Arthur mengikuti mobil Wira, dengan hati cemas dan menahan amarah. Sekarang saja Wira berani berlaku kasar, Arthur tak bisa membayangkan jika laki-laki sombong itu menikahi Lintang. Dihelanya nafas dalam-dalam. Berusaha berpikir tenang dan lurus. Menenangkan diri jika semua akan baik-baik saja. dan berprasangka baik. Butik yang menjadi tujuan Wira tentunya adalah butik terkenal. Arthur buru-buru keluar ketika mobil mereka baru saja berhenti. Tak sabar ingin memastikan jika Lintang dalam keadaan baik-baik saja.Dan untuk kedua kalinya Arthur harus menahan amarah saat melihat Wira menarik Lintang keluar dari mobil. Gadis itu sempat terantuk kakinya sendiri ketika hendak berjalan. "Nona!" Arthur mendekat segera hendak membantu. Matanya menatap tajam ke arah Wira. "Aku tidak apa-apa, Kapten! Jangan khawatir!" ucap Lintang tersenyum, sekilas menatap Arthur.Wira hanya tersenyum miring. Melihat reaksi Arthur membuatnya ingin bermain-main dengan perasaan laki-laki itu, dia terkekeh dan m
Wira memacu mobilnya dengan kecepatan di atas rata-rata, membuat Arthur sempat kehilangan mereka untuk beberapa lama. Sampai akhirnya Arthur menelusuri GPS dari ponsel Lintang dan ketika melihat kemana arah tujuan Wira, dia pun emosi. Karena bukan menuju rumah kediaman keluarga Adiwilaga, melainkan ke rumah pria itu. "Mau apa dia?!" geram Arthur. Tanpa pikir panjang lagi ia pun segera mengarahkan mobilnya menuju rumah Wira. Arthur setengah melompat keluar saat mobilnya berhenti di sana. Dia langsung mengacungkan kartu identitasnya sebagai pengawal Lintang kepada penjaga gerbang dan mereka pun membiarkannya masuk. Wira menghempaskan Lintang ke kursi, membuat gadis itu memekik. "Apa-apaan kamu, Wira?!" teriak Lintang marah."Diam!" hardik Wira mengacungkan telunjuknya lurus pada Lintang."Kamu bermain mata dengan pengawal sialanmu itu, Lintang?! JAWAB!" Lintang mengerjap kaget sambil mengkerut takut di sofa. "Jangan asal menuduh, Wira!" tepis Lintang memberanikan diri. Wira merai
"Nona, bangunlah!" Arthur membelai pipi Lintang dengan lembut. Gadis itu melenguh merasa terusik, menggumam pelan seraya berbalik mengganti posisi tidurnya. Arthur mengulum senyum melihatnya. Gemas. Sedikit canggung melihat punggung mulus Lintang di hadapannya tanpa tertutup selimut. Rasanya ingin sekali mengulurkan tangan, menyentuh kulit sehalus sutera itu dengan ujung jemari tangannya. Membuat gadis itu kembali mendesah dalam buaiannya. Arthur mengerjap, lalu menggelengkan kepala menyingkirkan adegan-adegan panas yang berseliweran di dalam kepalanya. "Kenapa?"Arthur terperanjat kaget mendengar suara Lintang. Ia membuka mata dan melihat gadis itu tengah menatapnya sambil tersenyum simpul. Wajah bangun tidurnya begitu mempesona tanpa riasan sedikitpun. "Ah, tidak apa-apa!" kelit Arthur sambil beranjak berdiri, namun Lintang menarik tangannya sehingga membuatnya jatuh kembali di tempat tidur."Tunggu sebentar," rengek Lintang seraya merebahkan kepalanya di paha Arthur. Tanganny
Pesta pernikahan berlangsung meriah dan menjadi berita hangat di berbagai stasiun televisi. Disebut-sebut sebagai pernikahan paling mahal dengan nilai mahar yang fantastis dan dekorasi super mewah. Belum lagi dengan sosok Lintang sebagai ratu sehari dengan gaun seharga ratusan juta yang disebut sebagai gaun pengantin termahal tahun ini, dengan nilai mencapai miliaran rupiah ketika gaun itu selesai dibuat. Souvenir adalah salah satu hal yang dibicarakan oleh para undangan, di mana isinya berupa ponsel keluaran terbaru juga satu set perhiasan, serta tas souvenir dari salah satu brand tas ternama. Sehingga bisa dikatakan pernikahan antara Lintang dan Wira akan dibicarakan selama berhari-hari. Juga itu adalah momen menyatunya dua keluarga besar dan kaya raya, Adiwilaga dan Bramantya. Arthur bekerja keras memastikan pesta berlangsung dengan aman. Meski ia fokus pada Lintang saja, tapi pihak keamanan juga terhubung dengannya. Selagi bertugas, tak sedikit dari para undangan yang menggoda
