Bayangan Zain terlihat dengan jelas, memantul pada kaca jendela mobilnya. Zara hanya bisa memandangnya dari pantulan kaca, karena ia tidak sanggup untuk melihat Zain yang begitu baik padanya.'Zain sudah begitu baik padaku, tetapi kenapa aku malah merasa tidak enak padanya?' batin Zara, yang tidak ingin merasa cuma-cuma menerima uluran tangan dari Zain."Zara, bisa kita bicara sebentar?" panggil Zain, Zara terkejut lalu berusaha mempersiapkan dirinya untuk berbicara dengan Zain.Zara membalikkan tubuhnya ke arah Zain dan memandangnya, "Kau ingin kita membahas tentang apa?" tantang Zara, yang merasa hanya ini yang bisa ia lakukan untuk membalas perlakuan baik Zain terhadapnya sekarang."Tentang kabar burung itu, apakah benar kau menjebak Zeo untuk melakukan hal yang tidak baik?" tanyanya.Zara sudah menduga, pertanyaan semacam ini pasti akan terlontar dari mulut Zain."Tidak, semua itu tidak benar."Zain mendelik bingung, "Walau tidak benar, apakah kau dan Zeo sudah ...." Ia tak sanggu
Hari sudah semakin sore, Zain sudah selesai melakukan tugasnya dengan baik dan benar.Zara mengantarkannya sampai depan pintu rumah. Melihat Zain yang ada di hadapannya, ternyata cukup membuat hati Zara menjadi tidak keruan.'Dia sebenarnya baik, tetapi aku tidak bisa terus berada di sisinya. Aku harus pergi, aku tidak bisa bersama dengan orang sebaik dirinya,' batin Zara yang sudah tidak mau memikirkan tentang perasaannya lagi terhadap Zain.Walaupun berat, Zara pasti akan melakukannya sebisa yang ia mampu.Pandangan mereka saling bertemu, membuat Zain merasa tidak ingin meninggalkan Zara sendiri di sini."Apa kau butuh sesuatu?" tanya Zain sebelum pergi dari hadapan Zara.Zara menggeleng kecil, "Tidak. Pulanglah sebelum malam tiba."Karena sudah merasa terusir, Zain pun memakai jas hitamnya dan langsung berbalik dari hadapan Zara."Gunakan telepon genggam yang ada di atas meja kamar. Aku sudah persiapkan khusus untukmu, jika kau memerlukan sesuatu, kau bisa hubungi aku," ucapnya tan
Zain sudah sampai di kota tempat kediamannya. Karena sudah terlanjur tersulut dengan apa yang dikatakan Zara tentang Azhar, Zain pun bergegas mencari keberadaan Azhar.Belum sempat beristirahat dan belum sempat kembali ke rumah, Zain langsung pergi mencari apartemen yang Azhar tempati. Dengan berbekal informasi dari orang yang ia percaya, ia bergegas menuju ke lokasi yang sudah diinformasikan rekannya itu.'Mau macam-macam dengan Zara? Kekasih macam apa dia?' batin Zain, yang tak terima dengan apa yang Zain lakukan pada Zara.Mobilnya sudah terparkir rapi di basement apartemen, tempat Azhar tinggal. Ia bergegas melangkah menuju ruangan kamar pada lantai yang sudah diinformasikan, dengan langkah yang jenjang.Zain dengan cepat mencapai lift, kemudian menekan angka 10 pada tombol yang berada di sebelah kiri pintu masuk lift. Pintu tertutup, Zain pun menunggu lift sampai pada tempat tujuannya.Amarahnya sudah meledak-ledak, ia bahkan tidak sanggup jika harus menahannya lagi kali ini.'Ji
Suasana menjadi nampak tegang, karena tidak ada yang mengeluarkan suara selain sang Kakek. Orang yang dituakan di keluarga ini, dan orang yang sangat dihormati mereka.Mata Kakek semakin menajam menatap ke arah Zain, "Kenapa aku tidak melihatmu di kantor Abraham Group, sore ini?" tanya Kakek lagi, semakin membuat Zain merasa gugup.Memang, setelah jam makan siang Zain sudah meluncur menuju ke Latulini Group. Kemudian, ia bergegas untuk menuju ke arah lapas tempat Zara ditahan. Ia tidak mengetahui kalau kakeknya akan datang sore ini, sehingga ia langsung pergi ketika pekerjaannya selesai."Aku pergi ke tempat sahabatku, Kek.""Ke tempat sahabatmu? Siapa sahabatmu?" bidik Kakeknya, membuat Zain semakin takut untuk menjawabnya.Zeo yang melihat kelakuan sepupunya itu, menjadi sangat muak dengan dirinya.'Beraninya dia hanya diam ketika ditanya Kakek,' batin Zeo, yang merasa Zain tidak memiliki adab ketika berhadapan dengan Kakek mereka."Aku sudah tahu semua yang kau lakukan hari ini. Ja
