuju lift gedung apartemennya. Pria itu tinggal di penthouse—membuat dirinya harus berada di lantai tertinggi dari gedung mewah ini. Selama berada di dalam lift, perasaannya begitu campur aduk tidak menentu. Jantungnya sejak tadi berdebar. Sialnya, dia merasa bahwa pergerakan lift menuju lantai teratas dari gedung apartemen berjalan dengan sangat lambat.Draco tak henti meloloskan umpatan. Dia paling benci dalam kondisi yang tidak tenang seperti ini. Dia ingin segera tiba di penthouse-nya memeriksa sendiri. Dia bersumpah, tidak akan pernah memaafkan orang yang berani mengkhianatinya.Ting! Pintu lift terbuka. Draco keluar dari lift disusul dengan Nigel. Tampak jelas aura wajah kemarahan pria itu sangat menonjol dan seakan ingin meledak. Pria tampan itu telah terselimuti bara api kemarahan yang membakarnya. “Luna?” Draco masuk ke dalam penthouse. Pria itu menelusuri keberadaan Luna. Akan tetapi, sayangnya dia tak berhasil men
Draco tak bisa tenang menunggu Nigel menemukan keberadaan pelayan yang sudah lancang berani membawanya. Dia sudah berkeliling ke supermarket di area apartemen, guna mencari keberadaan Luna, tapi hasilnya tetap dia tidak berhasil menemukan keberadaan Luna.Draco sudah mengerahkan seluruh anak buahnya untuk mencari Luna di setiap sudut supermarket, dan tetap hasil juga masih nihil. Itu menandakan bahwa Luna sudah tidak ada lagi di supermarket. Draco mengumpat kasar. Emosi di dalam dirinya seolah ingin meledak.Akan tetapi, meledakan kemarahan bukanlah hal yang tepat saat ini. Jika pengkhianat itu sudah berada di depannya, baru dia bisa meledakan kemarahan. Marah sekarang hanya akan membuang-buang energy, dan tak bisa membuat dirinya berpikir jernih. Sekarang fokus utamanya adalah menemukan keberadaan Luna. Dia yakin bahwa ada yang telah merencanakan ini semua.“Tuan…” Nigel berjalan cepat menghampiri Draco.Draco mengalihkan pandangannya, menatap Nigel dengan sorot mata tegas, dan penu
Darco tiba di sebuah tempat di mana terdapat kapal pesiar pribadi milik pria Arab yang membeli Luna. Pria tampan itu melangkah dengan hati-hati mengendap-endap agar tidak memancing anak buah dari pria Arab yang membeli Luna. Darco tidak hanya sendiri. Ada Nigel dan anak buahnya yang sudah menyebar. Dia hanya ditemani oleh Nigel saja. Anak buahnya yang lain sengaja menyebar demi melindungi dan mengawasi dari jarak jauh.“Tuan, sepertinya kita akan kesulitan masuk. Pengawal di sini banyak sekali.” Nigel menatap begitu banyak pengawal bersenjata di kapal pesiar. “Tidak ada yang sulit. Luna di dalam. Aku tidak akan membiarkan siapa pun berani menyentuhnya.” Draco menggeram penuh emosi membayangkan Luna di dalam sana.Nigel mengangguk patuh merespon ucapan Tuannya. Apa yang sudah diperintah oleh tuannya itu, tak akan mungkin bisa dibantahkan. Draco melangkah masuk duluan dan Nigel tetap berada di belakang. Tepat di kala sudah masuk—ada tiga penjaga yang melihat. Mereka langsung menyeran
BUGHPukulan keras Draco layangkan ke wajah Mangar. Pria bertubuh gempal itu terjatuh ke atas meja—hingga membuat meja menjadi roboh. Pukulan Draco tak main-main. Dia mampu melayangkan pukulan keras pada musuhnya.Saat Mangar terjatuh, anak buah pria bertubuh gempal itu hendak menyerang Draco, namun dengan cepat anak buah Draco muncul dari belakang melawab anak buah Mangar. Perkelahian terjadi cukup hebat. Beberapa anak buah Mangar menyerang Draco, tapi dengan mudah Draco melumpuhkan anak buah Mangar—dengan beberapa kali pukulan keras. Delcy terperanjat terkejut di kala Draco mampu menghabisi anak buah Mangar dengan mudah. Pun Luna yang berdiri tak jauh dari Draco memilih untuk duduk bersembunyi akibat rasa takutnya.Draco menghampiri Mangar yang masih kini berdiri di hadapannya. Kilat mata pria itu menajam melihat pria berbadan gempal itu. Kemarahan menguasai, membuatnya menjadi lepas kendali. “Berani sekali kau menyerangku! Kau tidak mengenal siapa aku!” bentak Mangar dengan nada