Wira terbangun saat matahari sudah naik setengahnya, ia mengeluh memegangi kepalanya yang terasa berdenyut. Serta rasa pusing yang masih tersisa membuatnya kembali memejamkan mata. Ketika hendak bergerak bangun, ia merasa tertahan. Ia menyibak selimut dan melihat ada tangan melingkari perutnya, dan menyadari jika ia tak memakai sehelai benang pun. Wira menoleh ke belakangnya dan dilihatnya wajah Lintang tengah tertidur lelap memeluknya. Dahinya berkerut dalam mencoba mengingat apa yang terjadi semalam. Yang ia ingat adalah pesta bujang dan ia minum terlalu banyak sampanye atas desakan kawan-kawannya. Sehingga membuatnya mabuk, pun ketika berjalan sempoyongan di lift dan seseorang menolongnya. Selanjutnya ia tak ingat apapun lagi."Apa aku semabuk itu?!" keluhnya, sedikit menyayangkan malam pengantin harus dilewatinya tanpa sadar. Namun kini ia melihat Lintang juga memeluknya, tertidur tanpa memakai pakaian selembar pun. Ia penasaran akan sesuatu, maka perlahan ia pun menyingkirkan t
Lintang bersiaga menghadapi pemuda bersenjata di hadapannya, matanya memicing melihat jika leher gadis yang dijadikan sandera itu sudah terluka oleh pisau si pemuda. "Akan kuberikan perhiasannya tapi lepaskan dia!" kata Lintang mencoba negosiasi dan mengulur waktu selagi ia berjalan perlahan menuju meja kecil di samping tempat tidur. Ada kunci tombol darurat yang diberikan oleh Arthur, jika ia bisa mencapainya dan menekan tombol SOS itu dia hanya perlu mengulur waktu selagi menunggu pertolongan datang. Masalahnya sekarang situasinya sangat riskan. Dia hanya memakai handuk dan di bawah todongan senjata api."Kalian manusia sombong menghambur-hamburkan uang tanpa peduli pada orang miskin yang kelaparan," kecam pemuda itu dengan mata berkilat nanar penuh amarah.Lintang tertegun mendengarnya. Dia pun memahami si pelaku yang memiliki dendam pada kehidupan, sehingga dia akan sangat membenci orang-orang kaya yang dia pikir tak punya empati pada kaum miskin."Jika kamu mau ambil saja semu
Kejadian di hotel itu pun menjadi berita utama di mana-mana, karena yang menjadi korbannya adalah Lintang Candraningtyas Adiwilaga, pengusaha butik yang baru sehari kemarin menikah dengan Mahawira Bramantya, CEO perusahaan besar. Dimana pernikahan mereka bahkan masih diputar ulang di beberapa acara televisi. Dikabarkan ada dua orang yang menyamar dan mengancam Nyonya Mahawira Bramantya tersebut dan merampok perhiasan berlian. Kedua orang itu berakhir tragis dalam tembakan polisi karena mengancam dengan senjata api.Lintang menatap geram pada layar televisi. Kejadiannya tidak seperti yang diberitakan. Tidak ada nama Arthur disebut sebagai penyelamatnya."Kenapa kamu kesal begitu?!" tanya Wira pagi itu. Mereka sudah pulang dari hotel dan Wira membawa Lintang ke rumahnya. Lintang melirik suaminya itu sekilas, "Tidak apa-apa," jawabnya singkat sambil menghirup tehnya.Wira mendengus. Ia paham kenapa Lintang seolah kesal melihat berita di televisi. "Adakalanya pahlawan harus diam dan ber
Lintang menahan senyum geli di sepanjang perjalanan mereka menuju ke kediaman Adiwilaga. Melihat wajah kaku Arthur yang tak menyukai warna rambut Lintang yang kini berubah cokelat keemasan. Selain itu wanita itu juga memotong rambut panjangnya hingga sebahu. Alasan lain ia memotong rambut adalah ia benci Wira dengan seenaknya menjambak rambutnya. Memperlakukannya sesuka hati seperti boneka. "Arthur!" panggil Lintang."Ya, Nona?" sahut Arthur meliriknya dari spion.Lintang tersenyum, lalu memajukan tubuhnya hingga ke belakang kursi kemudi. Melongokkan kepalanya di samping Arthur."Kamu marah?" goda Lintang menatap Arthur, yang justru malah membuatnya terpana dengan visual Sang Kapten dari jarak sedekat ini. Dan ia mengerjap kaget saat Arthur menoleh.Laki-laki itu pun tak kalah terkejut mendapati Lintang sudah ada di samping wajahnya. Dan sama-sama terpana dan tak bisa memalingkan pandangannya.Lintang memekik kaget saat mobil oleng dibarengi suara decit ban dan klakson bersahutan di