Suasana hati Zeo sangat canggung, karena ia masih teringat dengan perkataan Zain tentang Zara.Ia memandangi langit-langit ruangan kamarnya, memikirkan tentang apa yang masih mengganjal di hatinya."Apa maksud dari perkataan Zain tadi? Apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa dia sangat membela orang yang sudah menjebakku itu?" gumamnya bertanya-tanya dengan hatinya sendiri.Ia memikirkan apa yang seharusnya tidak ia pikirkan tentang permasalahan kali ini.Matanya menajam seketika, "Tak heran ia melakukannya! Bukankah dia pernah menjalin hubungan dengan gadis Latulini itu? Dia juga pasti sudah merasakan apa yang sudah kami lakukan sebelumnya!" gumamnya, yang baru teringat dengan hubungan antara Zain dengan Zara sebelumnya.Zeo berpikir sejenak, tak yakin dengan apa yang terakhir kali ia pikirkan."Rasanya berbeda. Dia sepertinya baru pertama kali melakukannya bersamaku."Saat itu, Zeo memeriksa bak mandi tempat mereka melakukan hubungan intim, sebelum membawa Zara ke arah ranjang tidur. Sa
Tatapannya berubah menajam, logikanya kembali lagi pada pikirannya."Apa yang salah? Setelah di Italia pun, aku masih bisa menghubunginya. Apa yang membuatmu merasa begitu sedih?" gumamnya yang merasa sangat bingung dengan kelakuan anehnya itu.Pesawat itu pun segera lepas landas, membawa Zain menuju ke negara yang ingin ia tuju. Sementara itu Zara hanya bisa cemas, karena ia sama sekali tidak bisa menghubungi Zain."Dia tidak bisa dihubungi. Apa dia sedang menuju ke Italia sekarang? Aku berharap, perjalanannya lancar sampai ke tempat tujuan."Zara hanya bisa berharap, sesuatu yang buruk tidak akan terjadi pada Zain saat dalam perjalanan menuju Italia.***Satu bulan berlalu setelah kepergian Zain ke Italia. Tak ada sedikit pun komunikasi yang terjalin antara Zain dan juga Zara. Hal itu karena Zara sama sekali tidak ingin membuat Zain merasa kesulitan lagi.Zara menyadari karena dirinya, Zain mendapatkan hukuman yang ia jalani saat ini.Kepergian Zain ke Italia sudah membuktikan bahwa
Beberapa waktu menunggu, bus yang ditunggu Zara pun tiba. Ia bergegas masuk ke dalamnya, dengan Ren yang segera membuntuti bus itu dari belakang.Zara naik ke atasnya dan duduk pada kursi yang tersedia. Waktu yang ia perlukan untuk bisa sampai ke tempat tujuan adalah sekitar setengah jam.Tidak ada kemacetan lalu lintas di tempatnya ini. Hanya ada hutan dan pepohonan yang terlihat di pinggir kiri dan kanan jalanan menuju ke arah pinggir kota.Zara sangat menikmati pemandangan dari jendela bus tersebut. Ia memandangi pohon yang hijau, membuat rasa sakit kepalanya sedikit hilang karenanya."Apa ini adalah gejala stres? Kenapa ketika melihat tanaman dan pepohonan hijau, aku merasa sangat tenang?" batin Zara, yang merasa sangat tenang melihat pepohonan tersebut.Setengah jam sudah berlalu, bus yang mengantarkan Zara akhirnya tiba di pinggir kota dekat kediamannya. Bus itu berhenti tepat di tempat pemberhentian bus pada pinggir kota. Selebihnya, Zara biasa berjalan kaki untuk membeli bahan
Tubuhnya seketika gemetar, air matanya mengalir dengan derasnya tanpa ada dekat, karena tak percaya dengan hasil pemeriksaan."Bodohnya aku, kenapa aku sampai tidak tahu hal seperti ini? Aku tidak tahu alat apa ini, dan tidak bisa menggunakannya. Ketika aku sadar bahwa ini adalah alat untuk memeriksa kehamilan, aku baru tersadar kalau ternyata diriku tengah mengandung anak dari orang yang sama sekali tidak aku inginkan!" gumamnya, meratapi pengetahuannya yang sangat terbatas.Karena kesibukan orang tuanya, hal-hal semacam ini sama sekali tidak pernah diajarkan oleh orang tuanya. Mereka tidak sempat memberikan edukasi, mengenai hal-hal yang menyangkut kehamilan."Bukankah kami hanya satu kali melakukannya? Mengapa bisa sampai hamil seperti ini? Apa yang salah? Kenapa bisa sampai secepat ini?" Zara masih tidak bisa menerima takdirnya.TOK ... TOK ... TOK ....Terdengar suara ketukan pintu, membuat Zara menghentikan ucapan dan juga tangisannya. Ia tidak ingin siapa pun mengetahui permasa